Mohon tunggu...
Nur Aulia Saskia
Nur Aulia Saskia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi S1 Geografi FISIP ULM

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Potensi dan Pengembangan Lahan Basah di Sungai Tabuk: Batu Bata Dekoratif, Briket Sekam Padi, dan Selai Jeruk sebagai Solusi Optimalisasi

5 Oktober 2024   23:28 Diperbarui: 5 Oktober 2024   23:38 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul artikel (Sumber: GPS Map Camera Nur Aulia Saskia)

Apakah kalian tahu bahwa lahan basah menyimpan banyak sekali manfaat di dalamnya, mulai dari manfaat ekologis hingga manfaat ekonomis bagi masyarakat? Lahan basah merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif di dunia, menyediakan berbagai layanan ekosistem, seperti penyerapan karbon, pengendalian banjir, dan penyediaan habitat bagi beragam spesies tanaman dan hewan. Selain itu, lahan basah juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan melalui aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan maupun perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak komunitas lokal.

Kecamatan Sungai Tabuk, yang memiliki banyak lahan basah, menjadi contoh bagaimana ekosistem ini dapat dimanfaatkan secara produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi lahan basah di wilayah ini sangat beragam, mulai dari pertanian padi, kebun jeruk, hingga tanaman hortikultura lainnya, seperti pisang, tomat, dan kelapa. Bahkan, lahan basah ini telah dimanfaatkan untuk usaha produksi batu bata di Desa Gudang Tengah. Namun, potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan secara optimal. Masyarakat menghadapi berbagai tantangan dalam mengelola lahan basah ini untuk mendapatkan manfaat yang berkelanjutan dan optimal.

Saya, Nur Aulia Saskia (NIM 2410416120012), kelas A Program Studi Geografi angkatan 2024, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), melakukan observasi dalam mata kuliah Lahan Basah yang dibimbing oleh  Dr. Rosalina Kumalawati, S.Si., M.Si. melaksanakan penugasan untuk mengeksplorasi potensi, permasalahan, dan arah pengembangan lahan basah di Kecamatan Sungai Tabuk. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai cara memaksimalkan potensi lahan basah sekaligus mengatasi tantangan yang dihadapi, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

Sungai Tabuk merupakan salah satu kecamatan di Kalimantan Selatan yang kaya akan lahan basah. Wilayah yang saya teliti meliputi lima desa, yaitu Gudang Tengah, Gudang Hirang, Lok Baintan, Sungai Tandipah, dan Sungai Bakung. Lahan basah di kecamatan ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, mulai dari pertanian hingga produksi bahan bangunan seperti batu bata. Namun, pemanfaatan lahan basah ini juga dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dialami oleh masyarakat setempat. Berikut ini adalah lampiran kuesioner yang saya susun untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan lahan basah.

Gambar (1): Kuesioner potensi pemanfaatan lahan basah
Gambar (1): Kuesioner potensi pemanfaatan lahan basah

Berdasarkan wawancara dengan sepuluh responden dari lima desa di Kecamatan Sungai Tabuk, terungkap bahwa pemanfaatan lahan basah terutama diarahkan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Potensi yang ditemukan mencakup berbagai usaha produktif yang dapat dikembangkan lebih lanjut, di antaranya adalah sebagai berikut hasil wawancara tersebut:

1. Desa Gudang Tengah

Gambar (2): wawancara dengan responden 1 (Sumber: GPS Map Camera Nur Aulia Saskia)
Gambar (2): wawancara dengan responden 1 (Sumber: GPS Map Camera Nur Aulia Saskia)

Di Desa Gudang Tengah, saya bertemu dan mewawancarai Ibu Idah dan Ibu Wati, dua wanita hebat yang berprofesi sebagai pembuat batu bata. Mereka menjelaskan bahwa komoditas utama yang dihasilkan di Desa Gudang Tengah adalah batu bata, dengan pusat produksinya berada di tepi sungai. Di lokasi ini, bahan tanah liat untuk produksi batu bata diperoleh dengan membeli dari seberang sungai. Tanah liat tersebut kemudian diolah secara manual menggunakan cetakan hingga menjadi batu bata mentah yang siap dibakar. Proses pembakaran juga dilakukan di tempat yang sama.

Gambar (3): wawancara dengan responden 2 (Sumber: GPS Map Camera Nur Aulia Saskia)
Gambar (3): wawancara dengan responden 2 (Sumber: GPS Map Camera Nur Aulia Saskia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun