Periode Klasik dalam sejarah Islam dapat disebut sebagai periode pembangunan dalam Islam. Dalam konteks ini, agama Islam dalam kerangka sosialnya, dengan semua lembaga dan struktur yang berkembang di dalamnya, menunjukkan identitas melalui keseragaman kepercayaan, pandangan, dan perilaku masyarakat yang didasarkan pada ajaran Islam, serta kesadaran akan pentingnya penguasaan dalam berbagai disiplin ilmu.
Istilah penulisan sejarah Islam juga dikenal dengan istilah historiografi. Historiografi tidak hanya ada di Eropa, tetapi juga hadir dalam peradaban Islam. Historiografi Islam berkembang seiring dengan kemajuan peradaban Islam. Menurut Azyumardi Azra, pada dasarnya historiografi Islam dapat dianggap sebagai historiografi Arab yang mulai berkembang sejak awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW. Perkembangan ini berlangsung hingga abad ke-3 M, di mana historiografi Islam telah mencapai tingkat kematangan yang relatif stabil.Â
Penulisan sejarah juga dipengaruhi oleh kebutuhan dari komunitas Islam, dimana pada awalnya digunakan sebagai wadah untuk mengkaji dan menulis hadis Nabi Muhammad saw. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan dan menjaga hadis Nabi Muhammad saw serta informasi yang telah berlalu, sehingga menjadi fokus yang serius bagi mereka.Â
Pada masa klasik, para sahabat sudah akrab dengan budaya menulis dan menghafal, karena orang-orang Arab dikenal memiliki kebiasaan menghafal yang kuat dan dapat diandalkan. Oleh karena itu, kemampuan menghafal menjadi motivasi awal bagi mereka untuk mulai menulis tentang sejarah. Selain itu, budaya menulis juga sudah tampak pada masa awal Islam karena orang-orang Arab memiliki minat yang tinggi dalam menulis puisi atau syair.
Salah satu sahabat yang merealisasikan histriografi pada masa klasik ialah Ibnu Ishaq. Sahabat nabi yang satu ini memiliki nama lengkap Muhammad bin Ishaq bin Yasar, lahir di Madinah sekitar 85 tahun sesudah hijrah ke Madinah. Tepatnya ada tahun 85 H/704 M dan wafat pada tahun 151 H/768 M. Ibnu Ishaq juga meruakan seorang tabi'in, ia pun berada di Madinah sampai Bani Abbasiyah menggantikan Bani Ummayah dalam kekhalifahan.
Sejak masa kecil, Ibn Ishaq telah melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk mengejar ilmu. Beliau pernah menimba ilmu di Kufah, Jazirah, Ray, dan Bagdad. Di Bagdad, beliau menetap dan menghabiskan sisa hidupnya hingga wafat.
Sebelum wafat, Ibnu Ishaq menuliskan sebuah historigrafi yaitu Sirah Nabawiyah. Penyusunan Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Ishaq merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi hingga akhir masa kekuasaan Dinasti Umayyah. Penulisan ini memiliki tujuan yang mencakup dua aspek, yaitu sebagai wujud dari semangat cinta terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan sebagai strategi politik yang dilakukan oleh sang khalifah untuk mengajarkan sejarah umat Islam kepada keturunannya. Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sering kali mendapat kritik karena kelemahannya dan terdapat campuran mitos dari kalangan ahli kitab dan kisah Israilliyat. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh tujuan penulisan yang ditujukan untuk pengajaran kepada anak-anak khalifah yang masih muda.
Kitab Sirah Nabawiyyah karya Ibnu Ishaq dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut Badri Yatim. Bagian pertama, yaitu al-Mubtada' yang mencakup peristiwa-peristiwa yang terjadi pada para Rasul dan umat terdahulu sebelum masa Nabi Muhammad SAW. Bagian kedua, yaitu al-Mab'ats yang berfokus pada perjuangan Nabi Muhammad SAW sebelum dan setelah beliau menjadi rasul. Bagian ketiga, Ibnu Ishaq memberikan penekanan khusus pada kisah-kisah peperangan Nabi, serta menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat Islam sepanjang masa Nabi, termasuk kisah tentang penyakit dan wafatnya Nabi.
Bagian ketiga dari kitab ini disusun oleh Ibnu Ishaq dengan urutan kronologis. Ibnu Ishaq juga mencantumkan sanad yang jelas dan identitas para rawi dalam hadis-hadis yang ia kutip. Pada bab ini, Ibnu Ishaq juga menggunakan gaya narasi yang berbeda dibandingkan dua bab sebelumnya.
Namun, ada beberapa kelemahan dalam karya Ibnu Ishaq terkait pemilihan kritik sanad dan sumber penulisan. Selain itu, narasi dalam beberapa kisah dan peristiwa yang ditulis tidak selalu relevan. Terdapat unsur mitologi dan penggunaan sumber dari kitab suci agama lain. Sebenarnya, hal ini memiliki latar belakang tertentu karena Ibnu Ishaq bertujuan untuk menyajikan sebuah kitab sejarah yang komprehensif dan dapat dipahami oleh anak khalifah al-Mansur, yaitu al-Mahdi. Oleh karena itu, masih terdapat unsur-unsur fiksi yang cukup banyak dan kurangnya keilmuan dalam beberapa bagian karyanya.
Akan tetapi, pengaruh karya Ibn Ishaq tidak hanya terbatas pada konteks historis, tetapi juga dalam pemahaman agama. Sebagai seorang sejarawan dan penulis, Ibn Ishaq telah memberikan kontribusi penting dalam menyusun narasi sejarah Islam yang autentik dan mengilhami generasi berikutnya dalam memahami akar dan nilai-nilai fundamental agama Islam. Karyanya memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan warisan intelektual Islam, serta memperkaya pemahaman kita tentang sejarah dan pemikiran Islam.