Mohon tunggu...
Muhammad Nur Amien
Muhammad Nur Amien Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Bebas Bersahaja

Hobi menulis dan membaca semua bidang ilmu dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Fenomena Menarik, Adanya 41 Calon Tunggal di Pilkada Serentak 2024

11 September 2024   14:51 Diperbarui: 11 September 2024   14:54 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejarah Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Pemilihan kepala daerah atau Pilkada oleh rakyat dilaksanakan setelah peristiwa reformasi 1998, baru bisa dilaksanakan pertama kali pada tahun 2005, sejak berlakunya UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan dalam pasal 1 ayat 20 dan 21 mengenai pasangan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dan KPUD Provinsi dan Kab/kota diberi wewenang khusus menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Setelah berlakunya UU no 22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum. Pemilihan kepala daerah yang langsung dari rakyat dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah disingkat pemilukada.

Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007  tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pilkada pada tahun 2005 dilaksanakan tidak serentak rentang 1 Juni 2005
 - 21 Desember 2005 yang dilakukan oleh 213 daerah terdiri dari 7 Provinsi, 174 Kabupaten dan 32 Kota. Dan pilkada tidak serentak terus berlanjut sampai tahun 2014 diakhir era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

Pilkada dilaksanakan secara serentak diikuti 269 daerah dilakukan pada tahun 2015 setelah awal era pemerintahan Presiden Jokowi dimana Presiden mengeluarkan Perppu pengganti UU no 1 tahun 2014 pemilihan Gubenur/Bupati/Walikota dan kemudian oleh DPR dijadikan UU no 1 tahun 2015 yang membatalkan UU no 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. UU no 22 tahun 2014 disyahkan di penghujung era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dimana dalam UU no 22 tahun 2014 tersebut terdapat pasal yang mengembalikan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Hal ini ditolak oleh rakyat secara luas.

Kemudian UU no.8 tahun 2015 tentang perubahan UU no 1 tahun 2015 disyahkan Maret 2015. Dengan undang-undang ini, rakyat dapat kembali memilih kepala daerah secara langsung. Selain itu, peraturan ini memulai era pilkada serentak. Dalam beberapa tahun sebelumnya, pilkada diadakan pada tahun yang sama, tetapi kadang-kadang diadakan pada bulan dan tanggal yang berbeda.

Fenomenan Pilkada Calon Tunggal

Fenomena pilkada dengan calon tunggal mulai terjadi pada tahun 2015, awalnya terdapat 11 daerah yang memiliki calon tunggal kepala daerah dan wakil kepala daerah karena petahana yang mencalonkan kembali terlalu kuat menyebabkan partai-partai diluar koalisi yang mengusung petahana tidak mencalonkan calon kepala/wakil daerah dan sampai batas akhir pendaftaran yang diperpanjang, tinggal 7 daerah yang tetap hanya lolos calon tunggal. 

Untuk menghindari penundaan pelaksanaan Pilkada serentak 2015, berdasarkan rekomendasi BAWASLU, KPU memperpanjang masa pendaftaran calon hingga tahun 2017 karena belum ada landasan hukum bagi KPU untuk meneruskan pilkada dengan calon tunggal.

Kemudian Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan MK no 100 tahun 2015 bulan September 2015 atas yudisial review oleh Effendi Gozali seorang ahli komunikasi UI, yang membatalkan pasal di dalam UU no 8 tahun 2015 yang menyatakan pilkada dapat dilaksanakan apabila sedikitnya terdapat 2 calon kepala/wakil kepala daerah dan keputusan MK no 100 tahun 2015 ini mengawali Pilkada calon tunggal diperbolehkan.

Pilkada serentak 2015 tercatat ada tiga daerah berpaslon tunggal dari total 269 daerah yang menyelenggarakan Pilkada (1,12%). Semua calon kepala daerah dari paslon tunggal adalah petahana. Mereka semua memenangi Pilkada dengan perolehan suara beragam. Rijanto-Marhaenis di Kabupaten Blitar memperoleh 84,90% suara. UU Ruzhanul Ulum-Ade Sugianto di Kabupaten Tasikmalaya memperoleh 67,35% suara. Raymundus Sau Fernandes-Aloysius Kobes di Kabupaten Timor Tengah Utara memperoleh 79,74% suara.

Dan pada tahun 2016 terbit UU no 10 tahun 2016 dan pilkada dengan calon tunggal dapat dilaksanakan dimana tercantum dalam pasal 54 ayat 1 dan 2, dengan ketentuan kartu pemungutan suara mencantumkan foto pasangan calon dan kolom kosong yang tidak bergambar untuk dipilih rakyat.

Fenomena calon tunggal terjadi lagi pada pilkada serentak tahun 2017 dimana ada 16 pilkada calon tunggal (8,91%) dari 101 pilkada, 2018 16 pilkada calon tunggal (9,35%) dari 171 pilkada dan tahun 2020 25 pilkada calon tunggal (9,26%) dari 270 pilkada. Dan pada tahun 2024 fenomena calon tunggal ada 41 pilkada calon tunggal (7,52%) dari 545 pilkada. Kesemuanya terjadi karena kepala daerah petahana maju kembali dalam pilkada tersebut dan terlalu kuat untuk dikalahkan.

Berdasarkan persentase, fenomena pilkada calon tunggal di pilkada serentak tahun 2024 sebesar 27,52% mengalami penurunan sebesar 1,75% dibandingkan pilkada tahun 2020 sebesar 9,26%.

41 Pilkada calon tunggal tersebar di 1 provinsi, 35 kabupaten dan 5 kota. Calon tunggal akan berhadapan dengan kolom kosong di kartu pemilihan pada pemungutan suara pilkada serentak tanggal 27 Nopember 2024.

Berdasarkan data KPU terhadap 41 Pilkada calon tunggal berdasarkan partai pengusungnya dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Terdapat 5 daerah, pilkada calon tunggal diusung oleh 6 - 8 partai (< 50% partai peserta pemilu nasional)
2. Terdapat 36 daerah, pilkada calon tunggal diusung oleh 9 - 18 partai ( > 50% partai peserta pemilu nasional)
3. Semua 41 daerah, pilkada calon tunggal diusung gabungan antara partai - partai koalisi KIM dan Non KIM termasuk PDIP
4. Terdapat 16 daerah, pilkada calon tunggal, koalisi partainya dipimpin oleh partai koalisi KIM (Golkar, Gerindra dan PAN)
5. Terdapat 11 daerah, pilkada calon tunggal, koalisi partainya dipimpin oleh partai koalisi non KIM (PKB, PPP dan Nasdem)
6. Terdapat 14 daerah pilkada calon tunggal, koalisi partainya dipimpin oleh PDIP
7. Terdapat 38 daerah, pilkada calon tunggalnya ikut diusung oleh PDIP (93%)  
8. Terdapat 2 daerah di Aceh, pilkada calon tunggal, koalisi partainya dipimpin oleh partai Lokal (Partai Aceh dan PAS Aceh)

Dari berbagai berita yang beredar sebelum pendaftaran di KPU, 41 pilkada calon tunggal semuanya di desain dari koalisi KIM Plus, kenyataannya bahwa dari 41 pilkada calon tunggal tidak hanya dari koalisi KIM Plus tetapi juga banyak pilkada calon tunggal dari koalisi partai PDI-P dengan partai lain yang ada di koalisi KIM plus dan partai - partai baru. Ternyata dinamika politik perhelatan pilkada di daerah-daerah tidak mencerminkan sama dengan perhelatan pilpres yang dimenangkan oleh koalisi KIM tetapi pembentukan koalisi pengusung bakal calon kepala/wakil kepala daerah beragam dari lintas partai politik baik yang ada di koalisi KIM maupun diluar koalisi KIM, begitu juga fenomena calon tunggal kepala daerah 2024 tidak mencerminkan perbedaan koalisi di pilpres 2024.

Kesimpulannya bahwa fenomena 41 daerah dengan calon tunggal kepala/wakil kepala daerah justru didukung oleh banyak partai, baik dari koalisi KIM dan Non KIM termasuk PDIP. Hal ini menghapuskan praduga yang gencar dihembuskan sebelum pendaftaran calon kepala/wakil kepala daerah melalui berbagai media sosial maupun media TV bahwa fenomena calon tunggal di daerah - daerah melawan kotak kosong di desain oleh partai pendukung koalisi KIM di daerah-daerah, padahal ternyata di daerah - daerah tersebut telah terjadi kesepakatan antara berbagai partai koalisi KIM dan Non KIM termasuk PDIP untuk mengusung calon tunggal kepala/wakil kepala daerah. Analisis ini tidak mempunyai tendensi keberpihakan kepada yang pro Prabowo /Jokowi maupun yang kontra Prabowo/Jokowi. Semoga bermanfaat dan tidak ada lagi keterbelahan bangsa ini karena perbedaan pilihan politik di masyarakat.
   
Referensi
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007  tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
PERPPU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Perppu no 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota menjadi undang-undang
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU no 1 tahun 2015
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU no 1 tahun 2015
Aryojati. 2015. CALON TUNGGAL DALAM PILKADA SERENTAK 2015,Info Singkat-VII-15-I-P3DI-Agustus-2015-81

Referensi Internet
2005. https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pemilihan_umum_kepala_daerah_di_Indonesia_2005
2018. https://perludem.org/2018/01/23/calon-tunggal-dan-krisis-eksistensi-partai/
2024. https://www.idntimes.com/news/indonesia/yosafat-diva-bagus/daftar-41-daerah-pilkada-dan-parpol-pengusung-lawan-kotak-kosong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun