FARMASIS PUNYA CERITA…sebagai Mahasiswa Apoteker kami ingin berbagi informasi penting tentang obat-obatan narkotika dan psikotropika. Belakangan ini, kasus-kasus mengenai pengedaran narkoba dari hari ke hari semakin meningkat. Penyalahguna tidak terbatas pada orang dewasa tetapi telah menyeret anak- anak. Seperti diketahui ada dampak-dampak buruk yang timbul akibat penyalahgunaan narkotika dan psikotropika; terbagi menjadi 2 yaitu akibat fisik dan psikis. Gangguan fisik seperti kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru dan penularan HIV/AIDs. Gangguan psikis seperti sikap emosional labil, depresi, apatis, euphoria, kecurigaan tanpa dasar, sakit jiwa dan kehilangan control prilaku. Tentu saja akibat buruk yang ditimbulkan tersebut tergantung pada jenis obat yang digunakan, cara penggunaan, dan lama penggunaan. Namun penggunaan obat-obatan jenis narkotik dan psikotropik tidak hanya dapat memberikan dampak buruk, jenis obat-obatan narkotika dapat juga berguna untuk menyembuhkan berbagai penyakit tetapi obat-obatan narkotik ini hanya di dapatkan sesuai dengan resep dokter. Sebagai Farmasis khususnya Apoteker wajib tahu tentang hal tersebut.
Penyuluhan tentang kesalahan penggunaan obat-obatan narkotika dan psikotropika sudah merupakan hal yang lumrah didapatkan. Nah,sebagai seorang apoteker kami akan membahas tentang interaksi obat-obatan narkotika dan psikotropika dengan obat lain yang biasanya terdapat dalam peresepan obat. Apa itu interaksi obat ? “Interaksi obat” adalah terjadinya perubahan efek obat (penurunan atau peningkatan efek obat hingga efek toksik) yang terjadi jika dua obat atau lebih digunakan secara bersama-sama, interaksi obat juga biasa terjadi dengan makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Istilah narkotika berasal dari kata “narkose” yang artinya membius, namun demikian narkotika bukan obat bius. Dalam klinik narkotika digunakan untuk analgetik dan antitusif.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam medis obat golongan psikotropik sering disebut sebagai obat keras tertentu. Psikotropika dapat menimbulkan ketergantungan, namun psikotropika yang digunakan untuk pengobatan sangat kecil kemungkinannya, lebih-lebih jika digunakan sesuai aturan.
Salah satu contoh obat golongan narkotika yang sering diresepkan adalah kodein. Kodein biasa digunakan untuk penanganan batuk kering dan biasanya dikombinasikan dengan obat-obatan lain. Seperti pada resep dibawah ini. Kodein diresepkan dengan Rhinos SR®.
[caption caption="Contoh resep yang mengandung obat golongan narkotika"][/caption]
Rhinos SR® adalah obat yang digunakan untuk mengatasi masalah hidung tersumbat, bersin, rinore dan lakrimasi yang menyertai flu atau salesma, rinitis alergi dan rinitis vasomotor. Komposisi Rhinos SR® diantaranya adalah loratadine 5 mg, pseudoephedrine HCl 60 mg.
Dilansir dalam Medscape.com bahwa kandungan pseudoephedrin HCl (MAO Inhibitor) pada obat Rhinos SR® ini menyebabkan penurunan efek sedasi. Sedangkan kodein dapat menyebabkan peningkatan efek sedasi. Sedasi sendiri dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan depsresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. Hal ini tentunya menimbulkan efek yang berlawanan sehingga perlu dilakukan monitoring dalam penggunan bersama kedua obat tersebut.
Untuk obat-obat golongan psikotropika yang paling sering diresepkan adalah phenobarbital (Luminal) yang dikombinasi dengan obat-obatan lain. Phenobarbital merupakan psikotropika golongan III. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika golongan III merupakan psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Dalam penggunaan terapi, phenobarbital diindikasikan sebagai anti konvulsan yaitu obat untuk meredakan aktivitas kelistrikan yang berlebihan di dalam otak dan dengan demikian, membantu mencegah timbulnya kejang yang biasanya dialami oleh penderita epilepsi. Seperti pada resep dibawah ini terdapat luminal (phenobarbital) yang dikombinasi dengan beberapa obat diantarnya adalah Erysanbe®, Epexol®, dan Methylprednisolone. Kombinasi keempat obat memungkinkan adanya interaksi antar obat tersebut.
[caption caption="Resep dari salah satu rumah sakit swasta di Makassar"]
[/caption]
Luminal (Phenobarbital) akan menurunkan kadar atau efek Erysanbe® (Erytrhomicyn) dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 dihati/intestinal. Kemungkinan terjadi interaksi yang berbahaya sehingga harus dimonitor penggunaannya. Alternatif lain dapat digunakan jika tersedia. Mekanisme interaksi lain yang tidak signifikan antar kedua obat ini juga dapat terjadi. Phenobarbital menurunkan efek erytrhomicyn melalui peningkatan pengeluaran erytrhomicyn melalui urin.
Selain itu, Luminal (Phenobarbital) juga akan menurunkan kadar atau efek Methylprednisolone dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 dihati/intestinal dan melalui efflux transporter P-glikoprotein (MDR1). Kemungkinan interaksi yang signifikan terjadi sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap penggunaannya.
Obat yang secara signifikan menimbulkan interaksi adalah Erythtomycin dengan Methylprednisolone. Erythromycin akan meningkatkan kadar atau efek methylprednisolone dengan effluks transporter glikoprotein (MDR1) sehinnga perlu dimonitor penggunaannya. Mekanisme interaksi lain yang mungkin terjadi adalah erythromycin meningkatkan kadar methylprednisolone dengan menurunkan metabolisme methylprednisolone. Namun interksi ini tidak signifikan atau kemungkinan kecil terjadi.