Mohon tunggu...
Ria Astuti
Ria Astuti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menikmati Perjalanan :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Hutan Mangrove Jakarta Perlu Perhatian Pemerintah

29 Mei 2014   15:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:59 7394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="236" caption="Yang Hijau Yang Menawan [Dok Pri"]"][/caption]Bulan Mei 2014 ini memang surganya liburan, banyak banget liburan nanggungnya. Hehe sayangnya Saya belum bisa mendapatkan ijin cuti. Jadi asik dengan One Day Trip seputaran Jabodetabek aja dulu. Selasa, 27 Mei yang lalu Saya bersama Ismi bermaksud mengunjungi Taman Wisata Alam Hutan Mangrove di daerah Muara Angke. Berbekal rute yang saya dapatkan dari Web Sahabat Bakau, saya bersama Ismi memutuskan menggunakan transportasi Busway dan meninggalkan motor di parkiran dekat Tamini Square. Jadi rutenya begini yang saya kutip: Menggunakan Kendaraan Umum Busway Naik busway koridor 9A (Pinang Ranti – Pluit), turun di Pluit Village Mall (klik disini untuk detail). Cari angkot berwarna merah nomer B 01 jurusan Grogol – Angke. Turun di pintu gerbang Pantai Indah Kapuk. tepat di ujung Jl. Muara Karang, ditandai dengan Pizza Hut dan apartemen River Side. Jalan kaki masuk ke Pantai Indah Kapuk, setelah menyeberang jembatan (sekitar 50 meter dari gerbang, di sebelah kanan Anda adalah Suaka Margasatwa Muara Angke. Ikuti jalan setapak di seberang kompleks ruko Meditarania Niaga, pintu masuk Suaka Margasatwa Muara Angke sekitar 300 meter dari jembatan disebelah kanan. Rupanya Busway memiliki system baru pembelian tiket, tidak lagi membayar cash Rp 3500,- namun membeli voucher flazz seharga Rp 20.000,- untuk 5 kali pemakaian. Hayah, kenapa jadi ribet dan lebih mahal. Menurut penjaga tiketnya, kartu Flazz ini dapat digunakan juga untuk Commuter Line (CL), hmmm masalahnya adalah saya jarang sekali naik busway dan CL jadi tidak efektif kalo saya membayar Rp 20.000,- untuk 2x perjalanan saja (pulang pergi Pinang Ranti-Pluit). Namun bersyukur ternyata bisa digunakan berdua dengan Ismi. Tapi tetap saja mubazir Rp 5.000,- Isshh! Oh ya, nanti bisa diberikan ke teman pengguna busway deh :D

[caption id="" align="aligncenter" width="236" caption="Gerbang Masuk Yang difoto dari dalam"]

Gerbang Masuk Yang difoto dari dalam
Gerbang Masuk Yang difoto dari dalam
[/caption] Sekitar jam setengah sepuluh kami sampai di Suaka Margasatwa Muara Angke. Sepi Sekali. Kepagian! Ketika kami masuk, kami berpapasan dengan seorang Bapak dan mengobrol sebentar, “Pak, ini nda ada yang jaga? Masih dibuka untuk umum nda? Kami boleh masuk pak?” “Masuk aja neng, tapi kalo di dalam diganggu monyet atau binatang liar lain, gak ada yang tanggung jawab.” Waduuww ! *Tepok jidat

[caption id="" align="aligncenter" width="236" caption="Pohon Bersilangan"]

Pohon Bersilangan
Pohon Bersilangan
[/caption]

Suaka Margasatwa ini hanya dijaga oleh dua petugas yang belum tampak ketika kami datang. Kondisinya tidak terawat sekali. Board Walk terbuat dari kayu yang membentang panjang menyusuri hutan Mangrove, seharusnya indah dan menarik namun jadi mengerikan karena papan bolong-bolong. Kayunya sudah lapuk, pohon-pohon bersilangan rendah, bahkan ada yang mengganggu jalan. Banyak buah pedada yang berserakan, tampaknya habis ada pesta sarapan monyet sebelum kami datang, huehue sok tau yeh saya :D Sayang sekali kawasan konservasi yang dijadikan proyek pengembangan pusat pendidikan lahan basah suaka marga satwa ini tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah. Di pinggiran perairan Hutan Mangrove juga terdapat perumahan kumuh warga, belum lagi sampah di sungai yang berserakan. Ohh Jakartaku.. saya kira akan menemukan surga Mangrove di sini :(

Saya dan Ismi masih penasaran, sok berani ingin menyusuri papan kayu lebih jauh ke dalam. Kami masih sempat narsis, poto sana sini. Hingga Ismi mulai digigitin nyamuk belang-belang, dia mulai parno itu nyamuk demam berdarah, belum lagi ketika Ismi mulai berfantasi melihat ekor binatang yang bergoyang-goyang di atas pohon. Ahaha dan yang lebih parnonya lagi, ketika saya melihat ada makhluk yang berenang di perairan hutan Mangrove itu, besarr, dekat sekali dari jembatan kayu, ya ampun BUAYAAA !!! Ahaha syukurlah, ternyata bukan buaya tapi biawak besar yang juga takut dengan kedatangan kami.

Anda boleh membandingkan tempat ini di blog Tempat-terunik.blogsot atau diTravel Detik yang diposting bulan Februari 2012. Masih sangat asri Suaka Marga Satwa ini, bahkan monyet-monyet ekor panjang masih terlihat nyaman duduk-duduk di papan kayu. Saya tidak lagi menemukan keindahan itu, mungkin dirusak banjir yang menerjang, namun jelas penyebab utamanya adalah pembangunan sekitar muara angke yang besar-besaran tanpa pedulikan keseimbangan alam. Ini baru dua tahun, bagaimana dengan warisan alam yang akan diberikan pada generasi muda berpuluh tahun mendatang? Ah.. sedih. Tapi selalu ada harapan, bagi yang ingin merubah keadaan menjadi lebih baik. Dari perjalanan ini, saya berfikir banyak tentang apa yang bisa saya berikan pada alam. Apakah cukup hanya dengan mendatanginya, mengagumi, menuliskannya? bukankah akan tambah banyak manusia yang datang ke tempat indah itu? dan belum tentu mampu menahan diri untuk tidak merusak? :(

[caption id="" align="aligncenter" width="236" caption="Keindahan Yang Tersia-sia"]

Papan Pijakan Rusak
Papan Pijakan Rusak
[/caption] Kami  memutuskan untuk kembali saja, namun justru bertemu dengan pengunjung lain yang baru saja datang. Mereka adalah keluarga ibu Pepi, suami-istri yang menyukai wisata alam bersama kedua anak mereka Nadhif dan Fidhan. Wah bersyukur sekali ketemu mereka, kami jadi menyusur hutan bersama, namun tidak juga sampai jauh, karena sudah melihat beberapa biawak besar dan papan pijak yang kurang safety untuk anak-anak. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Taman Wisata Alam Angke Kapuk yang juga wisata Hutan Mangrove namun dikelola oleh swasta. Kabar gembiranya, saya dan Ismi mendapat tumpangan hihihi alhamdulillah… ternyata lumayan manyun kalo jalan kaki dari Suaka Marga Satwa ke Wisata Alam Angke Kapuk, hihi. Ternyata sangat tidak disarankan ngeteng angkot ke sana, masih lebih baik bawa motor biarpun nyasar-nyasar ahaha dari pada gempor kefanaaasann pulak.

Cerita sedikit tentang asal usul sejarah nama Angke. Diperkirakan dinamai menurut nama panglima perang kerajaan Banten, Tubagus Angke yang memimpin pasukan kerajaan Banten untuk membantu kerajaan Demak menggempur Benteng Portugis di Sunda Kelapa di awal abad ke-16. Sungai tempat pasukan Tubagus Angke bermarkas kemudian dikenal sebagai kali Angke dan daerah yang terletak di ujung sungai ini disebut Muara Angke. Versi lainnya, berasal dari bahasa Hokkian, “Ang” yang berari merah dan “ke” yang berarti kali/sungai. Tahun 1740, Belanda membantai 10.000 orang Tionghoa di Glodok, yang membuat warna kali Angke merah bercampur darah. Dan versi terakhir berasal dari kata Sansekerta “Anke” yang berarti kali yang dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun