Mohon tunggu...
Nurdin Al Ashari
Nurdin Al Ashari Mohon Tunggu... -

mohon kritik dan sarannya ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengalamanku yang Horor

30 April 2014   17:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:01 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku suka sekali nonton film horor tapi aku tidak suka mengalami kejadian horor itu secara langsung. Namaku Harris, aku seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu kampus negeri di daerah Bandung. Inilah kejadian horor yang aku maksud.

Malam ini aku mengajak sahabat-sahabatku, Reza dan Robi untuk menonton film pocong di salah satu bioskop yang ada di Bandung. Aku mengajak mereka menonton pukul sembilan malam. Awalnya sahabat-sahabatku itu tidak setuju untuk menonton semalam itu. Tetapi aku memaksanya untuk bergabung dengan alasan, “Semakin malam kan semakin seru. Lebih kena suasananya. Lagian berangkatnya juga ngga sendirian. Tambah lagi itung-itung refresh otak kita lah, pasti butek kan setiap hari ngadepin skripsi mulu.” Berbagai alasan aku berikan kepada mereka hingga akhirnya mereka pun menyerah dan mau juga untuk pergi nonton.

Selesai shalat isya kami pun berkumpul dan langsung berangkat menuju bioskop dengan menggunakan angkot. Maklum namanya juga mahasiswa jadi harus pintar-pintar menghemat uang. Sebelum sampai ke jalan raya, kami harus berjalan kaki melewati gang-gang sempit yang dibatasi oleh tembok tinggi. Di balik tembok itu adalah kuburan rakyat yang luasnya sekitar setengah hektar. Penerangan sepanjang gang sempit itu hanya ada satu lampu yang menggantung di tembok tersebut sehingga suasananya sedikit mencekap. Keluar dari gang itu didapati daerah penduduk yang cukup ramai dan butuh sepuluh menit untuk mencapai jalan raya. Sesampainya di jalan raya kami pun langsung mengambil angkot hijau yang akan mengantarkan kami ke bioskop yang kami maksud. Seperti angkot pada umumnya yang selalu ngetem menunggu penumpang hingga penuh. Singkat cerita kami sampai di bioskop pukul 08.45 dan harus menunggu 15 menit lagi untuk memulai filmnya. Kami memanfaatkan waktu itu untuk membeli cemilan sebagai teman menonton.

Satu setengah jam sudah kami di dalam theater. Aku lirik jam tanganku yang sudah berada di posisi 10.30 malam. “Wah semalem ini angkot masih ada ngga ya?” tanyaku pada Reza. Reza hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Di depan Mall kami diam menunggu angkot. Suasana jalan sudah mulai sepi, hanya tiga atau empat mobil saja yang lewat. Jam-jam segini angkot memang sudah jarang yang lewat sehingga perlu menunggu lama untuk mendapatkan angkot yang dimaksud. 30 menit ke depan akhirnya kami pun mendapatkan angkot. Karena sudah malam sehingga kondisi jalan pun tak semacet seperti biasanya, hanya butuh 20 menit untuk sampai di daerah tempat tinggal kami. Aku lirik Reza dan Robi yang duduk di sampingku, mata mereka sudah setengah melek. Wajar sekarang sudah hampir setengah 12 malam, waktu yang tepat untuk tidur di kasur masing-masing.

Suasana penduduk sudah mulai sepi. Hanya satu atau dua orang saja yang lewat, itu pun menuju pos jaga karena mereka kebagian jadwal ronda malam ini. Suasana semakin seram ketika kami melewati gang sempit itu. Gang yang memiliki satu penerangan. Gang yang di sebelah tembok itu adalah kuburan. Entah karena aura tempatnya atau efek film pocong yang masih melekat dipikiranku yang membuat suasana menjadi horor. Sebelum masuk gang itu aku memutuskan berjalan di posisi terdepan. Setengah perjalanan tiba-tiba aku terdiam.

“Aduh kenapa tiba-tiba berhenti sih?” keluh Robi yang menabraku dari belakanng. Aku tak menjawab tetapi mengisyaratkan tanganku ke arah depan. Terlihat sosok gelap berada di depanku. Entah itu berjalan mendekat atau hanya berdiri terdiam di sana.

“Aaaah itu paling orang yang mau ke poskamling.” Komentar Robi yang sudah merasa mengantuk dan ingin buru-buru sampai ke kosannya, Robi pun menarik tubuhku dan membiarkan dirinya berjalan di depanku tanpa memperdulikan orang yang tadi aku lihat.

“Mana?? Ngga ada siapa-siapa?” katanya padaku setelah keluar dari gang itu. Sementara aku hanya diam membisu dan berucap dalam hati, ‘perasaanku aja kali ya.’

Kami pun berpisah dan menuju kosannya masing-masing. Sesampainya di kosan, aku langsung membantingkan diri ke kasurku yang empuk. Kosanku memiliki tiga sekat. Bagian depan ruang TV, bagian tengah ruang tidur, dan bagain belakang kamar mandi plus dapur. Aku punya motor yang aku simpan di ruang depan dan sepedah di ruang tengah, sehingga kendaraan-kendaraan itu cukup membuat sesak ruang depan dan tengah. Satu menit, dua menit, tiga menit, rasa kantuk pun semakin menyerang mata tetapi perasaan ingin buang air tak bisa dielakkan. Dengan rasa malas aku berjalan guntai ke arah kamar mandi. Selang beberapa detik lampu mati. “Ya ampun make mati lampu segala sih.” Kataku sebal. Di atas kamar mandi ada lubang kecil berbentuk persegi yang dilapisi kaca sehingga ada sedikit cahaya rembulan masuk ke dalam ruang belakangku, tetapi karena mataku belum menyesuaikan suasana gelap aku pun perlu meraba-raba bak mandi untuk mendapatkan gayungnya. Setelah itu aku keluar kamar mandi, suasananya benar-benar tidak nyaman. Ruang depan dan tengan gelap semua, hanya ruang belakang yang lumayan terang karena sinar bulan. Aku ingat-ingat dimana aku menyimpan lilin, “Kalau ngga salah di lemari deh.” Aku pun berjalan mendekat ke lemari yang aku simpan di ruang tengah. Karena gelap aku kesulitan mencari lilin. Mencoba mencari handphone pun tak berhasil karena aku lupa menyimpannya dimana. Tiba-tiba aku teringat, aku pernah menyimpan lilin di samping rice cooker. Aku pun kembali ke belakang dan mencoba mencari lilin di sana. “Nah, ini dia.” Akhirnya kutemukan lilinnya.

“Tinggal koreknya.” Kutemukan korek itu dengan mudah karena sengaja aku simpan di ruang belakang. Mataku bena-benar sudah tak bisa kompromi lagi sehingga aku pun segera menyalakan lilin dan berencana langsung tidur. Lilin menyala dan aku berjalan menuju ruang tidur, tapi...

“Ya Allah...” Sontak aku terkaget dan tak sengaja lilin pun jatuh ke lantai lalu mati. “Apa itu?” aku melihat sosok hitam berdiri di atas jok sepeda. Berdiri sempurna tanpa goyah sedikitpun dan tanpa berpegangan apapun. Dengan panik aku mencari lilin yang tadi aku jatuhkan dan segera menyalakannya lagi. Setelah menyala, perlahan aku melangkah menuju ruang tengah. Rasa kantuk yang tadi menyerang berubah menjadi rasa takut. Jantungku berdekup sangat kencang dan aku pun keringat dingin. Aku lirik sepedahku dan ternyata tidak ada apa apa atau siapa-siapa. Sosok itu tidak ada. “Apa aku berhalusinasi lagi?” Batinku kembali bertanya.

Rasa lega dan was-was bercampur jadi satu. Buru-buru aku naik ke kasurku. Sebelum aku menarik selimutku, terdengar suara decitan besi di sampingku. Jantungku kembali berdetak hebat. Dari sudut mataku terlihat jelas ada sesuatu berdiri di atas jok sepeda lagi. Sosok itu hanya diam di situ, tak bergerak dan tak bersuara, hanya decitan besi akibat standar sepeda bergesekan dengan ubin. Aku terpaku tak bergerak. Badanku tiba-tiba kaku. Keringat pun kembali mengguyur. Anehnya, bukannya aku menarik selimut dan menutup tubuhku, justru aku penasaran apa sebenarnya yang berdiri di sepedaku itu.

Kutarik nafasku untuk memberanikan diriku untuk menoleh dan alhasil, “Ya Allaaaaah....” ekspresi wajahku berubah meringis ketakutan setelah melihat sesuatu yang ada di atas jok. Buru-buru aku kembali memalingkan kepalaku dari sepeda. Sekarang tanganku bergetar hebat sambil mengucap “Astaghfirullah.” Aku melihat pocong berdiri di atas jok sepeda. Sekilas terlihat tubuhnya dibalut kain kavan yang kotor dan berlumuran tanah. Sementara wajahnya...wajahnya....aku tak berani melihat wajahnya seperti apa. Aku langsung menarik selimut, menutupi seluruh tubuhku, dan berbaring berlawanan arah dari posisi sepeda. Tubuhku masih bergetar dan keringatpun terus membasahi. Namun sontak aku terdiam, ketika terdengar suara gedebug di belakangku. Ada sesuatu yang jatuh dari atas. Eh... bukan, ternyata itu bukan suara sesuatu yang jatuh, melainkan suara lompatan yang terdengar di belakangku. Suara itu semakin mendekat dan semakin jelas terdengar. “Ya Allah, jangan sampai dia mendekat,” bisikku pada diri sendiri.

Tiba-tiba suasana jadi hening. Tidak ada suara apapun. Aku mencoba menenangkan diri tapi kepalaku malah jadi pusing. Tenagaku terkuras karena rasa takut terus-terusan meneror. “Udah pergi belum ya?” aku bertanya pada diri sendiri dan berusaha untuk menahan rasa keingintahuanku. Namun entah kenapa aku malah membalikan badan dan mengintip di sela-sela selimutku. Dan ketika aku intip, ternyata tidak ada apa-apa di sana. “Alhamdulillah,” seruku lega, “Ya Allah kenapa aku harus mengalami hal kaya gini sih?” Aku mengubah posisiku dari posisi miring menjadi terlentang.

“Allahu Akbar.” Sekonyong-konyong aku tersentak. Pocong itu sudah berdiri di hadapanku. Dan aku pun tak sengaja melihat wajah si pocong. Ya Allah wajahnya menyeramkan. Wajahnya rusak, bisul, dan nanah dimana-mana. Matanya berwarna kuning dan ada belatung berkeliaran di wajahnya. Seketika bola matanya tertuju ke arahku. Sontak aku kaget dan gelisah. Tiba-tiba pocong itu menyeringi dan tanpa basa-basi sang pocong menjatuhkan tubuhnya ke tubuhku.

“AAAAAAAAAAAAAAARRRRRGGHH....”

Tubuhku meronta-ronta di atas kasur dan aku terbangun. Kini sekujur tubuhku basah kuyup. Nafasku tersengal. Kaosku pun basah. Seketika aku menghelah nafas lega sambil berkata, “Untung Cuma mimpi.”

Aku diam sejenak, lalu kulirik jam tanganku. Ternyata sudah jam lima pagi, aku harus bangun untuk menunaikan shalat subuh. Aku berjalan lemas ke arah kamar mandi sambil bergumam, “Ya Allah, jangan sampai mimpi buruk tadi kejadian ya Allah.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun