Membicarakan masalah perempuan selalu menjadi topik yang menarik dan tidak akan pernah selesai, karena kedudukan perempuan patut untuk mendapatkan perhatian. Disebutkan dalam TAP MPR No. II/MPR/1998, yaitu perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam setiap kegiatan pembangunan bangsa. Perempuan sama halnya dengan laki-laki, sebagai elemen penting dalam setiap usaha pembangunan bangsa yang sudah seharusnya diperhatikan keberadaannya dan memiliki peluang yang sama untuk dikembangkan. Program pemberdayaan dan pembangunan perempuan sebagai program yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan independen perempuan. Perempuan terkadang dikesampingkan peran dan keterlibatannya dalam sebuah program pemberdayaan dan pembangunan dengan anggapan bahwa perempuan tidak memiliki kemampuan yang cukup dibandingkan dengan laki-laki. Padahal perempuan merupakan sumber daya yang dapat memberikan sumbangan ekonomi dalam pembangunan, yang dampaknya besar karena menjadi awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan penghasilan bagi perempuan.
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pemberdayaan ini memiliki tujuan untuk membuat seseorang mampu melakukan sesuatu secara mandiri tanpa harus tergantung pada orang lain. Hakekat dari pemberdayaan ini adalah sebagai proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan kekuatan, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat yang lemah untuk mengidentifikasi, menganalisis, menentukan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan pada saat yang sama memilih solusi alternatif dengan mengoptimalkan sumber daya dan potensi mereka secara mandiri.
Pemberdayaan perempuan didefinisikan sebagai proses kesadaran dan peningkatan kapasitas menuju partisipasi yang lebih besar seperti luasnya, pengawasan, dan pengambilan keputusan dan transformasi yang mengarah pada realisasi kesetaraan tingkat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Dan perlu diingat bahwa pemberdayaan perempuan memiliki makna yang mulia karena menyelenggarakan dan merawat sumber daya manusia dalam keluarga, khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pemberdayaan perempuan ternyata berperan penting dalam kelangsungan hidup keluarga, baik yang berkaitan dengan perkembangan moral anak, maupun pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga sebagai salah satu pilar utama kehidupan keluarga. Dilihat dari perspektif gender, ini menunjukkan posisi dan kesempatan yang sama antara pria dan wanita.
Menyadari pentingnya peran perempuan, perempuan memiliki keterbatasan dalam menjalankan aktivitasnya, keterbatasan seperti pendidikan yang rendah, keterampilan, kurangnya kesempatan kerja, dan juga hambatan ideologis perempuan yang berkaitan dengan rumah tangga. Selain itu, perempuan juga dihadapkan pada hambatan tertentu yang sering dikenal sebagai "tripple burden of women", yaitu perempuan harus melakukan fungsi reproduksi, produksi dan sosial secara bersamaan di masyarakat.
Berikut adalah beberapa contoh kasus yang relevan tentang betapa penting dan perlunya pemberdayaan perempuan bagi perempuan di seluruh dunia.
Dalam jurnal "Understanding women's empowerment and its determinants in post-communist countries: Results of Azerbaijan national survey" oleh Nazim Habibov, Betty Jo Barrett, and Elena Chernyak. Di awali pada Septer 1995, platform Aksi Beijing PBB meminta masyarakat internasional untuk memprioritaskan pemberdayaan perempuan, yang diidentifikasi sebagai Tujuan Pembangunan Milenium utama yang akan dicapai pada tahun 2015. Studi yang menggunakan data mikro dari survei perwakilan nasional berkualitas tinggi untuk menilai prevalensi dan faktor penentu sosial-ekonomi pemberdayaan perempuan di Azerbaijan dilakukan untuk menilai kekuatan prediksi dari sumber pemberdayaan. Sehingga, temuan penelitian menunjukkan adanya hubungan antara sumber, pengaturan dan bukti pemberdayaan, terutama bagi perempuan yang memiliki status pendidikan atau penghasilan yang sama atau lebih tinggi dari pasangan laki-laki mereka. Implikasi dari temuan ini sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari model teoritis pemberdayaan perempuan yang memusatkan analisis partriarci.
Dalam jurnal "Identifying Structural Changes From Within: Emancipatory Narratives Exploring Community Constraints to Women's Education and Empowerment in Rural India" oleh Supriya Baily. Artikel ini secara luas membahas narasi emansipatoris yang diperoleh melalui kasus perempuan di pedesaan India. Melalui analisis dokumen yang diperoleh menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi perempuan terkait pendidikan dan pemberdayaan perempuan akibat banyaknya masalah yang terjadi. Penelitian ini dilakukan di sebuah desa kecil di India Selatan. Setelah melalui berbagai kegiatan, para peneliti memiliki kesempatan untuk berbicara dengan wanita tentang kehidupan mereka dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam kegiatan lokal. Dengan demikian, perlu digariskan dengan jelas bahwa peran politik, korupsi, dan kemiskinan sebagai masalah yang sangat besar yang dapat menghambat akses pendidikan bagi perempuan.
Dalam jurnal "Empower Women in Healthcare to move Women's Health forward" oleh Angela H.E.M. Maas. Di latar belakangi dengan Lembaga kesehatan memperkuat adanya ketidaksetaraan gender baik dalam pemberian perawatan kesehatan maupun dalam pembagian kerja untuk tenaga kesehatan perempuan. Perempuan sering kali dikondisikan secara sosial tidak proporsional untuk disebut peran perawat kesehatan, seperti bidan, perawat dan petugas garis depan kesehatan masyarakat. Hal ini berdasarkan analisis efek norma gender pada sistem kesehatan yang sering kali diabarkan, yang telah dikonfirmasi oleh WHO pada Maret 2019 bahwa perempuan menyumbang mayoritas 75% pekerja perawatan kesehatan dan sosial, tetapi hanya 25% yang memegang peran senior. Sehingga, kemajuan dalam kesehatan perempuan dalam beberapa dekade terakhir telah disebar di seluruh dunia dengan alasan sosial-budaya dan politik. Meningkatkan posisi utama perempuan dalam perawatan kesehatan dilakukan untuk mendukung nilai-nilai unik yang merekan miliki, dan juga dengan kesehatan perempuan akan lebih menjadi perhatian tinggi dalam pembahasan agenda dan ini tentu akan ikut mempercepat realisasi SDGs poin 3 dan 5 pada tahun 2030.
Dalam jurnal "Women Empowerment through Creative Industry: A Case Study" oleh Santi S, Rucita C. P, Ummu Hami, and Ilma Nurul R. Dilatarbelakangi dengan pemberdayaan dalam beberapa akhir ini yang sebagai bentuk pendelegasian kekuasaan kepada seseorang sebagai mekanisme untuk meningkatkan kualitas hidup pribadi dan kerja perempuan. Dalam paper ini mengidentifikasi bagaimana cara yang dilakukan untuk memberdayakan perempuan dari kemiskinan melalui industri kreatif. Sehingga di temukan bahwa pemberdayaan perempuan di usaha kecil dan menengah merupakan solusi yang tepat dalam meningkatkan keterampilan dan kemampuan perempuan Indonesia, pekerjaan tersebut juga dapat meningkatkan kehidupan mereka. DI Studio adalah salah satu contoh UKM yang memiliki nilai-nilai pemberdayaan perempuan, dengan menjalankan faktor-faktor dalam bisnisnya oleh Mrs. Farida.
Terakhir, dalam jurnal "Impact of Education in Women Empowerment: A Case Study of SC and ST women of Sonitpur District, Assam" oleh Mukut Kr. Sonowal. Dilatar belakangi dengan pendidikan yang dianggap sebagai instrumen ampuh di mana proses modernisasi dan perubahan sosial muncul. Penekanan yang berkaitan dengan pendidikan perempuan harus melengkapi peran gandanya sebagai warga negara, ibu rumah tangga, ibu, kontributor pendapatan keluarga, pembangun masyarakat baru dan pembangun bangsa. Perempuan harus memiliki banyak kekuatan yang kekuatan tersebut berasal dari proses pemberdayaan yang berasal dari pendidikan. Pendidikan dalam pemberdayaan perempuan bertujuan untuk mengetahui efek pendidikan yang mencoba mengetahui status perempuan di dalamnya di komunitas SC dan ST masyarakat pedesaan. Perempuan pedesaan terbelakang dalam aspek pendidikan, ekonomi, sosialisme, yudisial, politik, dll. selain itu mereka tertinggal dalam kesadaran umum, keterampilan komunikasi, dan aspek kesehatan dan kesejahteraan keluarga, sehingga keterbelakangan ini menghambat pembangunan pedesaan.
Dari hasil analisis di atas, dapat menemukan bahwa pemberdayaan dilakukan pada perempuan sebagai bentuk untuk meningkatkan kemampuan, meningkatkan keterampilan perempuan dan hidup mandiri. Pemberdayaan perempuan dilakukan melalui pendidikan dan pembuatan keterampilan. Pendidikan, pekerjaan dan pendapatan dapat meningkatkan kemandirian finansial perempuan, sehingga mereka dianggap sebagai sarana pemberdayaan yang kuat. Pemberdayaan perempuan yang dilakukan melalui usaha kecil dan menengah (UKM), tidak hanya dapat meningkatkan keterampilan mereka tetapi juga dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika kita melihat hasil analisis yang dilakukan terhadap kasus perempuan di desa-desa India, masalah yang menjadi hambatan pendidikan bagi perempuan adalah peran politik, korupsi, dan kemiskinan. Pengalaman korupsi yang kemudian diperparah oleh kemiskinan, ketegangan dan keinginan untuk pendidikan bagi perempuan didorong melalui pelestarian lembaga sosial dan ideologi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dan menjangkau seluruh perempuan adalah melalui program pemberdayaan dan pendidikan nonformal. Pemberdayaan perempuan dipandang perlu untuk pencapaian tujuan pembangunan sosial-ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang lebih luas, terutama di negara-negara berkembang. Pemberdayaan perempuan melalui pendidikan diharapkan dapat memberdayakan perempuan dan memberi mereka pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk menjadi mitra penuh dalam proses pembangunan. Dan untuk melawan bias gender yang dibangun secara sosial, perempuan harus berenang melawan sistem yang membutuhkan lebih banyak kekuatan. Kekuatan berasal dari proses pemberdayaan dan pemberdayaan yang akan datang dari pendidikan.
Referensi:
Baily, S. (2015). Identifying Structural Changes From Within: Emancipatory Narratives Exploring Community Constraints to Women's Education and Empowerment in Rural India. Diaspora, Indigenous, and Minority Education, 9(3), 175--188. https://doi.org/10.1080/15595692.2015.1044085
Habibov, N., Barrett, B. J., & Chernyak, E. (2017). Understanding women's empowerment and its determinants in post-communist countries: Results of Azerbaijan national survey. Women's Studies International Forum, 62, 125--135. https://doi.org/10.1016/j.wsif.2017.05.002
Maas, A. H. E. M. (2020). Empower Women in Healthcare to move Women's Health forward. Maturitas, 136(March), 22--24. https://doi.org/10.1016/j.maturitas.2020.04.001
Setyaningsih, S., Rucita, C. ., Hani, U., & Rachmania, I. N. (2012). Women Empowerment through Creative Industry: A Case Study. Procedia Economics and Finance, 4(Icsmed), 213--222. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(12)00336-x
Sonowal, M. D. (2013). Impact of Education in Women Empowerment: A Case Study of SC and ST women of Sonitpur District, Assam. International Journal of Computer Applications in Engineering Sciences, Suppl., Special, 27--33. http://search.proquest.com.ezaccess.libraries.psu.edu/docview/1412137548?pq-origsite=summon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H