UMKM thrifting pakaian bekas ini sudah sejak lama ada dan tidak ada masalah karena memang ada pembeli yang berkebutuhan. Namun semenjak adanya kasus penyelundupan barang bekas impor inilah yang menjadi dalang permasalahan.Â
Jadi yang menjadi masalah adalah "produk ilegal" oleh karena itu bagi pembeli tetap bisa melakukan kegiatan thrifting.Â
Menurut saya, pemusnahan pakaian bekas impor bukan jalan keluar yang baik meskipun pakaian bekas impor ini memberikan efek bagi industri tekstil dalam negeri. Berikut beberapa alasannya :
1. Usaha thrifting menjadi mata pencaharian
Seperti yang diketahui bahwa pedagang di Metro Pasar Baru ini menggantungkan nasib ekonomi dengan berjualan pakaian bekas impor. Pedagang ini juga membeli stok pakaian dengan harga mulai dari Rp 7 juta hingga Rp 13 juta per bal, bukan modal yang sedikit bukan.Â
Sehingga memusnahkan pakaian bekas impor begitu saja bukanlah sebuah solusi. Perlu dipertimbangkan juga sebab masyarakat ini sedang berjuang di masa yang sulit dengan ekonomi. Jika ditambah dengan adanya pelarangan ini, bagaimana nasib pedagang UMKM baju thrifting selanjutnya. Â
2. Memiliki pangsa pasar tersendiri
Kegiatan thrifting ini sudah lama dilakukan. Selain harganya terjangkau bagi pembeli juga memberika dampak positif terhadap daur ulang sampah produk tekstil di lingkungan. Dengan thrifting bisa mengurangi sampah tersebut sehingga bisa dikatakan memang thrifting ini sudah memiliki target pasarnya tersendiri.Â
Berdasarkan alasan di atas maka sebaiknya pemerintah memperketat pengawasan masuknya barang bekas impor dan jangan sampai kecolongan seperti kasus ini. Jika memang mengharuskan untuk memusnahkan pakaian bekas impor maka berikan solusi yang menguntungkan pedagang, perhatikan juga nasib kedepan pedagang UMKM thrifting ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H