Dalam jurnal penelitian Yeni Nuraeni dan Ivan Lilin Suryono yang membahas bagaimana faktor sosial dan budaya mengarah pada terbentuknya pemahaman gender melalui pembagian kerja dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat. Perempuan dipandang oleh sebagian besar masyarakat memiliki peran sosial yang jauh lebih pasif dan patuh dibandingkan laki-laki. Ini bukanlah fenomena yang terjadi secara alami; sebaliknya, ini adalah penemuan budaya(Nuraeni and Lilin Suryono 2021).
Dalam jurnal utama yang menjelaskan mengenai pengertian Gender, bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan mendefinisikan gender sebagai variasi dalam peran, tanggung jawab, hak, dan perilaku. Norma-norma sosial, budaya kelompok masyarakat, dan adat istiadat yang dapat berubah seiring berjalannya waktu dan dipengaruhi oleh kondisi regional membentuk perbedaan-perbedaan ini (Terhadap, Perempuan, and Makassar 2018). Hal tersebut berbeda dengan penelitian M. Umar Bakri Hutahahean yang mengatakan bahwa Gender digambarkan sebagai perbedaan perilaku dan moral yang dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan; itu adalah sifat bawaan yang dimiliki oleh kedua jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial dan budaya (Hutahahean and Hasnawati 2015).
Dalam jurnal penelittian Klasen dan Lemanna yang menyimpulkan bhawa Kesenjangan gender dalam pendidikan berkontribusi pada rendahnya produksi sumber daya manusia dan menghambat kemampuan suatu negara atau daerah untuk sejahtera secara ekonomi. Pengaruh tersebut secara langsung mempengaruhi produktivitas tenaga kerja atau kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Klasen dan Lemanna 2009).
Menurut jurnal penelitian Agnes Vera Yanti Sitorus yang mengatakan bahwa Kesenjangan gender dalam pendidikan mengarah langsung pada eksternalitas. Karena pendidikan perempuan mempunyai dampak eksternal yang positif, generasi mendatang akan memperoleh manfaat dari kuantitas dan kualitas pendidikan tinggi. Ketika sumber daya manusia meningkat, tingkat pengembalian investasi fisik juga akan meningkat, sehingga memacu investasi dan ekspansi (Sitorus 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Erna Aktaria dan Budiyono Sri Handoko yang menyatakan bahwa Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan menunjukkan tingkat pengembalian investasi pendidikan yang lebih baik. Menutup kesenjangan gender dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak perempuan akses terhadap pendidikan secara umum (Aktaria and Handoko 2012).
      Menurut penelitian Lisa Nazmi dan Abd. Jamal yang menjelaskan bahwa Ada hubungan positif antara kesetaraan gender dan kemajuan ekonomi. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan komponen penting dalam ekspansi ekonomi. Terbatasnya prospek kerja dan keterlibatan perempuan akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan keluarganya (Nazmi and Jamal 2018). Hal ini sejalan pula dengan jurnal penelitian Samsul Arifin yang mengatakan bahwa Kesetaraan gender merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan sektor pendidikan dapat mengambil sejumlah langkah yang wajar dalam hal ini. Program pemberdayaan ekonomi perempuan menjadi semakin penting karena kontribusi perempuan terhadap perekonomian semakin diakui (Arifin 2018).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H