Mohon tunggu...
R. Anis Nurdina
R. Anis Nurdina Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah bekerja sebagai editor. Mulai belajar menulis dengan bergabung di beberapa komunitas. Saat ini bekerja sebagai freelencer dan mengelola bisnis batik online.

Selanjutnya

Tutup

Book

Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian, Sebuah Seni Menikmati Kesendirian

5 Januari 2025   07:17 Diperbarui: 5 Januari 2025   07:25 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian - The Art of Solitude
Penulis: Desi Anwar
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Kedua, Maret 2021
Tebal buku: x + 221
ISBN: 978-602-06-4960-3
ISBN digital: 978-602-06-4961-0

Buku yang merupakan kumpulan renungan dan pikiran acak yang ditulis Desi Anwar di masa pandemi ini,  awalnya dijadikan referensi untuk mengatasi 'siksaan kesendirian' pada masa-masa karantina selama pandemi.

Di masa sekarang, setelah pandemi berlalu, buku ini juga bisa kita gunakan sebagai panduan dalam berinteraksi dengan diri sendiri. Menyegarkan pandangan-pandangan kita tentang hidup dan kehidupan. Mengapa kita perlu membaca buku ini? Antara lain karena alasan berikut.

Desi Anwar membuka bukunya dengan Pendahuluan tentang pentingnya mengembangkan seni berdialog dengan diri sendiri. Seni menghadapi kesendirian yang tidak menyiksa, tetapi sebaliknya,  justru bisa menyembuhkan.

Desi Anwar mengajak kita benar-benar menyelam dalam diri kita sendiri. Memahami kepribadian dan pemikiran kita secara jujur. Hal ini dijelaskan secara detail dalam tiga bab pertama: Orang di Cermin, Nikmatnya Melamun dan Seniman Batin.

Buku ini terbagi menjadi beberapa bab. Ada beberapa bab yang saling terkait, seperti bab "Mesin Cerdas," yang membahas teknologi kecerdasan buatan dan pengaruhnya terhadap pikiran dan kehidupan manusia. Bab ini diikuti oleh "Pemikiran tentang Kecerdasan Mesin" dan "Apakah Kita Masih Akan Tetap Berguna?" yang memperluas pembahasan tentang bagaimana teknologi membentuk cara kita memandang dunia dan diri sendiri. Hubungan ini memberikan alur yang runtut dan memperkaya pemahaman kita tentang dampak teknologi pada kehidupan modern. Dan ada juga bab yang terpisah dengan bab sebelum dan sesudahnya. Misal pada judul "Konsekuensi yang Tak Diinginkan - Aturan Ego". Tetapi, jika kita baca secara tuntas, keseluruhan bab sebenarnya saling terkait.  

Desi Anwar membahas berbagai macam hal tentang keseharian kita, mulai dari hal-hal yang sederhana namun reflektif, seperti dalam bab "Nikmatnya Melamun". Hingga masalah mendasar dan krusial, seperti "Pencarian Makna" dan "Makna Hidup". Dengan demikian, ada bagian yang bisa kita baca sambil lalu karena begitu ringannya, tetapi di bagian lain kita akan diajak mendalami topik yang kompleks dan menggugah pikiran. Namun, secara keseluruhan buku ini menawarkan perspektif yang segar dan mendalam.

Sebagai buku yang tergolong self-development, Desi Anwar berhasil dengan cermat mengajak kita memilah persoalan-persoalan sebagai diri pribadi maupun makhluk sosial. Kekawakan Desi Anwar dalam dunia jurnalis tidak perlu diragukan lagi. Sebagai jurnalis senior di CNN Indonesia dan Metro TV, Desi menarasikan dengan gaya yang mengalir dan membumi, tanpa kesan menggurui. Gaya Desi Anwar yang membumi tampak dalam pembahasannya tentang "Individualisme" dan "Realitas", di mana ia mengubah hal sederhana yang sudah kita pahami sehari-hari menjadi momen refleksi yang penuh makna.

Kekuatan buku ini terletak pada kedalaman penggambaran perjalanan memaknai hidup dan hakikat pencapaian sebenarnya.

Kelemahan dalam buku ini menurut saya terletak pada beberapa pembahasan terasa bertele-tele dan tidak langsung menuju inti, seperti dalam bab 'Menertibkan Hidup, Menertibkan Pikiran,' yang meskipun bermakna, dapat disajikan lebih ringkas.

Dalam kehidupan yang standar suksesnya hanyalah diukur dari apa-apa yang kita miliki, jalani, dan mampu dicapai, buku ini meletakkan kembali makna hidup sebenarnya. Mengutip bab "Makna Hidup" dalam buku ini: 

'Hidup adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan diri kita menjadi manusia terbaik yang bisa kita wujudkan dalam situasi apapun yang kita alami dalam hidup ini. Perjalanan seumur hidup yang tujuannya adalah kearifan, yang hadiahnya adalah pencerahan'.

Secara keseluruhan, buku ini adalah pendamping yang cocok bagi siapa pun yang ingin menemukan ketenangan di tengah kesibukan dunia. Terutama di masa kini, ketika kita hidup di zaman yang serba tergesa-gesa. Begitu banyak hal yang membuat kita sibuk, penuh distraksi dan menuntut perhatian. Desi Anwar dengan gaya narasinya yang santai berhasil menyampaikan pesan mendalam tentang seni hidup yang bermakna. Buku ini tidak hanya memberikan perspektif baru tentang hidup, tetapi juga menginspirasi pembaca untuk lebih mengenal diri sendiri dan menemukan kebijaksanaan dalam kesendirian. Membacanya adalah sebuah perjalanan refleksi yang layak ditempuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun