Kualitas smartphone yang memadai dan didukung oleh kuota yang lumayan, membuat saya bisa berkeliling dunia maya. Mengarungi rimba media sosial. Sebuah perjalanan yang kadang menyenangkan, kadang pula menyebalkan. Itulah perjalanan, terkadang perlu hal yang menyebalkan untuk menguji diri agar tetap waras.
Ketika menjelajah rimba Facebook misalnya, mata akan disuguhi berbagai macam informasi dari pengguna lain. Mulai dari informasi tentang diri mereka, sampai iklan bersponsor yang sebenarnya tidak saya butuhkan. Belum lagi akun yang postingan nya suka minta disebar luaskan.
Sering saya temui akun-akun anonym yang memberikan informasi tidak jelas asal muasalanya, dibagikan oleh ribuan penghuni Facebook. Padahal itu baru sekadar informasi, belum menjadi data yang bisa dipertanggung jawabkan. Masa bodoh lah, yang penting dishare dulu, benar atau salah, itu urusan belakang. Begitu kira-kira.
Apalagi jika mulai menyusuri kolom komentar. Intinya kolom komentar, mau itu kolom komentar fanpage berita atau pun kolom komentar fanpage jenis lain. Perdebatan akan dijumpai di sana. Saya merasa, perdebatan di kolom komentar lebih menghibur petualangan saya di dunia maya, dibanding isi dari postingan yang tersedia di beranda Facebook.
Sebuah perdebatan yang sengit dan panjang, tidak akan ada habis nya. Perdebatan di kolom komentar kadang tidak perlu data yang akurat. Modal bacot dan pede saja sudah cukup. Kalau kalah debat ya sisa spam. Atau hapus komentar awal. Luar biasa.
Akan tetapi, ketika saya berpetualang di Youtube, ada hal yang berbeda. Ibarat sebuah danau di tengah gurun pasir. Tapi, air danau nya paling sisa seember, terkena efek perubahan iklim yang begitu hebat. Jadi kesegarannya hanya sedikit. Setidaknya bisa membasahi tenggorokan yang kering dan terkena dehidrasi akut.
Walaupun perdebatan penghuni Youtube juga makin keras, tapi ada hal yang berbeda. Di sana, tumbuh benih-benih kerinduan. Ya, tentang rindu apa saja. Bahkan penghuninya seakan ingin ke zaman puluhan tahun yang lalu. Ini sebenarnya tidak jauh beda dengan facebook, yang penhuninya banyak yang rindu Orba.
Benih rindu yang tumbuh ketika saya berpetualang di Youtube, begitu terasa. Apalagi jika membaca komentar-komentar di channel tersebut. Rindu yang tumbuh itu, seolah menciptakan kampung halaman.
Begini, saya terkadang menonton video klip atau lagu-lagu Bugis Makassar. Sebenarnya lagunya tentang patah hati atau lagu cinta-cintaan lah. Namun, ketika saya menggeser layar smartphone saya ke bawah, saya menemui komentar sekumpulan orang yang merawat rindu tentang kampung dan keluarganya.
"Lagu ini mengingatkan saat aku tinggal di rumah kakak ku di desa Bunde Mamuju. Semuanya jadi teringat saat mendengar lagu ini. Ingin rasanya mengulang masa masa kerja di sana dan kumpul kakak seperti dulu. I love bunde" begitu komentar yang saya temui.
Atau komentar "Rindu kampung, semoga keluarga baik-baik saja"