Serangkai mimpi telah terjadi dalam hidup Gina. Semua rangkaian mimpi yang semula dia harapkan akan membahagiakannya. Dimulai dari mimpi untuk hidup bersama seorang Dayan. Kemudian mempunyai dua putra putri yang lucu. Lulus dengan jaminan pekerjaan yang membuatnya mendapatkan eksistensi. Hubungan harmonis keluarga. Semua serba membahagiakan. Namun ada gangguan kecil dalam kebahagiaannya yaitu ketika dia bertemu seorang bernama Tahta. Orang yang sangat dingin, sendirian seumur hidup dan selalu penuh bau rokok.
“Tak bisakah kau bersikap baik pada semua orang? Tak bisakah kau memberikan senyum pada semua orang? Aku lelah dengan sikapmu.”
Gina tampak gusar ketika setengah jam ini dia tidak perhatikan. Tahta, seorang partner dalam bekerja yang hampir tidak pernah bicara dan selalu, Tahta menjawabnya dengan hembusan panjang asap rokok. Gina tidak habis pikir, kenapa orang ini bisa diterima bekerja.
“Orang-orang seperti kalian selalu memasang senyum tak berarti. Aku bekerja tidak dengan hati.”
Kali ini Tahta berbicara. Gina mencoba mendengarkan dan memberi kesempatan pada Tahta untuk kembali bicara namun sia-sia, Tahta kembali bekerja. Gina hanya bengong melihat itu. Kembali tidak habis pikir apa yang membuat Tahta di terima di kantor ini. Dan beberapa saat kemudian Tahta sudah menyerahkan setumpuk kertas pekerjaannya.
“semua sudah selesai termasuk pekerjaanmu. Semua catatan ada disitu. Email aku jika ada apa apa”
Gina mencoba memeriksa, dalam hati dia memuji pekerjaannya. Rapi dan sangat detail. Konsep dan client brief benar-benar sinkron. Ketika Gina ingin mengucapkan terima kasih, Tahta sudah menghilang.
***
“Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Semuanya saling mengisi. Semua prinsip hidupmu mengherankan aku.”
“Mesin tidak butuh saling mengisi. Ketika kita bekerja, ya sudahlah, nggak usah cerewet.”
Gina benar-benar tidak mengerti. Tahta telah menghabiskan energinya. Walau semua pekerjaannya benar-benar terbantu namun Gina sudah terlanjur tidak simpati. Rasa yang benar-benar menghabiskan hatinya.