Kadang pula komentar "Dengar lagu bugis, di tanah rantau, langusng menetes air mata"
Sebenarnya masih banyak lagi komentar tentang rindu nyang meluap-meluap. Puluhan tahun berpisah dari keluarganya. Ingin pulang, tapi apa daya, ongkos tak cukup.
Saya mengibaratkan Youtube hanya menyediakan bibit-bibit rindu, yang siap ditabur di lahan yang entah subur atau gersang. Bibit itu akan tumbuh dengan bantuan jari-jari penghuni Youtube. Sesungguhnya mereka merawat rindu itu, sampai akhirnya tumbuh, membesar dan tidak bisa dikendalikan lagi oleh si pemeliharanya. Eh ini kok malah seperti orang yang sedang memelihara monster.
Walau kadang saya menemui komentar "2018 ada?" atau "2018 anyone?" yang menjadi sampah peradaban. Tetap saja, saya selalu merasa rindu dengan kampung halaman saya. Sebuah kampung yang setidaknya masih ada senyum sapa dengan tetangga. Kampung di mana saya bisa merasa tenang di tengah hamparan padi yang menghijau.
Entah apa yang membuat Youtube begitu berpengaruh. Padahal, Facebook yang sekarang memiliki fitur History, bahkan history bulanan pun ada, tapi tidak membuat rindu itu tumbuh. Bahkan membayangkan kampung saja, terasa susah.
Hingga saat ini, pengunjung Youtube meningkat hingga 50 juta orang di Indonesia. Mereka mulai lebih menyukai sebuah video singkat, dibandingkan dengan sederetan tulisan yang berisi informasi. Tentu saja ini akan berpengaruh pada rimba konten dan komentar di Youtube.
Namun, walau penghuni Youtube terus bertambah. Saya belum bisa menemukan jawaban yang pas tentang, kenapa Youtube bisa begitu mudah menumbuhkan rindu, walau hanya dengan konten video durasi pendek?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H