Mohon tunggu...
nuramid hasji rosidi
nuramid hasji rosidi Mohon Tunggu... -

Lahir di Nganjuk, Jawa Timur Meniliki hobi photography

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Laksmi Palupi, Peserta Difabel, Pemenang Gadis Batik School Contest VII

23 Desember 2013   21:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laksmi Palupi, Peserta Difabel Pemenang Gadis Batik School Contest VII

Mengamati Peserta Lain dan Rasakan Getaran Panggung Saat Melangkah

Laksmi Palupi memukau pengunjung School Contest VII. Salah satu peserta gadis batik ini berbeda dengan peserta lain. Ia memiliki kekurangan dalam berbicara dan mendengar. Bagaimana cara dia menyesuaikan irama musik dengan gerakannya?

By: Nuramid Hasjim Rosidi.

1387808419917555421
1387808419917555421

Suasana Insumo Kediri Convention Center (IKCC) Sabtu (5/10) begitu ramai. Sorak sorai remaja siswa-siswi SLTP, SMA, dan sederajat begitu mengema. Ya, mereka sedang berkumpul mengikuti School Contest VII (SC VII). Sebuah ajang kreativitas bagi para pelajar dari berbagai sekolah di Kediri, Nganjuk, dan Tulung Agung.

Meski berada di dalam ruangan, suasana gerah masih juga terasa. AC tidak dapat mendinginkan panasnya cuaca siang itu. Semangat para pendukung pun semakin berkobar. Mereka meneriakkan yel-yel dukungan. Hari itu SC VII mengelar kompetisi english star, pemilihan gadis batik dan lomba akustik. Satu perlombaan yang menjadi perhatian, yaitu Pemilihan gadis batik yang dimulai pukul 15.00.

Lasmi Palupi, peserta dengan nomer urut 11 ini berbeda dengan peserta lain. Tuhan memberikan kelebihan tersendiri kepadanya. Walau sebagian orang memandang hal tersebut sebagai kekurangan. Palupi memiliki keterbatasan untuk mendengar dan berbicara. Sebuah pertanyaan yang terbesit di benak wartawan koran ini atau bahkan di pikitan para penonton. Bagaimana ia menyesuaikan lagu dan gerakan, dibalik kelebihannya itu?

13878084702049437043
13878084702049437043

Ditemui dibelakang panggung setelah selesai presentasi, pertanyaan itu terjawab. Duduk di sebuah sofa hitam kami berbincang-bincang. Melalui Ekowati, sang ibunda, siswi kelas 3 SMPLB Bhakti Pemuda Kediri ini bercerita. Kelebihan tersebut tidak membuat Palupi minder dengan peserta lain. Hal tersebut malah menberinya motivasi. Menunjukkan pada semua orang yang memandangnya sebelah mata. Bahwa kekurangannya bukanlah penghalang baginya untuk berprestasi.

Tuhan sunguh adil, meskipun ia lemah dalam pendengaran. Palupi diberikan feeling yang kuat. Getaran dari musik yang mengema dijadikan sebagai acuannya. Mengamati kontestan lainnya saat berjalan dan memperhatikan sekitar. Dari situ lah gadis dengan tinggi 175 cm menyesuaikan langkah, gerakan dan pose. “Palupi mengamati gerakan peserta sebelumnya,” ujar guru SDN Pagu ini tersenyum.

Rasa grogi menghampiri Palupi sebelum naik panggung. Untuk menghilangkan perasaan itu, ia memegang erat tangan ibunya. Hal itu memberikan energi positif baginya. Gadis yang hobi memasak nasi goreng pun melenggang bak model profesional. Perasaan deg-deg an pun hilang setelah ia berada diatas cat walk.

Satu persatu peserta tampil dan mempresentasikan motif batik yang mereka kenakan. Hingga sampai giliran Palupi dipanggil. Awalnya semua penonton melihat biasa penampilan gadis kelahiran 5 September ini. Tetapi hal itu berubah setelah seorang perempuan mengenakan pakaian dinas guru mendampinginya. Ia membantu gadis yang suka makan nasi goreng ini mempresentasikan batiknya. Perempuan berjilbab tersebut tak lain adalah Ekowati, sang bunda.

1387808570817992685
1387808570817992685

Semua mata pengunjung tertuju kepadanya. Aplaus penonton begitu mengema saat sang bunda selesai mempresentasikan motif batik. Palupi tampak anggun mengenakan batik jumantara prima dengan corak ponco margi. Sorak pengunjung semakin meriah saat Palupi melangkahkan kaki. Memperagakan gaun dan berpose dihadapan juri.

Dunia modeling telah dikenal Palupi sejak ia duduk di bangku kelas 6 SD SLB. Saat itu ia diajak gurunya yang akrab dipanggil bunda Susi untuk mengasah kepercaya dirinya. Sejak saat itu dia tertarik untuk mengikuti lomba sejenis. Setiap ada buklet tentang lomba model, ia sodorkan kepada Ekowati. “Boleh ya,” ucap gadis yang juga jago nari remong ini berkali kali saat merayu ibunya.

13878092141311937656
13878092141311937656

Mendengar permintaan putrinya, Ekowati pun tak bisa berbuat apa-apa. Sebagai seorang ibu, ia selalu mendukung keinginan anaknya. Asalkan hal tersebut positif dan dapat meningkatkan percaya dirinya. Kegembiraan selalu terpancar diwajah manisnya. “Seneng,” ucapnya dengan mengisyaratkan senyuman dan menganggukan kepala.

Baginya kekurangan tersebut bukanlah hal yang harus disesali. Melainkan harus disyukuri. Biarkan orang lain memandangnya sebagai kelemahan. Tapi ia bisa membuktikan kekurangannya tidak memutuskan jalannya untuk meraih prestasi. Bahkan September lalu ia juga meraih juara harapan 1 lomba tari remong tingkat provinsi yang diadakan di Selorejo, Malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun