Mohon tunggu...
Nurdin Al Ashari
Nurdin Al Ashari Mohon Tunggu... -

mohon kritik dan sarannya ^_^

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cinta yang Tak Bisa Dimiliki

9 Oktober 2015   09:37 Diperbarui: 17 Oktober 2015   07:58 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Aku pun tak tau kenapa aku seperti ini? Setiap orang mencari belahan jiwa yang cocok dengan berpacaran bersama si ini atau si itu. Bahkan ketika bertanya pada sebagian orang tentang jumlah berpacaran, tak sedikit mereka menjawab dengan angka yang lebih dari dua. Sementara aku, aku selalu terpaku hanya pada satu orang saja bahkan ketika dia menjadi milik orang lain pun aku tetap mencintainya. Cerita yang satu ini terbilang parah menurutku.

Aku seorang pria. Aku kerja di salah satu perusahaan di Jakarta. Teman-teman kerjaku memanggilku Sam (dibaca: Sem) padahal nama asliku Samsudin. Menurut pendapat teman-temanku namaku terlalu kampungan jika dibandingkan dengan bentuk fisikku. Semuanya berawal ketika jam makan siang, kami berkumpul di salah satu kantin dan diantara mereka berkata, “Samsudin, lu itu tampan, keren, badan lu juga atletis, berotot tapi kok namanya Samsudin. Ngga cocok banget sama casing-an lu. Tampang kaya lu itu harusnya namanya Richard, Leo, Thomas, atau minimal Indra, Erik, atau Andre gitu.”

Aku pribadi tidak terlalu memikirkan apa yang mereka katakan, karena aku cukup bangga dengan nama yang Ibuku berikan. Tetapi anehnya justru mereka yang mempermasalahkan namaku. Pada akhirnya, “Karena Samsudin itu menurut kita ngga cocok dengan diri lu, gimana kalau kita panggil lu dengan panggilan Sam (dibaca Sem)?” karena mereka yang waktu itu berkumpul di kantin setuju maka sejak itulah aku dipanggil Sam oleh mereka dan lama kelamaan panggilan itu diikuti oleh karyawan yang lain. Jadilah nama panggilanku Sam.

***

Pukul 07.30 aku sudah sampai di maja kerjaku. Sebenarnya masih malas untuk kerja, mungkin karena efek libur panjang jadi ketika libur habis dan masuk kerja, bawaannya males-malesan. Tetapi kewajiban tetap kewajiban, harus dilaksakan dengan baik. Begitu kata guru kewarganegaraanku ketika aku masih SMA dulu. Aku melihat sekeliling ruang kerjaku. Suasananya masih sepi hanya ada mang Udin yang sedang mengepel lantai bagian depan ruangan. Ruang kerjaku terdiri dari beberapa meja, dua meja untuk staf administrasi, dua meja untuk staf keuangan, dimana setiap meja disekat oleh gypsum dan kaca. Bagian depan digunakan untuk meja Front line yang di samping meja front line itu terdapat ruang tunggu. Selebihnya ruang kerja karyawan lain ada di lantai dua. Aku bekerja sebagai staf administrasi perusahaan yang dibantu oleh karyawati bernama Putri.

Setelah ditinggal liburan selama 6 hari meja kerjaku terlihat berantakan dan sedikit berdebu. Karena risih aku pun membereskan ketidakrapihan ini. Sedang asik membereskan meja kerja, seseorang menepuk pundaku, “Hai sam!”

Aku pun membalik badan dan berteriak, “HAI.” Spontan aku memeluknya namun seketika itu juga aku melepas pelukanku. Jantungku berdegup kencang, entah karena senang bertemu dia atau malu karena tiba-tiba memeluknya.

“Apa kabar?” tanyaku menghilangkan salah tingkah.

“Alhamdulillah sehat. Lu sendiri?”

“Alhamdulillah sehat juga. Kemane aje lu?” senyum bahagiaku semakin mengembang dan percakapan ringan pun terjalin.

Dia orang yang aku cintai. orang yang selalu membuat aku deg-degan setiap melihatnya. Dia selalu indah dimataku walaupun secara fisik dia terlihat gemuk. Gesture tubuh dan cara bicaranya membuat aku selalu betah di dekatnya. Apapun topik pembicaraan yang kami bicarakan selalu asyik bagiku. Aku mengenalnya dengan baik bahkan melihat dia berjalan dari kejauhan pun aku langsung tahu bahwa itu adalah dia. Dia yang selalu membuat aku sulit untuk berpaling kepada yang lain. Ingin sekali aku memeluknya setiap kali bertemu dengannya, tetapi aku tidak bisa melakukan itu karena dia sudah milik orang lain. Dia sudah menikah.

“Hoi…” Dia memukul lenganku seketika, “ko lu ngelamun?”

Aku hanya bisa menjawab dengan, “Hehehehe.”

“Tempat kerja itu buat kerja bukan buat ngelamun.”

“Iye iye, bang Jonny selalu bener daaah.” Kami pun tertawa lepas, memberikan warna awal yang indah untukku.

Ya, nama orang yang aku sayangi adalah Jonny. Dia pria berusia 31 tahun dan memiliki anak satu. Aku sadar dan paham yang aku lakukan dan aku rasakan adalah hal yang dilarang dari segala pandangan. Menurut ilmu sosiologi, aku termasuk pelaku biseksual yang merupakan pelaku penyuka sesama jenis dan juga penyuka lain jenis. Penyimpangan seksual yang seratus persen pelakunya tak mungkin berpasangan dengan orang yang sesama jenis. Sementara menurut pandangan agama, aku adalah pelaku orang yang dilaknat oleh Tuhanku, yang pada dasarnya baik dia sudah nikah atau belum nikah, sesama jenis tidak boleh bersatu atau bahkan berpasangan pun tidak boleh.

Rasa cinta yang aku rasakan terhadap Bang Jonny ini muncul layaknya ketika aku jatuh cinta dengan seorang wanita. Aku tidak bisa mencegahnya. Pada awalnya aku tidak ingin menerima keadaan ini tetapi semakin aku memberontak dan menyangkal maka rasa ini semakin menjadi. Hingga akhirnya aku menyerah dan perlahan menerima keadaan. Aku biarkan rasa cinta ini terus tumbuh walaupun tahu bang Jonny seratus persen tak bisa aku miliki.

Setiap aku ingat bahwa aku adalah pelaku biseksual, aku selalu terpaku dalam lamunan. Apa yang terjadi padaku di akhirat nanti? Apakah aku akan mendapatkan tempat yang lebih baik di hari akhir? Ataukah aku kekal berada diseburuk-buruknya tempat? Jawabannya aku tidak tahu.

Saat ini yang bisa aku lakukan selain menerima kenyataan, aku harus tetap berada di lingkungan yang baik, bergaul dengan orang yang baik, dan berusaha agar aku tidak terjerumus lebih jauh lagi. Aku tidak ingin melangkah menuju dosa yang begitu dalam. Aku tetap berusaha mohon ampun, berharap mendapatkan hidayah dari-Nya. Berat memang tetapi jika aku putus asa maka aku akan menemui jalan buntu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun