Mohon tunggu...
Nur Fadilah
Nur Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Perkenalkan nama saya Nur Fadilah, Mahasiswi Perbankan Syariah IAIN Parepare danHobi saya adalah membaca.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Anak Disabilitas di Batam Dituduh Mencuri-Alami Intimidasi, Keluarga Lapor Polisi

6 Januari 2025   17:19 Diperbarui: 7 Januari 2025   10:37 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nur Fadilah (Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah IAIN Kota Parepare)

Kasus tuduhan pencurian terhadap anak penyandang disabilitas di Batam memperlihatkan pentingnya kesadaran publik dan penegakan hukum terhadap perlindungan hak-hak anak, khususnya yang mengalami disabilitas. Selain itu, kekerasan verbal yang dialami oleh korban mencerminkan ketidakadilan sosial yang terjadi terhadap kelompok rentan ini. Perlu adanya langkah nyata dalam mengedukasi masyarakat dan menguatkan perlindungan hukum agar kasus serupa tidak terulang.

Kekerasan verbal terhadap anak penyandang disabilitas, seperti yang terjadi pada kasus di Batam, mengungkapkan kenyataan bahwa mereka sering kali menjadi korban diskriminasi dan perlakuan tidak adil. Seorang anak perempuan berusia 12 tahun dengan disabilitas yang dituduh mencuri dan mengalami intimidasi, menjadi contoh nyata dari situasi ini. Kejadian ini bukan hanya tentang tuduhan yang salah, tetapi juga tentang dampak psikologis yang ditimbulkan oleh kekerasan verbal. Ini menunjukkan perlunya kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak penyandang disabilitas dan pentingnya perlindungan hukum yang lebih baik.

Di Indonesia, meskipun ada undang-undang yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, kenyataannya, perlindungan tersebut seringkali tidak terimplementasi dengan baik. Stigma sosial dan stereotip terhadap penyandang disabilitas semakin memperburuk keadaan, menyebabkan mereka sering dianggap sebelah mata dan tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya.

Kekerasan verbal, seperti penghinaan, pelecehan, dan ancaman, dapat memberikan dampak yang sangat besar terhadap anak penyandang disabilitas. Dalam kasus ini, setelah anak perempuan tersebut dituduh mencuri, ia harus menghadapi intimidasi yang berpotensi merusak kesejahteraan emosionalnya. Dampak psikologis dari kekerasan verbal ini termasuk penurunan harga diri, kecemasan, dan bahkan depresi.

Meskipun Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur perlindungan terhadap penyandang disabilitas, seperti UU Nomor 8 Tahun 2016 dan UU Nomor 35 Tahun 2014, kasus ini menunjukkan masih adanya celah dalam implementasi undang-undang tersebut. Anak penyandang disabilitas sering kali menjadi sasaran kekerasan dan perlakuan diskriminatif karena kurangnya penegakan hukum yang konsisten dan rendahnya kesadaran masyarakat.

Kekerasan verbal dapat meninggalkan dampak jangka panjang bagi korban, terutama anak-anak. Penyandang disabilitas, yang sering kali sudah menghadapi tantangan hidup lebih besar, lebih rentan terhadap trauma psikologis. Dalam kasus ini, dampak tersebut bisa mengarah pada penurunan harga diri, kecemasan yang mendalam, atau bahkan depresi. Hal ini memperburuk keadaan anak dan membuat mereka semakin terpinggirkan dari masyarakat.

Orang tua dan masyarakat memiliki peran krusial dalam mencegah kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Orang tua harus memberi dukungan emosional, pendidikan yang memadai, dan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak mereka. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran mengenai hak penyandang disabilitas dan melaporkan kasus-kasus kekerasan atau diskriminasi yang terjadi.

Kasus tuduhan pencurian terhadap anak penyandang disabilitas di Batam menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak anak disabilitas. Kekerasan verbal yang dialami korban harus menjadi pengingat bahwa penyandang disabilitas sering kali menjadi sasaran diskriminasi dan intimidasi yang berbahaya bagi perkembangan psikologis mereka. Diperlukan implementasi hukum yang lebih tegas dan pendidikan publik yang lebih intensif untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, di mana setiap anak, terlepas dari kondisi fisik atau mental mereka, dapat hidup dengan penuh penghormatan dan keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun