Sebagaimana kita ketahui Indonesia memiliki potensi ekonomi maritim yang mumpuni, panjang pantai Indonesia nomer dua di dunia. Indonesia memiliki jalur pelayaran penting bagi dunia, yaitu ALKI 1, AKLI 2, dan ALKI 3, dimana pada AKLI 1 terdapat selat yang penting bagi perdagangan dunia yaitu Selat Malaka, yang merupakan salah satu dari tiga jalur pelayaran tersibuk dan penting yang dimiliki dunia saat ini, sebagai gambaran saat ini dunia memiliki tiga jalur pelayaran yang sangat penting dan padat yaitu Selat Malaka, Terusan Panama dan Terusan Suez.Â
Selat Malaka, terletak antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik. Selat Malaka menjadi selat tersibuk di dunia dengan kurang lebih 95.000 kapal per tahun (2017) dan diperkirankan akan mencapai 150.000/tahun pada tahun 2020.
Saat ini dalam hal kepemilikan kapal Indonesia berda di urutan ke-22 berdasarkan data yang di keluarkan oleh United Nation Conference on Trade and Development pada akhir 2017, dengan jumlah kapal sebanyak 1.840 dengan total kapasitas sebesar 18.951.500 dwt, yang bernilai sekitar 6.613 juta dolar atau sekitar 89 trilyun rupiah, dalam hal ini Indonesia menyumbang 0.95% dari total dunia.
Berdasarkan data ini diperkirakan akan terus terjadi peningakatan jumlah armada nasional, data terakhir tahun 2017 sebesar 20.144.000 dwt dan diprediksikan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 25.000.000 dwt.
Berdasarkan data yang ada, jenis kapal yang mendominasi adalah jenis kapal tanker lalu kapal jenis general kargo yang pada tahun 2015 disusul oleh jenis kapal lainnya. Namun dari sisi pertumbuhan, jenis kapal kontainer mengalami kenaikan yang cukup besar dari tahun 2005 yang hanya sekitar 246.000 dwt menjadi 1.784.000 dwt pada tahun 2017 dengan kenaikan sebesar 725.2% selama 11 tahun dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 65.95 % per tahun. Kenaikan ini merupakan dampak dari Inpres Inpres 5/2005 tentang Asas cabotage yang kemudian di pertegas dalam Undang-undang 17/2008 tentang Pelayaran.
Ekonomi Maritim Indonesia Ke Depan
Indonesia dengan potensi ekonom maritime yang besar seharusnya mampu memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan perkembangan ekonomi maritime dunia yang ada saat ini, ada baiknya kita dapat mengambil berbagai peluang yang ada. Saat ini pemerintah sedang genjar menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, salah satu langkahnyatanya adalah dengan keluarnya No 82 Tahun 2017, yang didalamnya mewajibkan kegiatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), batu bara dan beras menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional, hal ini akan dapat membangkitkan pelayaran nasional dan asuransi maritim nasional.
Namun kebijakan ini perlu juga di antisipasi terhadap ketersedian kapal berbendera nasional dan kemampuan asuransi maritim nasional yang mumpuni baik dari sisi pelayanan, SDM, lembaga keuangan dan infrastruktur pelabuhan dan industri galangan kapal. Dengan adanya trend pertumbuhan pelayaran dunia dan nasional maka akan semakin banyak dibutuhkan kapal baru, dimana peluang ini harus di tangkap oleh industri galangan kapal nasional, paling tidak untuk kebutuhan kapal baru berbendera nasional sebaiknya dapat dipenuhi oleh industri galangan kapal nasional.
Industri galangan kapal maupun industri jasa asuransi maritim memerlukan modal yang cukup besar sehingga wajib didukung oleh lembaga keuangan dan perbankan. Industri perbankan juga harus menyiapkan infrastrukturnya, mekanisme dan menyiapkan SDM yang cakap dalam menangani industri maritim yang karakteristinya sangat berbeda dengan indutri yang biasanya.