Mohon tunggu...
nurannisa
nurannisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PPN 12%: Tantangan Kebijakan Fiskal di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

5 Januari 2025   18:00 Diperbarui: 5 Januari 2025   18:06 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan PPN menjadi 12% hanya untuk penggunaan barang mewah (Sumber: ekon.go.id)

Oleh : Nur Annisa

 

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak konsumsi yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah 11%, yang diberlakukan sejak 1 April 2022. Namun, pada 31 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa tarif PPN akan naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kenaikan tarif ini merupakan bagian dari kebijakan undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong pertumbuhan, dan mempertahankan daya beli masyarakat.

                          

Meskipun kebijakan ini dirancang dengan tujuan yang baik, pelaksanaannya di lapangan menghadapi beberapa tantangan. Kenaikan tarif PPN ini menuai perdebatan dan keluhan terutama terkait ketidaksesuaian antara peraturan yang ada dan praktik di lapangan. Beberapa masyarakat mengeluhkan bahwa mereka dikenakan tarif PPN 12%, meskipun menurut aturan yang ada, nilai PPN yang seharusnya diterapkan adalah 11%. Untuk memahami lebih dalam tentang hal ini, penting untuk melihat konteks ekonomi Indonesia serta tujuan di balik kenaikan tarif PPN tersebut.

Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% sejatinya hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat mampu, sesuai dengan prinsip “barang mewah” dalam kebijakan ini. Dengan kata lain, kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk memberatkan seluruh masyarakat, melainkan lebih ditujukan pada kalangan yang lebih mampu. Tarif 12% hanya akan dikenakan pada barang-barang tertentu yangs ebelumnya sudah dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah).

Namun, meskipun tujuan kebijakan ini untuk menjaga keseimbangan ekonomi, implementasinya di lapangan tidak selalu sesuai dengan harapan. Banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami aturan baru ini, sehingga tarif PPN 12% yang seharusnya hanya dikenakan pada barang mewah, kadang-kadang diterapkan pada barang yang seharusnya dikenakan tarif PPN 11%. Hal ini menunjukkan adanya miskomunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha, yang pada akhirnya merugikan konsumen. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif agar pelaku usaha benar-benar memahami siapa saja yang berhak dikenakan tarif PPN 12%, serta barang dan jasa mana saja yang termasuk dalam kategori tersebut. Selain itu, masih ada juga kekeliruan dalam memahami perubahan tarif PPN. Banyak orang yang menganggap tarif PPN naik menjadi 12%, padahal yang dimaksud adalah kenaikan dari 11% menjadi 12%. Ini perlu dijelaskan dengan tegas dalam setiap sosialisasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang memperburuk persepsi masyarakat tentang kebijakan ini.

Jika kita melihat kondisi ekonomi Indonesia, kebijakan ini muncul di tengah deflasi yang berlangsung antara Mei hingga September 2024, dengan penurunan harga barang yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun deflasi mencerminkan penurunan harga barang, kenyataannya penurunan ini terjadi karena daya beli masyarakat yang menurun. Banyak orang yang tidak mampu membeli barang dan jasa, sehingga mereka lebih memilih untuk menabung dan mengurangi pengeluaran. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebijakan fiskal dan kondisi nyata di lapangan. Dalam situasi seperti ini, kenaikan tarif PPN justru berisiko memperburuk keadaan, karena bisa menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, meskipun sebelumnya sudah ada penurunan harga akibat deflasi.

Kenaikan PPN menjadi 12% memang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mewujudkan keadilan sosial. namun, dampak negatifnya terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan sektor UMKM perlu dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi agar kebijakan kenaikan PPN ini dapat berjalan dengan efektif. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil :

1. Peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku usaha

           Pemerintah perlu memperkuat upaya sosialisasi mengenai perubahan tarif PPN, terutama kepada pelaku usaha yang mungkin belum sepenuhnya memahami bagaimana aturan ini diterapkan. Pelaku usaha perlu diberi penjelasan yang jelas tentang barang dan jasa mana saja yang dikenakan tarif PPN 12%, dan mana yang tetap dikenakan tarif 11%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun