Nuralia Putri Sabillah
Program Studi Pascasarjana Pendidikan MIPA, Universitas Indraprasta PGRI
nuraliaps@gmail.com
Pentingnya pembelajaran IPA sesuai dengan tuntutan era modern, menekankan pada pengembangan kompetensi seperti berfikir kreatif, kritis, berkomunikasi, dan penguasaan teknologi. Pembelajaran ini tujuan utamanya adalah untuk membangkitkan keyakinan diri siswa. dalam IPA, mengajarkan konsep dan keterampilan ilmiah, serta menghadirkan pengalaman pembelajaran yang mendorong kemampuan berpikir analitis dan proses penelitian. Selain itu, juga bertujuan untuk memperbarui ketrampilan ilmiah yang ditekankan kepada siswa dan guru.
Penilaian dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya: 1) direncanakan untuk mengukur pemahaman konsep, keterampilan proses sains (KPS), dan kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) melibatkan penggunaan portofolio dan penilaian kinerja untuk menilai KPS dan keterampilan ilmiah selama pembelajaran IPA dalam periode waktu tertentu; 3) menggunakan jenis soal yang serupa dengan PISA dan TIMSS untuk meningkatkan literasi sains siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kritis; 4) menekankan pemahaman konsep baik secara dasar maupun lanjutan dengan beragam jenis soal; 5) memberikan umpan balik berdasarkan observasi dan hasil kegiatan, sambil mendorong siswa untuk memberikan alasan atas kesamaan hasil; dan 6) memperkenalkan jenis soal yang digunakan dalam ujian nasional maupun internasional kepada siswa dan guru IPA.
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri dari empat elemen: (1) informasi seperti fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses pembelajaran yang melibatkan metode ilmiah seperti pengamatan, hipotesis, eksperimen, dan evaluasi; (3) aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari; dan (4) sikap penasaran terhadap alam semesta, makhluk hidup, dan keterkaitan sebab-akibat yang terbuka untuk eksplorasi lebih lanjut.
Konstruktivisme dalam konteks pembelajaran menyatakan bahwa pengetahuan individu berasal dari pengalaman belajar, dimana siswa secara alami memperoleh dan membentuk pemahaman mereka sendiri. Terdapat dua pendekatan utama dalam konstruktivisme: konstruktivisme psikologis dan konstruktivisme sosiologis. Konstruktivisme psikologis, dipopulerkan oleh Jean Piaget, menekankan pada pembentukan pribadi, individual, dan intelektual siswa melalui aktivitas sehari-hari. Sementara itu, konstruktivisme sosiologis mengakui pengaruh lingkungan sosial dalam membentuk pengetahuan siswa melalui interaksi dan eksplorasi dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Konstruktivisme, belajar adalah proses aktif siswa membangun makna dari pengalaman mereka. Proses ini ditandai oleh: a) pembentukan makna dari apa yang dirasakan dan dialami; b) rekonstruksi terus-menerus saat menghadapi hal baru; c) pengembangan pemikiran untuk memperoleh pemahaman baru; d) situasi ketidakseimbangan merangsang pemikiran lebih lanjut; e) pengaruh pengalaman fisik dan lingkungan pada hasil belajar; dan f) hasil belajar dipengaruhi oleh pengetahuan, konsep, tujuan, dan motivasi siswa.
Kegiatan belajar adalah proses aktif siswa yang melibatkan pencarian, pembangunan pengetahuan, dan tanggung jawab atas hasilnya. Siswa merumuskan penalaran, mencari makna, dan menyelesaikan ketidaksesuaian antara pengetahuan lama dan baru. Belajar melibatkan pengembangan pemikiran dengan kerangka pemahaman yang baru dan melalui proses refleksi, dialog, penelitian, dan pengambilan keputusan. Dalam proses ini, tingkat pemikiran siswa terus diperbarui dan diperkaya.
Konstruktivisme menekankan bahwa pembelajaran adalah proses dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, melalui partisipasi guru dan siswa dalam membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan memberikan justifikasi. Ini adalah upaya untuk membantu siswa berpikir sendiri secara benar.
Menurut konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator, memungkinkan siswa untuk menciptakan pemahaman baru dengan: a) Membebaskan siswa untuk fokus pada ide-ide utama, b) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi minat mereka dan mencapai kesimpulan unik, c) Berbagi informasi tentang kompleksitas kehidupan dan berbagai perspektif, serta mengakui tantangan dalam mengevaluasi belajar secara rasional.
Seorang guru harus memiliki penguasaan strategi pembelajaran yang beragam untuk sesuaikan dengan kebutuhan siswa, karena tidak ada satu strategi yang cocok untuk semua situasi. Dalam konstruktivisme, evaluasi hasil belajar siswa tidak hanya mencari kebenaran, tetapi juga menilai berhasilnya proses pembelajaran. Penilaian dalam konstruktivisme tidak terbatas pada tes objektif, melainkan juga menggunakan metode seperti portofolio dan observasi proses.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H