"Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu." (Ki Hajar Dewantara)
Sejak tahun 1999 berhadapan dengan siswa bukanlah waktu yang sebentar, beragam kejadian yang kita hadapi merupakan pengalaman berharga ketika kita berhadapan dengan masalah yang timbul serta penyelesaiannya pada proses mendidik dan mengajar. Sebagai guru SBK pada tahun 1999 di salah satu SD Negeri yang terbilang cukup favorit adalah merupakan tantangan yang sangat besar. Jumlah kelas pararel saat itu terdiri dari 3 rombel masing-masing tingkat dengan jumlah siswa perkelas diatas 40 siswa dan jam mengajar dibagi menjadi 2 shift kelas pagi dan siang.Â
Usia saat itu masih terbilang muda sehingga mampu mengajar penuh seluruh kelas. Cara berhadapan dengan siswa pun memiliki gaya yang berbeda. Ketika mengajar di kelas rendah sebagai guru SBK harus lebih ekspresif dalam menyampaikan serta mempraktekan beragam bentuk dasar menggambar, mengenalkan keterampilan seni kriya, dasar-dasar musik mengenalkan beragam bunyi dan gerakan dasar tari.Â
Untuk di kelas atas penyampaian materi lebih ke apikasi mulai dengan mempraktekan secara individu dan kelompok baik seni musik, gambar bentuk, ragam hias, kriya serta bentuk keterampilan yang bahkan diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya.Â
Karena aku menguasai beragam keterampilan seni maka kegiatan di kelas seringkali riuh dengan aktifitas dalam kegiatan praktek dan hal ini membuat beberapa guru saat itu menyatakan bahwa aku kurang mampu menguasai kelas saat pelajaran SBK berlangsung. Mendapat beragam kritik dari beberapa guru, akhirnya aku mengusulkan dan meminta persetujuan kepala sekolah pada waktu-waktu tertentu saat kegiatan praktek untuk mengajak anak-anak belajar di luar kelas dengan memanfaatkan lapangan atau aula.Â
Alhamdulillah kepala sekolah menyetujui dan melihat anak-anak sangat antusias saat melakukan pembelajaran di luar kelas. Namun masih ada pertentangan dari guru bahkan orangtua murid. Bahkan meremehkan bahwa pelajaran SBK bukanlah pelajaran yang penting. Namun hal ini tidak membuatku mundur sebagai guru mata pelajaran SBK.
Pada tahun pelajaran yang sama di tahun 2000 setelah cuti dari melahirkan kembali aku mengajar dan mengajukan diri untuk membimbing dan melatih anak-anak yang akan mengikuti lomba siswa teladan. Dari beberapa kandidat yang dipilih oleh guru kelas masing-masing yang merupakan peringkat terbaik di kelas. Aku memilih 2 orang siswa dan salah satunya bukan merupakan kandidat terpilih, beberapa guru protes dan menyatakan bahwa anak tersebut memiliki nilai terendah di kelas, aku berusaha meyakinkan bahwa anak ini memiliki keunikan dan kelebihan.Â
Alhasil dia mendapat juara. Selama proses membimbing, anak tersebut menunjukan antusias yang luar biasa bahkan mengajukan beberapa ide saat merancang diorama penampakan alam menggunakan bubur kertas. Â Ketika kutanyakan apa hubungan diorama penampakan alam tersebut dengan seluruh mata pelajaran. Dengan lancar dia mengaitkan elemen pada diorama dengan seluruh mata pelajaran serta materi yang telah diperoleh selama proses belajar di kelas.Â
Dari pengalaman tersebut kita selaku pendidik tidak bisa menilai kemampuan siswa dari satu aspek saja. Banyak hal yang harus kita pahami dan pelajari beragam keunikan yang dimiliki siswa. Pada tahun 1999-2000 pembelajaran berdiferensiasi belum dikenal secara luas. Namun dengan mengajar 18 rombel merupakan pengalaman luar biasa bahwa tanpa disadari pembelajaran diferensiasi sudah diterapkan walau belum secara utuh sesuai konsep.
Hal yang dapat saya pelajari ketika berhadapan dengan siswa adalah memahami kebutuhan siswa, siswa di tingkat sekolah dasar membutuhkan wadah untuk menunjukan ekspresi mereka. Karakter yang sudah terbentuk dari lingkungan rumah akan terbawa ke lingkungan sekolah. Disinilah peran pendidik membangun kontrol diri dari masing-masing karakter dengan menerapkan kesadaran diri bagaimana saat mereka berkomunikasi dan berhubungan dengan sesama siswa, guru dan lingkungan sekolah.
Kita tidak dapat menerapkan gaya mengajar atau strategi yang sama dalam satu lingkup satuan pendidikan, masing-masing kelas pasti memiliki keunikan sendiri. Dengan mempraktekan maka kita akan semakin paham bagaimana cara kita berhadapan dengan beragam keunikan dari siswa dengan tetap menerapkan nilai-nilai kebajikan untuk membentuk budi pekerti, cipta, karsa dan karya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H