Aku terdiam beberapa saat sembari melangkah ke arah jendela melihat hujan, aku menjawab sembari bercerita lagi “sangat bohong jika aku menjawab tidak Gi. Dua tahun lebih kita bersama.
Saat itu, di ruang tamu ini aku duduk di sofa tempatmu duduk, dengan ditemani buku novel yang tegeletak di meja dan secangkir teh hangat serta suara rintikan hujan di luar rumah yang menyertai keheningan, persis seperti ini suasana waktu itu yang kemudian tidak lama aku mendengar suara ketukan pintu.
Tok..tok.. (suara ketukan pintu). “Ben, ku kira kamu gak jadi kesini karena hujan.” Tanyaku .
“Cuma gerimis kok, nih sekarang udah gak hujan.” Kata Ben. “Udah siap? Tanya Ben. “Sebentar aku ambil tas.” Jawabku. Aku ikut Ben ke Toko perlengkapan kedai kopi.
Di atas motor dengan jalanan masih basah karena hujan, suasana sejuk sore itu sama dengan suasana pertama kali aku berbincang dengan Ben dan sama seperti suasana saat ini.
Saat diperjalanan Ben menyampaikan kepada ku untuk bagaimana selanjutnya setelah dia wisuda nanti. “Ran.” Panggil Ben. “Iya?. Jawabku. “Bulan depan kan aku udah wisuda.”
“Terus?” Tanyaku. “Dua atau tiga hari setelah wisuda nanti rencananya aku mau ke Bandung, merintis kedai kopi yang disana dengan kakakku.” “Kedai kopi yang di Jogja gimana? Tanyaku lagi.
Dalam pikiran Ben, mungkin dia tahu bukan kedai kopi yang ku maksud tetapi bagaimana dengan hubungan ini jika harus terpisah antara Jogja dan Bandung.
“Aku udah percaya sama Dito, kedai kopi yang di Jogja biar diurus Dito. Ran, setelah kamu wisuda nanti aku harap kamu mau ke Bandung bersamaku. Aku pasti bantu kamu cari pekerjaan disana.” Jelas Ben.
“Untuk tempat tinggal kamu bisa tinggal bersama sepupuku Nivi sampai kamu mendapat pekerjaan dan sampai..” Ben belum selesai berbicara.
“Satu tahun lagi?” Tanyaku. “Yaa, kalau wisudamu bisa tepat waktu.” Jawab Ben sambil tertawa mencoba memecahkan ketegangan.