Mohon tunggu...
Nur Ashilah Raihanah Herman
Nur Ashilah Raihanah Herman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Tingkat Akhir di PKN STAN

Suka menulis hal-hal terkait slow living

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Transformasi Industri Sawit: Bagaimana PSR BPDPKS Mendukung Net Zero Emission dan Ekonomi Berkelanjutan

14 Oktober 2024   16:58 Diperbarui: 14 Oktober 2024   17:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah urgensi global untuk menurunkan emisi karbon, berbagai negara telah menetapkan target ambisius menuju Net Zero Emission. Negara-negara seperti China, Amerika, dan Uni Eropa menjadi penyumbang terbesar emisi karbon di dunia, namun Indonesia juga berada di daftar negara dengan tingkat emisi karbon yang signifikan, terutama dari sektor kehutanan dan agrikultur.
 

Salah satu kontributor besar terhadap emisi karbon di Indonesia adalah industri kelapa sawit, yang menyumbang emisi melalui deforestasi dan pembukaan lahan baru. Meski kelapa sawit merupakan komoditas penting yang menopang perekonomian Indonesia dengan kontribusi besar terhadap ekspor, tantangan lingkungan yang ditimbulkan tak bisa diabaikan.
BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) didirikan untuk menangani dilema ini dengan mendukung keberlanjutan di sektor kelapa sawit. Beberapa program utamanya adalah Program Biodiesel yang bertujuan untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil, serta Grant Riset yang mendanai penelitian untuk inovasi teknologi dan peningkatan efisiensi di sektor sawit. Namun, program yang paling signifikan dalam hal dampak lingkungan dan ekonomi adalah Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), yang sejalan dengan target pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 (BAPPENAS, 2024).
PSR bertujuan untuk meremajakan perkebunan sawit milik petani kecil yang sudah tidak produktif. Tanaman sawit yang berusia lebih dari 25 tahun biasanya mengalami penurunan hasil yang drastis, sehingga diperlukan replanting dengan bibit unggul untuk meningkatkan produktivitas. Hingga 2023, lebih dari Rp 7,5 triliun dana telah disalurkan dan 270.000 hektar perkebunan sawit telah diremajakan melalui program ini, dengan target mencakup 500.000 hektar pada tahun 2025. Angka kinerja tersebut tergambar dalam grafik berikut.
 

Sumber: Laporan Kinerja BPDPKS (Diolah)
Sumber: Laporan Kinerja BPDPKS (Diolah)
PSR tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga mencegah perluasan lahan baru yang sering menyebabkan deforestasi dan kerusakan ekosistem. Setiap petani yang mengikuti program ini mendapatkan dukungan pembiayaan hingga Rp 30 juta per hektar replanting dan pelatihan praktik pertanian berkelanjutan. Dengan upaya ini, PSR membantu meningkatkan hasil perkebunan tanpa menambah tekanan pada lahan hutan yang merupakan penyerap karbon alami.

Program ini berperan kunci dalam pencapaian target Net Zero Emission Indonesia. Salah satu kontribusi utamanya adalah dengan mencegah perluasan lahan baru yang sering kali menyebabkan deforestasi dan kerusakan ekosistem hutan serta lahan gambut. Dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada, petani kecil tidak perlu membuka lahan baru untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka. Berdasarkan data BPDPKS, program PSR telah berhasil menyentuh 142.078 pekebun sawit rakyat pada tahun 2023, dengan target perluasan program di tahun-tahun mendatang. PSR juga mendorong praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan, seperti penggunaan bibit unggul yang lebih efisien dan teknologi pengolahan yang mengurangi jejak karbon. Menurut pernyataan Ma'ruf Amin, industri kelapa sawit telah mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 29,5 juta ton setara CO2 di tahun 2022.

Tidak hanya memberikan dampak positif terhadap lingkungan, PSR juga berkontribusi besar pada ekonomi nasional. Sebelum mengikuti program PSR, banyak petani sawit hanya mampu menghasilkan 2-3 ton per hektar per tahun. Namun, setelah proses peremajaan, terjadi peningkatan produktivitas yang signifikan bagi petani, yang berdampak pada kesejahteraan mereka. Hal ini juga berkontribusi pada peningkatan ekspor kelapa sawit, dengan volume ekspor mencapai 19,43 juta metrik ton hingga Juli 2024.

Dari sisi penerimaan negara, sektor sawit memberikan kontribusi substansial terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang mencapai Rp 15,88 triliun hingga pertengahan 2024. Tak hanya itu, sektor ini juga menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja, dengan sekitar 16 juta tenaga kerja secara keseluruhan, di mana 4,2 juta di antaranya merupakan tenaga kerja langsung di sektor sawit. Dampak positif ini turut tercermin dalam pertumbuhan PDB sektor perkebunan, yang mencatatkan kenaikan sebesar 3,25 persen pada kuartal II 2024.

Meski program PSR telah menunjukkan keberhasilan yang signifikan, tantangan tetap ada dalam proses implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan akses petani kecil terhadap informasi dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengikuti program. Banyak petani yang belum sepenuhnya memahami manfaat peremajaan atau tidak memiliki akses ke pembiayaan yang disediakan. Selain itu, proses replanting juga memerlukan waktu yang tidak singkat, yang sering kali membuat petani ragu untuk mengikuti program karena adanya jeda waktu antara penanaman kembali dan panen pertama yang signifikan.

Di sisi lain, peluang pengembangan program PSR sangat besar, terutama dengan meningkatnya kesadaran global akan pentingnya keberlanjutan dalam industri pertanian. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga internasional dapat mempercepat implementasi program ini. Selain itu, peningkatan teknologi pertanian dan efisiensi pengolahan sawit akan semakin memperkuat dampak positif PSR, baik terhadap lingkungan maupun ekonomi.

Kesimpulannya, PSR yang dikelola oleh BPDPKS merupakan langkah konkret untuk menyeimbangkan kontribusi ekonomi sektor sawit dengan tanggung jawab lingkungan. Dengan berfokus pada peningkatan produktivitas tanpa perluasan lahan, PSR berperan penting dalam mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia, sekaligus meningkatkan pendapatan petani kecil dan kontribusi terhadap penerimaan negara. Meski masih terdapat tantangan dalam implementasinya, PSR memiliki potensi besar untuk menjadi pilar penting dalam membangun industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun