Mohon tunggu...
Sofa Nurdiyanti
Sofa Nurdiyanti Mohon Tunggu... Editor - Full time mom and dad of Kochi

Too good to be true

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Mencintaimu dengan Rasa Syukurku, Bunda

4 September 2013   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:21 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penasaran dengan kepribadian Bunda, aku mulai mencari tahu pendapat kakak angkatan yang sudah pernah berinteraksi. Informasi yang kuperoleh cukup menarik, Bunda terkenal tegas alias galak saat bimbingan hehe…. Bunda juga yang mendukung berdirinya Eksissebuah wadah jurnalistik di Fakultas Psikologi. Beliau membantu dengan segala upaya saat kepercayaan belum tumbuh akan arti penting Eksis di Fakultas Psikologi. Aku semakin bersemangat apalagi aku juga turut bergabung di Eksis dan belajar banyak saat bergabung.

Semangat menyala di awal perkenalan kita pun ternyata tak membuat mudah proses yang aku jalani. Semenjak mata kuliah seminar, aku mulai mengerjakan penelitian. Proposal yang aku siapkan saat seminar terasa mentah sekali. Coret sana-sini, ganti judul lagi, itu yang engkau sarankan padaku. Meski belum mendaftar penelitian skripsi secara resmi, engkau telah membimbingku di sela-sela kesibukanmu. Mencoba mengajariku dengan sabar sesuai kapasitasku.

Penelitian saat seminar berakhir, berlanjut di semester terakhir yang Ndoro Kakung berikan padaku. Aku sudah berusaha semampuku, di semester tujuh aku sudah mengambil semua mata kuliah yang wajib maupun pilihan. Jumlah sks sudah melebihi syarat yang diperbolehkan untuk skripsi. Hal ini dikarenakan, aku selalu mengambil sks maksimal di setiap semester. KKN pun aku ambil tanpa pikir panjang di semester lima. Aku menghabiskan libur Natal untuk KKN padahal belum waktunya angkatanku mengambil KKN. Mahasiswa psikologi angkatan 2006 yang ikut KKN hanya aku dan Liem. Semua sudah di batas yang aku upayakan, tapi cahaya keyakinanku mulai memudar.

Stres menghadapi tenggat waktu kuliah yang semakin sedikit membuatku semakin berusaha keras menyelesaikan penelitian. Ancaman uang kuliah berhenti saat semester delapan sukses membuatku pontang-panting berpikir mengenai strategi kalau-kalau aku lulus tidak tepat waktu. Stres coba kuhilangkan. Aku mengikuti kegiatan yang menambah pengalamanku saat di kampus. Sembari menyelesaikan skripsi di sela-sela bekerja part time di dua tempat, P2TKP (Pusat Pelayanan Tes, dan Konsultasi Psikologi) dan Mitra Perpustakaan Kampus Paingan.

“Terakhir kita ketemu, teorinya sudah ditambahkan ya? Sepertinya judulnya kurang sesuai ya, diganti saja lagi. Teorinya juga coba dicari lagi, ya, Nur,” entah untuk ke berapa kali Bunda menyuruhku mengganti dasar teori lagi, mengganti judul lagi, dan mengulangnya dari awal. Tapi berhubung aku belum daftar skripsi, itu bukan masalah besar bagiku. Biasanya setiap habis bimbingan dari rumah Bunda aku segera ke warnet, menghabiskan berjam-jam untuk menyelidiki teori-teori dan kasus yang terjadi di negara lain. Jurnal-Jurnal itu kucoba lahap dengan kemampuanku yang pas-pasan. Kamus Bahasa Inggris yang aku bawa tiap ke warnet dan Google Translate yang semakin mengacaukan pemahamanku hehe….

Aku tak pernah menangis sekali pun di depanmu saat bimbingan, Bunda. Aku berusaha tabah melihat banyak coretan dan judul skripsi yang terus mengalami perbaikan. Aku tak pernah mangkir saat jadwal bimbingan meski terasa sulit karena aku berusaha memenuhi janji. Hanya satu hal yang tak pernah kuberitahu padamu, sering aku mimpi bimbingan skripsi bersamamu Bunda hehe…. Adikku menjadi saksinya. Dia selalu membangunkanku saat aku meracau dan bicara banyak hal saat tertidur tentang skripsiku. Aku bahkan bermimpi bisa Bahasa Inggris dalam semalam karena  khawatir akan presentasi di depan Prof. Kimiaki Nishida.

“Nur, aku masak dulu, ya? Kamu bacain dulu perkembangan penelitianmu sampai mana. Aku baru pulang, jadi baru masak buat Bapak.” Aku tercengang mendengarnya. Peristiwa ini merupakan hal baru yang kutemui saat bimbingan skripsi. Sebagai seorang perempuan yang berprestasi dan melanglang buana ke negara lain ternyata tak melunturkan kepribadian sebagai wanita Jawa sekaligus istri yang berbakti kepada suaminya. Bakti yang dilaksanakan dengan penuh kegembiraan menikmati peran sebagai istri bukan karena budaya patriarki yang kuat, melainkan sikap melayani dan menyadari kodrat sebagai seorang istri yang begitu mencintai suaminya.

Dua semester berusaha, aku mulai menyerah. Kuesioner sudah disebar, tapi merapikan bab demi bab terasa sulit. Aku tak pernah menghindar dari jadwal bimbingan dengan Bunda selagi ada. Aku ingin cepat lulus. Apalagi kesempatan bimbingan bersama Bunda semakin berkurang di sela-sela kesibukannya penelitian hingga ke luar negeri. Kemalasanku mulai tumbuh, berusaha menghindar, hingga memutuskan ingin berpindah dosen.

Entah karena apa, di hari aku ingin memutuskan bicara dengan Bunda ingin berhenti. Malam sebelumnya Bunda malah menelponku, memberiku harapan, menyuruhku daftar skripsi. Selama seminggu aku dan teman-temanku ditemani Bunda untuk bimbingan setiap hari hingga larut malam. Komitmennya untuk membantu kami tak diragukan lagi hingga akhirnya aku dan teman-temanku bisa lulus menjadi Sarjana Psikologi.

“Kapan sepedaan ke rumah lagi? Ditunggu ya?” itu kalimatmu yang senantiasa kuingat di atas panggung di hari wisudaku. Hari di mana segala kebahagiaanku memuncak, rasa terima kasihku pun memenuhi udara lewat tatap mata kita yang sesaat diiringi senyum kebahagiaanku. Aku berbangga karena dosen pembimbing akademikku menjadi Dekan Fakultas Psikologi yang juga mewisudaku, Dr. Christina Siwi Handayani. Penelitian payungku yang kacau pun tak pernah kau salahkan. Engkau terus memberi dukungan.

Lulus kuliah dan merantau hubunganku dan Bunda tak terlepas dari note kecil yang aku tautkan. Dukungan Bunda pada semangatku untuk menulis dan mengembangkan minat begitu besar. Lama tak mendengar kabar, aku mendapat kabar gembira, Bunda melahirkan putra pertamanya. Jagad menjadi kado terindah yang diberikan Tuhan di usiamu yang tak lagi muda dan berisiko tinggi saat melahirkan. Lengkap sudah pernikahan bahagia yang Bunda jalani bersama dengan suami tercinta, ada buah hati yang semakin menyemarakkan kehidupan Bunda. Aku turut bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun