Mohon tunggu...
Nur Anisa Fitriyah
Nur Anisa Fitriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

Dengan adanya kegiatan menulis ini dapat menunjang wawasan dan pengetahuan yang lebih luas terutama dalam hal menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Kasus Kekerasan Santri di Pondok Pesantren Sukoharjo Berdasarkan Pandangan Filsafat Hukum Positivisme

22 September 2024   14:54 Diperbarui: 22 September 2024   15:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam beberapa tahun belakangan ini, sering kali muncul berita mengenai kekerasan anak di dalam ruang lingkup pesantren. Pesantren seharusnya dapat dijadikan sebagai rumah yang aman, damai dan menyenangkan bagi anak untuk menimba ilmu didalamnya. Bahkan KPAI menyatakan bahwa semakin meningkatnya angka kekerasan yang terjadi didalam pesantren merupakan suatu masalah yang sangat serius apalagi hingga berdampak terhadap kematian seorang anak.

KASUS SANTRI DI SUKOHARJO MENINGGAL DUNIA  AKIBAT KEKERASAN DARI SENIORNYA
Senin, 16 september 2024 telah terjadinya kasus kekerasan yang terjadi di pondok pesantren di kecamatan grogol, kabupaten sukoharjo, jawa tengah. Seorang santri berinisial akp berumur 13 tahun meninggal dunai diduga akibat kekerasan dari seniornya. Dalam mencari informasi terhadap kasus ini KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA ( KPAI) ikut memantau dan menelusuri kejadian ini. KPAI menyatakan bahwa kejadian ini terjadi pada pukul 11.00 wib di siang hari. 

Awal mulanya seorang santri ini dimintai sejumlah uang oleh seniornya namun ia tidak memberikan uang dan ia mengatakan bahwa ia sedang tidak memiliki uang. Kemudian senior pun marah dan memukul korban di bagian perut, dada dan uluhati. Akibat dari pukulan itu korban tidak sadarkan diri. Akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit terdekat." karena korban tidak segera ditangani akibatnya korban meninggal dunia" ungkap komisioner KPAI Aris Adi Laksono ( kamis, 19 september 2024)

Menurut saya dalam kasus meninggalnya santri di pondok pesantren sukoharjo ini  KPAI dan beberapa aparat penegak hukum harus segera mengusut secara tuntas mengenai kasus ini dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarga korban yang telah ditinggali. Selaras dengan hukum positivisme dalam menangani kasus tersebut harus disesuaikan dengan menggunakan hukum tertulis seperti halnya undang-undang. KPAI menegaskan bahwa kekerasan terhadap AKP yang berujung kematian merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014. perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya dalam ruang lingkup pesntren.  

Maka dalam memproses mengenai kasus ini  harus berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak  (UU SPPA) dalam memproses kematian santri ini  dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas perlindungan, keadilan, nondiskriminasi serta kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak, pembinaan dan pembimbingan Anak, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan," oleh karena itu, upaya dalam menganani kasus ini agar tidak terulang kembali masyarakat dapat dijadikan sasaran utama untuk lebih memperkuat pengetahuan dan keterampilan warga masyarakat dalam mengenali hak hak anak dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan lainya. Dengan demikian kasus ini dapat dijadikan sebagai pelajaran serius agar tidak dapat mentolerir budaya kekerasan terhadap anak khususnya dalam ruang lingkup pesantren ataupun ruang lingkup pendidikan baik yang bersifat formal ataupun non-formal.

MAZHAB HUKUM POSITIVISME
Positivisme merupakan suatu aliran yang dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa teori huku itu dikonsepsikan sebagai ius yang telah mengalami positifikasi sebegai lege dan lex guna menjamin kepastian antara yang terbilang hukum atau tidak. Oleh karena itu hukum dapat di katakan sebagai aturan yang hanya disangkut pautkan dengan hukum positif saja.
Didalam mazhab hukum postivisme ialah kekuasaan dianggap sebagai sumber hukum, lebih mengedepankan dan mengagungkan hukum tertulis karena di dalamnya diyakini bahwa tidak ada norma hukum diluar hukum positif, hukum dipisahkan secara tegas mengenai moral, etika dan keadilan. Oleh karena itu hal tersebut menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam proses penegakkan hukum itu sendiri.

BAGAIMANA ARGUMENT ANDA TENTANG MAZHAB HUKUM POSITIVISME DALAM HUKUM DI INDONESIA?  
Mengigat bahwasanya negara indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku dan tradisi yang sangat kuat dalam setiap daerahnya. Indonesia menjadikan hukum sebagai suatu aturan yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat serta dalam hukum di indonesia dalam menaati sebuah aturan tersebut tetap harus mempertahan nilai moral, etika dan keadilan bagi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu hukum Positivisme terkadang bertabrakan dengan nilai-nilai hukum adat atau norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dalam beberapa kasus, masyarakat lebih memilih penyelesaian sengketa melalui mekanisme adat atau musyawarah dari pada melalui pengadilan formal, karena dianggap lebih adil dan dekat dengan budaya setempat.

Dengan demikian Secara keseluruhan mazhab hukum positivisme dapat berjalan secara formal di Indonesia melalui sistem perundang-undangan dan penegakan hukum oleh lembaga negara. Namun, dalam praktiknya, banyak tantangan yang menghambat efektivitas positivisme, terutama terkait dengan keadilan substantif, masalah korupsi, dan ketidakselarasan antara hukum formal dengan realitas sosial masyarakat. Untuk mencapai sistem hukum yang lebih ideal diperlukan adanya keseimbangan antara pendekatan positivisme dengan nilai-nilai sosial dan moralitas lainya seperti halnya hukum sosiologi agar dapat menyelaraskan hukum dengan nilai moral, adat dan budaya yang ada di masyarakat serta dapat mengedepankan nilai keadilan sosial untuk mencapai kesejahteraan dalam ruang lingkup kemasyarakatan.

Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law, Common Law, Hukum Islam, Cet. 2 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 37-8
Arief Sidharta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, hlm. 50.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun