Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga disebut sebagai makhluk ekonomi. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia disokong oleh berbagai kegiatan yang intinya adalah memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia, Seperti sandang, pangan, dan papan. Manusia memiliki naluri untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kebutuhan ini, manusia bisa bertahan hidup. Kegiatan ini disebut kegiatan ekonomi. Umumnya kegiatan ekonomi terdiri dari kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Dari ketiga kegiatan tersebut produksi adalah mata rantai distribusi dan konsumsi. Karena poduksi adalah kegiatan yang pertama dilakukan.
Produksi itu sendiri adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang lalu didistribusikan kepada konsumen, dan kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, seseorang akan memproduksi barang dan jasa yang ia butuhkan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri. Namun, seiring dengan semakin beragamnnya kebutuhan konsumsi dan keterbatasan sumber daya yang ada (termasuk kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkannya, tetapi memperolehnya dari pihak lain. Oleh karenanya produksi dan konsumsi kemudian dilakukan oleh pihak yang berbeda.
Kafh (1992) seorang ekonom muslim kontemporer mendefinisikan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam sendiri menganjurkan dan mendorong proses produksi mengingat pentingnya kedudukan produksi dalam menghasilkan sumber-sumber kekayaan. Produksi juga merupakan bagian penguat sekaligus sumber yang mencukupi kebutuhan masyarakat.
Dalam beberapa ayat dalam surah Al-Qur'an maupun Hadits Nabi banyak menyinggung mengenai anjuran berproduksi, salah satunya :
"Dari Jabir RA berkata, Rasulullah SAW bersabda : barang siapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya" (HR.Muslim).
Di dalam hadits tersebut dijelaskan tentang anjuran produksi untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun orang lain.
Kegiatan produksi ini tidak dapat dipisahkan dari seseorang yang melakukan kegiatan produksi itu sendiri, yaitu produsen. Dalam pandangan ekonomi konvensioanal produsen adalah seorang profit seeker sekaligus profit maximizer. Strategi, konsep, dan teknik berproduksi semuanya diarahkan untuk mencapai keuntungan maksimum, baik dalam jangka pendek (short run profit) atau jangka panjang (long run profit). Milton Friedman seorang Nobel laureate di bidang ekonomi menunjukkan bahwa satu satunya fungsi dunia usaha (business) adalah untuk melakukan aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan keuntungan, sepanjang hal ini didasarkan pada aturan main yang ada (rule of the game).
Namun, dalam perpektif Ekonomi Islam motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan ghukum Islam.
Produsen disini berperan penting dalam kegiatan ekonomi. Tanpa seorang produsen kebutuhan yang dibutuhkan manusia tidak dapat terpenuhi, baik seorang produsen tersebut hanya memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri atau untuk masyarakat banyak. Telah dijelaskan pada hadits diatas bahwa manusia dianjurkan untuk memanfaatkan apa yang ia miliki untuk dikelolah, yang kemudian dapat memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Bukan itu saja, produsen merupakan agen ekonomi yang sangat berpengaruh.Â
Selain produsen menjadi pihak yang dapat memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarat. Seorang produsen juga sebagai seorang yang membuka lahan rezeki untuk orang lain. Seorang produsen tidak akan dapat mengelolah barang yang akan diproduksinya seorang diri, namun ia membutuhkan orang lain yang dapat membantu menjalankan proses produksi tersebut. Dimana, seorang yang membantu jalannya produksi akan mendapat gaji sebagai ganti akan jasanya. Tentunya gaji yanh diberikan kepada pekerja tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri serta keluarga.
Dari peran pentingnya ini seorang produsen tentu diharap dapat menjalankan kegiatan ekonomi dengan bijak. Sebagai umat Muslim sudah menjadi kewajiban seorang produsen untuk menjalankan proses produksi berdasarkan syariat Islam. Bagaimanakah menjadi seorang produsen Muslim yang baik? Tentunya kita harus mengingat bahwa, jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari mashlahah. Seorang produsen Muslim harus memperhatikan hal-hal berikut guna menjalankan kegiatan ekonomi dengan bijak dan sesuai dengan Syariat Islam.
Yang pertama adalah tentu seorang produsen Muslim harus memperhatikan kehalalan barang yang diproduksinya. Tidak memproduksi barang dan jasa yang akan merusak akidah.Â
Kedua, produsen dituntut bersikap adil. Adil disini yaitu produsen tidak mengutamakan keuntungannya sendiri, melainkan juga memperhatikan kualitas barang yang diproduksi guna memberikan kepuasan terhadap konsumen. Dan produsen juga perlu bersikap adil terhadap pekerja yang membantu proses produksi dalam memberikan upah.Â
Ketiga, produsen harus memperhatiakan kuantitas barang yang diproduksi. Oleh karena itu produsen harus paham betul untuk siapa barang diproduksi. Memproduksi barang tanpa tau siapa yang akan memakai tidaklah baik, tentunya hal itu akan berpengaruh pada kuantitas barang yang diproduksi. Barang yang terlalu banyak diproduksi sedangkan yang membutuhkan barang tersebut lebih sedikit akan menimbulkan suatu pemborosan. Dan Islam sendiri sangat melarang pemborosan dan sesuatu yang berlebihan.
Dari ulasan diatas tentu kita telah tau pentingnya berproduksi. Sebagai manusia kita perlu bangga karena Allah SWT mempercayai umat manusia sebagai duta (khalifah) untuk menjaga, merawat, dan memanfaatkan sumber sumber kekayaan alam yang telah Allah limpahkan di muka bumi ini. Allah memberikan kekayaan di bumi ini agar kita dapat mengelolahnya sebagai sarana yang dapat memenuhi kebutuhan hidup kita. Tentunya kebutuhan yang telah tercukupi akan memperlancar ibadah kita terhadap sang Pencipta Allah SWT. Dan kemudian menjadi sarana pencapaian di akhirat kelak. Seorang produsen juga perlu memperhatikan prinsip prinsip produksi itu sendiri yang tentunya sesuai dengan Syariat Islam. Memperhatikan kemashlahatan, tawazun (keberimbangan), dan tentunya tidak bersikap individualis yang hanya mementingkan diri sendiri.
Daftar Pustaka :
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerja sama dengn Bank Indonesia. 2014. EKONOMI ISLAM. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Ash Shadr, Muhammad Baqir. 2008. Buku Induk Ekonomi Islam : Iqtishaduna. Jakarta : Zahra.
Kahf, Monzer. 1995. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta : Erlangga.
Husain at-Tariqi,Abdullah abdul. 2004. EKONOMI ISLAM, Prinsip, Dasar, dan Tujuan. Yokyakarta : Magistra Insania Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H