Pagi ini aku bersiap memandang pertemuan yang masih berkelambu jarak. Sudah terbaui besi-besi yang mengalungi ujung ke ujung pulau yang kita diami. di atas besi-besi ini karat-karat perasaan perlahan berkerak namun selalu bergerak. rasa yang berkarat adalah simpuh demi simpuh kekalahan pada ruang dan waktu yang berkabut rindu. Ya rasaku sudah berkarat karena rindu yang menggerogoti hatiku. Kehendak mencintai yang tanpa syarat kalah dengan keinginan bertemu. aku berharap, kau bisa memaklumi berkaratnya perasaanku, karena sepanjang masih di dunia, rasanya kita harus mencinta dengan persentuhan-persentuhan. Diantara kita selalu tak cukup cinta tanpa syarat, harus ada pertemuan sebagai syarat walau akan membuat rasa berkarat. bagaimana tidak, doa tak pernah jadi bukti, mantra tak pernah mengobati.
dan pada karat besi yang menanti untuk dilewati, aku tumpukan segala kehendak persentuhan walau segala tatap matamu dipertemuan lalu masih terhampar menjadi padang indah bagiku. dan tentu, persentuhan pada pertemuan itu, akan menjadi karat pada rasaku. bahwa tanpa dirimu didekatku akan melemahkanku. bahwa sendiri, adalah kenyataan yang tak akan kuat ku hadapi, walau kesadaranku samar-samar mengingatkan, sebelum dan sesudah dunia ini, kita akan sendiri.
*Bandung, 22 Juli 2011, sendiri sebelum pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H