Mohon tunggu...
Nur AnnisaPutri
Nur AnnisaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

Interests in Policy, Politics, and Environment

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nasib Pengungsi Rohingya di Indonesia

23 April 2023   00:35 Diperbarui: 23 April 2023   00:36 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2157

Banyaknya pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia menjadi tantangan tersendiri karena Indonesia harus menerima dan tidak dapat memaksa para pengungsi kembali ke negaranya. Hal ini sesuai dengan prinsip non-refoulement pada Konvensi 1951 yang membuat Indonesia tidak boleh mengembalikan para pengungsi ke negara semula (Susatyo, 2023). 

Indonesia bersama IOM lalu mencari solusi bagi kelangsungan hidup mereka. Namun, pada awal bulan Maret ini, IOM mengumumkan jika mereka kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup pengungsi Rohingya di Aceh. Di sisi lain, Indonesia pun tidak banyak memiliki anggaran untuk memberi bantuan. Akibatnya mereka terpaksa memotong suplai kebutuhan para pengungsi. 

Selain itu, kehidupan pengungsi Rohingya pun banyak mendapatkan ancaman karena mereka banyak menjadi korban perdagangan manusia.

Siklus tersebut selalu berputar dan tak kunjung henti. Banyaknya pengungsi Rohingya yang datang, namun tak diimbangi dengan fasilitas yang ada membuat para pengungsi dalam kondisi yang memprihatinkan (Kurnia, 2022). Mereka yang ingin mengadu nasib pun terhalang dengan kesulitan untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, pekerjaan ataupun kewarganegaraan. 

Hal ini dapat dilihat pada pengungsi yang terdampar di Aceh Besar pada akhir tahun ini, hingga kini mereka masih belum memiliki status yang jelas tentang nasib mereka. UNHCR yang menaungi pengungsi pun secara implementatif masih belum menemukan solusi hingga hari ini (Lubis, 2022). 

Bahkan, ironi di lapangan mencuat fakta jika terdapat ratusan pengungsi Rohingya di kamp penampungan Kota Medan, Sumatera Utara. Di antaranya terdapat pengungsi yang telah berada di kamp tersebut lebih dari 10 tahun, mereka datang pada tahun 2011 dan hingga kini belum mendapatkan hak yang jelas.

Pengajuan untuk mendapatkan status pengungsi resmi kepada UNHCR pun sering berjalan tidak mulus, namun begitu mendapatkan status pengungsi pun mereka belum tentu mendapatkan negara penerima. Akhirnya mereka menjalani hidup tanpa kepastian dengan menunggu selama bertahun-tahun untuk dapat diterima di negara yang tujuan guna memiliki kewarganegaraan.

Persoalan pengungsi yang melalui batas negara membuat polemik ini melibatkan berbagai pihak internasional. Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi 1951 pun tak dapat berbuat banyak pada perpindahan pengungsi, sehingga UNHCR memiliki andil yang besar dalam proses pengajuan perpindahan. Oleh karena itu, para pengungsi Rohingya hingga kini masih menunggu kabar baik yang dikeluarkan oleh UNHCR untuk mengatasi permasalahan mereka. 

Atas dasar kemanusiaan pula, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan regulasi yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Karena pada kenyataannya regulasi yang ada pada Perpres Nomor 125 kurang konkret sehingga para petugas lapangan masih sering kebingungan untuk menangani pengungsi yang kemudian para pengungsi ini hanya bersandar pada kebijaksanaan UNHCR dan IOM.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun