6. Telat informasi
Sekolah di pedalaman sulit mendapatkan informasi. Informasi didapat biasanya bila kepala sekolah "naik" ke kota dan singgah ke kantor dinas pendidikan atau UPTD nya. Dan ini tidak bsa sering-serng dilakukan karean butuh biaya dan perjalanan yang lama. Sosiasliasi atau apapun bentuknya, yang dari Dinas atau kota pun jarang sekali turun ke sekolah pedalaman, apalagi kalau musim hujan seperti sekarang ini, kita akan kerepotan menuju sekolah di sana. Makanya wajar kalau guru di pedalaman belum tahu bagaimana teknis pelaksanaan penilaian kienrja guru, belum tahu bagaimana membuat laporan pengembangan diri, dan lain-lain.
7. Siswa membantu kerja orang tua
ini persoalan yang paling umum, Siswa di sekolah pedalaman memang menjadi tenaga kerja pembantu orang tua yang umumnya berprofesi sebagai petani (didaerah dataran tinggi) atau nelayan (di pesisir/pulau). Pada saat-saat tertetnu anak memang tidak masuk sekolah karena harus membantu ayah di ladang, kebun atau sawah. Pihak sekolah tidak bisa melarangnya dan terpaksa memberikan izin pada siswa.
Kita belum bicara pada factor guru, Komptensi dan kualifikasi akademiknya. Dan tentu masih banyak peroslan lain lagi yang ada di pedalaman. Begitu banyaknya persoalan di pedalaman ini semoga menjadi masukan bagi pak menteri pendidikan menengah yang juga tentunya sudah sangat faham kondisi ini. Maklum, beliau adalah tokoh gerakan Indonesia mengajar yagn tersohor. Apapun kurikulum yang akan pak menteri tawarkan pastinya belum menjadi prioritas bagi sekolah di pedalaman untuk melaksanakannya. Mereka masih berkutat dengan persoalan-persoalan mendasar yang dibutuhkan bagi keberlangsungan sebuah sistem pendidikan di unit terkecilnya "sekolah".
Semoga ada perubahan perbaikan khususnya buat sekolah-sekolah pedalaman di Aceh Timur.
Salam Pendidikan