BPJS Kesehatan kembali menjadi sorotan. Mulai 2025, iuran BPJS Kesehatan direncanakan naik, dengan alasan menjaga keberlanjutan layanan di tengah ancaman defisit. Namun, benarkah kebijakan ini menjadi solusi untuk semua pihak?
Defisit BPJS Kesehatan terus menjadi perhatian utama, dengan angka yang diproyeksikan mencapai Rp20 triliun pada 2024. Salah satu penyebab terbesar adalah lonjakan utilisasi pelayanan kesehatan, atau jumlah layanan yang digunakan oleh peserta. Jika beberapa tahun lalu rata-rata utilisasi hanya 252 ribu per hari, saat ini angka tersebut melonjak drastis hingga mencapai 1,7 juta utilisasi per hari.
Angka ini mencerminkan meningkatnya jumlah masyarakat yang menggunakan layanan kesehatan melalui BPJS, seiring dengan bertambahnya peserta dan kesadaran akan hak jaminan kesehatan. Namun, peningkatan utilisasi ini tidak diimbangi dengan pendapatan iuran yang memadai, sehingga menciptakan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.
Meski demikian, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa kondisi keuangan badan ini masih sehat. "Sekali lagi, BPJS Kesehatan itu asetnya sehat. Tahun 2025 kami pastikan lancar membayar rumah sakit," ujarnya dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (13/11/2024). Ia juga memastikan pelayanan akan terus berjalan tanpa hambatan. "Jangan sampai pelayanan dipikir sulit. Kami bayar tahun 2025," tegasnya.
Bagi masyarakat, terutama kelompok rentan, kenaikan iuran ini membawa kekhawatiran. Banyak yang harus memilih antara memenuhi kebutuhan pokok atau membayar iuran. Risiko lain adalah meningkatnya jumlah peserta yang berhenti membayar, yang justru dapat memperparah defisit BPJS Kesehatan.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini diharapkan menjadi langkah penting untuk menstabilkan keuangan dan meningkatkan layanan. Tantangannya, jika kualitas layanan tidak membaik, kenaikan ini hanya akan menambah beban masyarakat dan memperburuk kepercayaan publik.
Kenaikan iuran tidak akan efektif tanpa perbaikan sistem secara menyeluruh. Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
Transparansi pengelolaan dana: Masyarakat harus tahu bagaimana iuran mereka digunakan.
Digitalisasi sistem: Proses klaim dan pengawasan perlu lebih efisien untuk mencegah penyalahgunaan dana.
Subsidi yang tepat sasaran: Subsidi harus menjangkau kelompok rentan secara efektif.
Peningkatan layanan kesehatan: Jika layanan meningkat, masyarakat akan merasa kenaikan ini sebagai investasi, bukan sekadar beban.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025 menjadi ujian besar bagi pemerintah dan BPJS. Apakah ini menjadi solusi yang membawa perbaikan atau justru memicu polemik baru? Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada reformasi menyeluruh dan komitmen untuk memberikan layanan yang adil, merata, dan berkualitas. Waktu yang akan menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H