Oleh : Syamsyul Yakin (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) & Nur Andhita Pramudhita (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Akhlak adalah respons spontan. Seorang dai merespons mad'u (orang yang diajak berdakwah) dengan berbagai perilaku. Mad'u memiliki beragam karakter, ada yang menyenangkan, sibuk dengan urusan sendiri, dan ada yang menguji kesabaran seorang dai.
Allah menegaskan bahwa seorang dai bisa menjadi lembut saat berhadapan dengan mad'u, tanpa memandang kondisi mereka. Ini merupakan jaminan bagi Nabi dalam sejarah dakwah.
Nabi Muhammad memperlakukan orang kafir di Mekah dengan lunak, melihat mad'u sebagai objek dakwah dan saudara sesama manusia yang harus dikembalikan ke jalan kebenaran, bahkan saat mereka melakukan upaya boikot ekonomi.
Akhlak seorang dai berdasarkan petunjuk al-Qur'an meliputi lemah lembut dan pemaaf. Allah menjanjikan balasan bagi orang yang memaafkan dan berbuat baik.
Seorang dai juga harus memohonkan ampunan bagi mad'u yang berdosa kepada Allah.
Seorang dai juga harus mau bermusyawarah dengan mad'u. Ini diajarkan dalam al-Qur'an dalam surat Ali Imran ayat 159Â "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu"
Dalam sejarah, Nabi mengajak para sahabat bermusyawarah saat Perang Uhud, menunjukkan pentingnya konsultasi.
Selain itu, tawakal (bertawakkal kepada Allah) juga merupakan bagian dari akhlak seorang dai. Allah berpesan, "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (QS. Ali Imran/3: 159).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H