Mohon tunggu...
NUR ALFI LAIL
NUR ALFI LAIL Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i'am just human, kritik dan saran sangat diterima asalkan disampaikan dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fakta, Mitos atau Politik Adu Domba Belanda? Jawa vs Sunda: Perang Bubat dalam Berbagai Sudut Pandang

29 Desember 2021   14:40 Diperbarui: 29 Desember 2021   14:47 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan Sunda dan Jawa sebelumnya berlangsung dengan harmonis, bukti keharmonisan hubungan tersebut ialah dengan adanya naskah-naskah kuno diantaranya: 1. Kitab Calon Arang, menceritakan hubungan niaga beberapa daerah di Nusantara salah satunya hubungan niaga antara kerajaan Sunda dengan Jawa timur (kerajaan Daha atau kerajaan Kediri) yang berlangsung dengan baik. 2. Kitab Tanti Panggelaran, kitab yang ditulis dengan bahasa Jawa tengahan yaitu bahasa Jawa yang mengalami transisi dari bahasa Jawa kuno ke bahasa Jawa modern. Kitab ini menceritakan kondisi pulau Jawa dari zaman purba, salah satu bahasan dalam kitab ini mengenai wilayah kerajaan yang berkembang di Jawa barat, gunung-gunung yang di anggap suci di Jawa barat, juga membicarakan budaya Jawa kuno dan Sunda kuno.

Fakta Sejarah Mengenai Perang Bubat:

Latar belakang dari perang Bubat ini menurut kidung Sunda merupakan  konflik antara kepentingan Hayam Wuruk yang merupakan salah satu raja di kerajaan Majapahit dengan Gajah Mada yang merupakan Patih atau penasihat di kerajaan Majapahit. Hayam Wuruk yang tak kunjung menikah pada saat itu mengadakan sayembara dengan mengirimkan utusan ke berbagai kerajaan ke segala penjuru Nusantara. Para utusan tersebut membawa lukisan-lukisan putri raja dari kerajaan yang di datanginya namun tidak ada yang mampu menarik perhatian Hayam Wuruk.

Tak lama kemudian Hayam Wuruk mendapat kabar bahwa putri di kerajaan Sunda memiliki paras yang cantik maka Hayam Wuruk mengirim seorang juru lukis ke kerajaan Sunda. Setelah melihat lukisan tersebut Hayam Wuruk tertarik dan ingin menikah dengan putri kerajaan Sunda yang bernama Dyah Pitaloka

Raja kerajaan Sunda sangat senang dan setuju dengan pernikahan yang akan berlangsung. Maka datanglah rombongan kerajaan Sunda dengan jumlah sekitar 2000 kapal termasuk kapal-kapal kecil.

Sedangkan kondisi di Majapahit sedang sibuk mempersiapkan berbagai persiapan untuk menyambut kedatangan calon permaisuri Hayam Wuruk dan rombongannya. 10 hari kemudian sampailah rombongan dari kerajaan Sunda di desa Bubat. Hayam Wuruk beserta kedua pamannya yang merestui hubungan tersebut yaitu raja Kahuripan dan raja Daha bersiap untuk menyambut kedatangan mereka namun hal tersebut di cegah oleh Gajahmada dengan alasan "tidak seyogyanya seorang Maharaja Majapahit menyongsong seorang raja yang berstatus sebagai raja Vasal seperti raja Sunda, ditakutkan ada seorang musuh yang sedang menyamar" karena ucapan Gajahmada tersebut Hayam Wuruk beserta kedua pamannya Menurut dan menunggu di kerajaan.

Raja Sunda yang menunggu terlalu lama mengirim utusan ke rumah Patih gajah Mada dan mengancam bahwa rombongan mereka akan bertolak pulang dan mengira bahwa Hayam Wuruk ingkar janji. Namun yang terjadi di sana ternyata pertengkaran karna gajah Mada ingin orang-orang Sunda bersikap selayaknya vasal-vasal Majapahit yang menurut di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit. Hal tersebut di tolak oleh raja kerajaan Sunda yang lebih memilih gugur sebagai seorang ksatria demi membela kehormatan diri dan kerajaan dari pada hidup tetapi dihina oleh orang Majapahit. Maka perang pun tak terhindarkan.

Dalam peperangan tersebut Raja Sunda dan pasukannya tewas terbunuh, adapun istri dan anaknya yaitu Dyah Pitaloka memilih untuk bunuh diri.

Hayam Wuruk terpukul atas kejadian tersebut dan meratapinya. Setelah itu Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara untuk menyembah yang kan dan mendoakan para arwah.

Setelah prosesi mendoakan arwah selesai, maka kedua pamannya beserta Hayam Wuruk menyalahkan gajah Mada atas terjadinya pristiwa ini. Hayam Wuruk berniat menghukum mati Gajahmada. Maka datanglah kedua paman Hayam Wuruk ke rumah Gajahmada. Namun gajah Mada dengan menggunakan segala perlengkapan nya melakukan yoga samadi dan setelah itu ia moksa menuju ketiadaan.

Hayam Wuruk yang merasa bersalah kepada kerajaan Sunda meminta maaf dan manifestasi permintaan maaf tersebut berupa naskah kidung Sunda. Sejarah kelam diatas menjadi latar belakang kebencian antara Sunda dan Jawa.

Perang Bubat Sebagai Alat Politik Adu Domba Belanda

Menurut sebagian analisis sejarah perang Bubat yang menjadi latar belakang kebencian antara Sunda dan Jawa merupakan salah satu siasat sistem politik yang dilakukan oleh penjajah Belanda pada waktu itu yaitu politik adu domba atau Devide at Impera VOC. Yang bertujuan memecah belah Nusantara pada saat itu. Namun pendapat tersebut belum terbukti adanya dan baru bersifat perkiraan para analis sejarah.

Lapangan Bubat

Fakta sejarah mengenai perang Bubat ialah lokasi perang Bubat yaitu di lapangan Bubat, tempat inilah yang pada akhirnya menjadi nama peperangan antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Sunda.

Terdapat perbadaan pendapat mengenai lapangan Bubat. Pendapat pertama yang berasal dari kakawin Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca mengatakan bahwa Bubat merupakan Padang rumput di sebelah Utara kediaman kerajaan yang biasanya digunakan untuk acara olahraga tahunan yang diselenggarakan kerajaan. Lapangan Bubat menjadi lokasi peperangan antara rombongan pengantin dari kerajaan Sunda dengan pasukan Bhayangkara Majapahit.

Menurut kidung Sunda Bubat merupakan pelabuhan sebuah sungai di ibu kota Majapahit. Dengan arti lain Bubat merupakan lokasi bertemunya para pedagang di Majapahit.

Salah satu naturalis dari Inggris, Nigel Bullogh dalam 'Napak Tilas Perjalanan Empu Prapanca' menyebut bahwa Bubat berada di sebelah selatan kali Brantas. Sementara sumber lain menyatakan bahwa Bubat terletak di Desa Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur

Salah satu penyebab perang Bubat ialah adanya perbedaan kepentingan antara Hayam Wuruk yg menjadi raja kerajaan Majapahit dengan kepentingan Gajah  Mada yang terobsesi dengan sumpah Palapanya ingin menaklukkan semua kerajaan di Nusantara.

Perang Bubat Dalam Pandangan Para Penulis Fiksi 

Menurut pendapat para penulis fiksi sejarah Gajah Mada tidak menyetujui pernikahan antara Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka karena kepentingan asmara Gajah Mada. Para ahli fiksi mengtakan bahwa Gajah Mada tidak rela apabila Dyah Pitaloka sebagai kekasih Gajah Mada di persunting oleh Hayam Wuruk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun