Mengisi waktu menjelang buka Puasa, Minggu (20/7) sore kemarin, saya menyambangi pameran Kampoeng BNI Nusantara di Jakarta Convention Center atau JCC, kawasan Senayan. Saya tertarik dengan pameran tersebut karena banyak menampilkan produk-produk kerajinan dari usaha kecil menengah (UKM) mitra binaaan Bank BNI Syariah.
Setelah lama berkeliling, ada satu stan yang menarik perhatian saya. Sekilas dari sisi produk yang dipamerkan, tidak beda jauh dengan stan-stan peserta pameran yang lain. Barang kerajinan yang dipajang di stan bernama Nara Kreatif ini antara lain kotak tisu, bingkai foto, box file, note book, undangan, kartu nama, wall paper, tas, dan lainnnya. Uniknya, semua barang kerajinan itu dibuat dari hasil daur ulang sampah kertas.
Para penjaga stan Nara Kreatif ini pun anak-anak muda berusia sekitar 20 tahunan.Ya, mereka memang mahasiswa-mahasiswa yang masih aktif berkuliah di berbagai perguruan tinggi di Jakarta. Saya pun tertarik untuk mengetahui lebih jauh kiprah anak-anak muda ini. Cerita pun mengalir dari mereka.
Dengan semangat, salah seorang penjaga yang mengaku masih kuliah di Universitas Hamka ini menyatakan bahwa produk-produk kerajinan yang dihasilkan Nara Kreatif tidak sekadar untuk bisnis, tapi membawa misi sosial. “Ini untuk mendukung usaha-usaha sosial kami khususnya dalam memberdayakan orang-orang yang tak berkemampuan,” ucap mahasiswi berjilbab yang juga menjadi sukarelawan di Nara Kreatif.
Cukup menarik juga dalam batin saya. Ingin mengetahui lebih jauh, saya pun menemui Ketua sekaligus Pendiri Yayasan Nara Kreatif, Nezatullah Ramadhan yang juga ada di depan stan pameran. Neza panggilan anak muda berusia 23 tahun ini pun dengan senang hati menjelaskan soal bisnis sosialnya atau dikenal social entrepreneur yang ia bangun.
Mengubah ‘Sampah’
Ada satu idealisme dari Neza dan teman-teman di komunitas Nara Kreatif ini yaitu ingin mengubah ‘sampah’ menjadi sesuatu yang bernilai. Sampah di sini mengandung dua arti, yaitu sampah dalam arti sesungguhnya dan sampah masyarakat dalam arti sosial. Sampah masyarakat ini adalah kaum marjinal yang selama ini luput dari perhatian kita bersama seperti anak jalanan, pengamen, pengangguran, tukang semir sepatu, buruh cuci, buruh bangunan, pembantu rumah tangga, dan lainnya.
Dalam kesehariannya, mereka sebagian tinggal dan membantu segala kegiatan di Yayasan Nara Kreatif seperti daur ulang limbah kertas. Di sela itu, anak-anak tersebut mengikuti kegiatan belajar paket A, B, dan C. Saat ini, ada 90 anak-anak dari kaum marjinal yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di Nara Kreatif. “Mereka tidak kami pungut biaya, sekolah di sini gratis. Persyaratan khusus untuk masuk sekolah tidak ada, hanya kemauan mereka saja,” kata Neza.
Sekolah alternatif ini ia dirikan setahun lalu, tepatnya pada April 2013. Awalnya, Neza hanya menjalankan bisnis pengolahan dan daur ulang kertas bekas dan limbah organik. Usaha itu ia jalankan setelah mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha di kampus Politeknik Negeri Jakarta.
“Saya memulai usaha daur ulang sampah kertas ini awal 2012. Waktu itu, saya mendapatkan modal pinjaman dari kampus dengan jaminan ijasah. Pada akhir Januari 2013 kami mendirikan Yayasan Nara Kreatif untuk sekaligus menaungi usaha kami ini. Dan pada April 2013 kami menjadi mitra binaan BNI Syariah,” paparnya.
Dengan modal dari BNI Syariah, Neza pun bisa menyewa satu rumah di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Di rumah ini, bisnis berbasis masyarakat ini ia jalankan, termasuk menyelenggarakan proses kegiatan belajar mengajar bagi kalangan marjinal. Untuk tenaga pengajar, ia memanfaatkan sukarelawan mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta. Jumlah tenaga pengajar saat ini mencapai 20 orang.
Menginduk ke Sekolah Master
Kegiatan belajar mengajar sekolah paket penyetaraan di Yayasan Nara Kreatif diadakan setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat malam. Kelas dimulai pada pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB, yang dibagi menjadi dua mata pelajaran per kelas. Menurut Neza, sistem pengajaran yang diberlakukan pada peserta paket A bertujuan mengejar penyetaraan jenjang SD, program paket B untuk penyetaraan jenjang SMP, dan sekolah paket C untuk jenjang SMA. “Sekolah kami adakan malam hari, karena siangnya mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, ada yang mengamen, tukang cuci, tukang bangunan, dan lainnya,” kata dia.
Untuk ujian nasional (UN) penyetaraan paket A, B, dan C, sekolah Yayasan Nara Kreatif masih menginduk pada Sekolah Master (Masjid Terminal ) Depok. Peminat sekolah di Nara Kreatif terus bertambah, namun segala operasional untuk kegiatan belajar siswa dan para relawan pengajar masih sangat terbatas. Dari fasilitas penunjang belajar hingga kesejahteraan bagi para pengajar sangat kurang memadai.
“Segala bentuk bantuan dan partisipasi dari masyarakat sangat kami apresiasi karena sesungguhnya, kepedulian bersama pada pendidikan anak bangsa merupakan kewajiban bersama masyarakat dan pemerintah,” ujar Neza.
Bantuan dari donator, khususnya BNI Syariah habis untuk sewa rumah. Sedangkan operasional sehari-hari mengandalkan dana hasil penjualan kerajinan dari limbah kertas yang juga dibuat para siswa. “Pemasaran produk kami juga masih terbatas, pada beberapa instansi dan perusahaan saja. Tapi Alhamdulillah untuk tahun 2014 ini kami sudah ada kerja sama dengan PT Nutrifood. Perusahaan ini memberi bahan baku limbah kertas dan menampung hasil kerajinan kami,” kata dia.
Kepedulian seorang pemuda bernama Nezatullah terhadap nasib pendidikan kalangan marjinal ini patut diapresiasi. Di tengah keterbatasan sumber daya yang ada, ia bertekad untuk menaikkan derajat para ‘sampah’ masyarakat ini melalui pendidikan dan kemandirian ekonomi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H