Dalam hal kewenangan perundang-undangan, Pemerintah daerah memiliki Kewenangan pembentukan Perda merupakan salah satu wujud kemandirian daerah dalam mengatur urusan rumah tangga daerah atau urusan pemerintahan daerah. Perda merupakan instrumen yang strategis sebagai sarana mencapai tujuan desentralisas. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak hanya dilakukan oleh DPR RI selaku lembaga negara yang berfungsi sebagai legislasi. Namun tidak juga didominasi oleh eksekutif seperti yang terjadi pada masa orde baru. Pembentukan Perundang-undangan juga bisa dilakukan oleh DPRD Kabupaten /kota, dengan diberlakukannya otonomi daerah atas asas desentralisasi dan tugas pembantuan. Sebagaimana yang termuat dalam UU No. 23 tahun 2014 jo. UU No. 9 tahun 2015 tentang pemerintahan daerah.
Peraturan Daerah Sesuai Hierarki Perundang-Undangan
Perda ialah "Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Kedudukan Peraturan Daerah pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memiliki kedudukan yang jelas. Dalam undang-undang tersebut, Peraturan Daerah termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) yang mengatur mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Atas dasar itulah, kedudukan Peraturan Daerah adalah berada di bawah Peraturan Presiden. Hierarki tersebut juga memisahkan kedudukan antara Peraturan Daerah Provinsi dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Aspek Pengaturan Peraturan Daerah
Sesuai asas desentralisasi daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Urusan pemerintahan konkuren dan wajib yang menjadi kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 11-14 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diatur lebih lanjut dengan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan PP No. 18 Tahun 2016 Tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat peraturan perundangundangan.
Harmonisasi Dalam Problematika Pembentukan Peraturan Daerah
Istilah harmonisasi berasal dari yunani yaitu kata harmonia yang artinya terikat secara serasi dan sesuai. dalam arti filsafat diartikan "kerjasama antara berbagai faktor yang sedemikian rupa, hingga faktor-faktor tersebut menghasilkan kesatuan yang luhur" istilah harmonisasi secara etimologis berasal dari kata dasarharmoni menunjuk pada proses yang bermula dari suatu upaya untuk menuju atau merealisasi sistem harmoni. Pada tahapan penyusunan Perda, terdapat kegiatan yang dikenal dengan harmonisasi. Mekanisme pelaksanaan harmonisasi Perda, selain berlandaskan undang-undang juga didasari oleh Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksana UU Nomor 12 Tahun 2011. Selain ketentuan undang-undang dan aturan pelaksananya tersebut, secara teknis juga terdapat aturan Permenkumham Nomor 22 Tahun 2018 yang turut mengamanatkan keterlibatan fungsional perancang dalam proses harmonisasi membentuk peraturan di daerah. Periode tahun 2016 pernah tercatat revisi dan pembatalan peraturan daerah dengan angka fantastis sebesar 3143 Perda. Banyaknya Perda yang kemudian dimentahkan kala itu menunjukkan fakta terjadi disharmoni antara Perda yang dibentuk dengan peraturan diatasnya. Permasalahan ketidakharmonian Perda bukanlah hal       ringan serta cepat penyelesaiannya. Identifikasi juga menemukan penyebab pasti ketidakharmonian patut ditelisik mendalam sehingga solusi atas persoalan pembentukan Perda dapat dipecahkan. Catatan kegagalan menciptakan Perda yang tertib tidak saja meninggalkan sejarah namun juga menyisakan problematika terkait kewenangan. Hal demikian disebabkan irisan kewenangan yang lekat dengan fungsi yudikatif melalui judicial review baik yang dijalankan Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Oleh sebab itu otoritas pemerintah sebagai pemrakarsa Perda seharusnya kompeten untuk melakukan executive preview.
Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 hari sejak diterimanya Perda. Paling lama 7 hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda tersebut dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepada daerah dapat mengajukan keberatan kepada mahkamah agung.
Kesimpulan
Peraturan Daerah (Perda) di Indonesia memiliki kedudukan yang jelas dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Perda terbagi menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan Kepala Daerah. Perda bertujuan untuk mengatur penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menyesuaikan dengan kondisi khas daerah masing-masing, serta menjabarkan lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Meski begitu, Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan yang lebih tinggi, dan pembentukannya harus mengikuti asas-asas hukum yang baik serta melibatkan partisipasi masyarakat.
Pembentukan Perda melibatkan berbagai tahapan yang kompleks dan melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah dan DPRD. Materi muatan Perda harus memperhatikan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Harmonisasi dalam proses pembentukan Perda sangat penting untuk mencegah disharmoni yang dapat mengakibatkan pembatalan Perda oleh pemerintah pusat. Harmonisasi ini mencakup koordinasi vertikal dengan peraturan yang lebih tinggi serta horizontal dengan peraturan daerah lainnya, sehingga Perda dapat berfungsi secara efektif dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan program pemerintah daerah.