Sejak ditayangkannya film documenter yang berjudul dirty vote pada tanggal 11 februari 2024 kemarin ramai diperbincangkan. Alasan film ini ramai diperbincangkan dikarenakan mengungkap kecurangan dalam proses pemilihan presiden tahun 2024.
Pro dan kontra hingga saat ini masih saja terus mengiringi film yang sudah ditonton sebanyak 6,7 juta kali tersebut. Perlu juga kita pahami bahwasanna banyak Masyarakat yang mempertanyakan terkait dengan netralitas dalam pemilu. Sehingga film dirty vote hadir yang menjadi symbol narasi-narasi ketidakpuasan Masyarakat.Â
Munculnya pro dan kontra yang masih terlontar ialah dari pihak kontra sendiri terkait film tersebut terkesan memihak kelompok tertentu dan menjatuhkan kelompok lainnya sedangkan dari pihak pro film ini menjadi sangat penting karena sebagai sarana edukasi politik pada public.Â
Jadi bis akita lihat bahwa film documenter tersebut bisa dikatakan sebagai edukasi ataupun kritik. Dari segi edukasi menunjukkan bahwa kontestasi politik tidak jauh dari perebutan kekuasaan dan juga film ini menjadi kirtik pada pemerintah meskipun kebenaran tersebut perlu dikonfirmasi dalam dialog politik (suko 2024)
Film dirty vote memanfaatkan data yang telah beredar serta yang menjadi pertanyaan public menunjukkan kepentingan yang bisa beurjung pada kecurangan dalam rangkaian pemilihan presiden, film ini menjadi peringatan kepada siapa saja bahwa melakukan kecurangan khususnya ditahapan pemungutan,perhitungan dan rekapitulasi hasil.Â
Film ini bukan tergolong kampanye ataupun Upaya menjatuhkan tiap pasangan calon akan tetapi film ini merangkum serta menggambarkan dugaan kecurangan pemilu secara baik dan mudah dicerna. Film ini sebagai gambaran keresahan public terhadap penyelenggaraan pemilu yang diisi dengan konflik kepentingan, potensi kecuranagn melawan aturan hukum kepimulan yang sebetulnya selama ini sudah di advokasi oleh kelompok Masyarakat. Jadi jika film ini dianggap sebagai propaganda maka menurut say aini sangat berlebihan karena apa yang disampaikan merupakan informasi public yang terbuka yang hasil kerjanya dari jurnalistik.
Jadi tiap tokoh politik seharunsya menanggapi kemunculan film documenter tersebut dengan lebih terbuka tanpa adanya melakukan konfrontasi pada perilisannya biarkan narasi film tersebut menjadi konsumsi yang berujung pada penilaian Masyarakat namun kebnayakan dari beberapa politikus menjadikan ladang untuk menggiring opini public meskipun sedang masa tenang menjelang pemilu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H