Mudik atau pulang kampung merupakan salah satu momen yang sangat di nantikan oleh kebanyakan orang yang merantau, terutama bagi orang yang merantau jauh dari kampung halaman untuk mencari nafkah ataupun menlanjutkan pendidikan tinggi. Bagi kami yang merantau untuk melanjutkan pendidikan di kota yang jauh dari kampung halaman, pulang dan lebaran bersama keluarga merupakan satu kenikmatan yang tidak bisa di gantikan. Hal ini karena mudik atau pulang kampung tidak bisa dilakukan di setiap libur lebaran.
Bagi kami anak rantau luar pulau khususnya mahasiswa rantau, mudik bukan sekedar perjalanan pulang, akan tetapi sebuah ritual penuh makna yang sarat akan kerinduan dan pengorbanan. Jauh dari orang tua, dan sanak saudara menghadapi hiruk pikuk kota sendirian menjadikan pulang sebagai obat dari segala lelah. Hanya saja pulang kampung bukan menjadi hal yang mudah, dan tidak bisa dilakukan setiap tahun, dikarenakan kampung yang jauh dan biaya untuk pulang yang tidak sedikit.Â
Menempu pendidikan di tanah Jawa, dengan segala hiruk pikuk dan dinamika kotanya adalah kesempatan yang sangat berharga untuk orang daerah seperti kami, Â namun semua penuh juga penuh dengan tantangan. Jauh dari keluarga dan kampung halaman, mahasiswa perantau luar pulau jawa harus beradaptasi dengan kehidupan kota besar, mengejar prestasi akademik, berjuang bersaing dengan orang yang sudah lama di kota, dan sering kali menghadapi tekanan finansial dan emosional.
Salah satu tekanan paling berat mahasiswa perantau adalah tekanan finansial, ketika sudah akhir bulan dompet sudah rata bersama bantal, ada beberapa mahasiswa yang merelakan hari-harinya untuk berkerja part time untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota orang. Jikapun tidak menemukan jalan keluar minjem ke teman atau puasa menjadi solusi paling terakhir.
Dengan segala perjuangan emosional seorang perantau akan sangat di uji ketika lebaran semakin dekat. Ingatan tentang rumah, keluarga dan semua nuansa lebaran seola muncul di benak.Â
Dengan kenyataan bahwa kampungnya jauh, biaya pulang yang tinggi menjadi alasan kebanyakan mahasiswa perantau ini tidak pulang kampung. Pulang atau tidaknya kami semuanya tergantung dua hal diatas. Ketika akhirnyaa kesempatan untuk pulang, biasanya tidak mikir dua kali dan langsung melakukan persiapan dengan penuh semangat.
Transportasi yang biasanya digunakan ada dua, yakni jalur laut (kapal) dan jalur udara (pesawat).Tiket kapal biasanya dipesan seminggu sebelum keberangkatan, beda halnya dengan pesawat karena tiket pesawat akan melonjak naik dua kali lipat ketika mudik lebaran sehingga biasanya kami memesan tiket nya sebulan atau 3 minggu sebelum keberangkatan, supaya dapat yang lebih murah. Â
Pulang kampung adalah momen yang sangat di nanti nanti, namun semua itu harus di bayar dengan perjalanan yang sangat melelahkan. Dari pusat kota naik bus atau kereta api kemudian ke pelabuhan, tunggu kapal seharian kemudian berangkat dan menikmati dua atau tiga hari di atas kapal tanpa internet.Â
Ketika sudah sampai di kampung halaman semua rasa lelah itu terkalahkan dengan senyuman Mama Abah yang menyambut dengan senyuman.  Setiap tahap perjalanan penuh dengan tantangan, namun semangat untuk bertemu keluarga membiaskan lelah menjadi terasa  lebih ringan. Setiap kilometer yang ditempu membawa kami semakin dekat dengan rumah.
Pelukan hangat dari orang tua, senyum bahagia dari saudara kebersamaan dengan teman-teman dan semua kenangan di rumah mengahapus semua rasa lelah. Kembali merasakan masakan mama, tertawa bersama saudara bermain dan berkumpul sama teman-teman adalah kebahagiaan yang paling dinanti semua perantau.Â
Pemandangan pagi menjadi lebih asri, udaranya jauh lebih segar, dan sore yang menggungah mata. Dikota kita juga menemukan hal demikian, namun entah kenapa ketika di rumah dan di kampung sendiri semuanya menjadi terasa lebih nikmat.
Momen lebaran menjadi waktu yang paling di tunggu-tunggu ketika pulang kampung. Ketika menjadi perantau lebaran hanya sekedar solat kemudian pulang kembali ke kos atau kontarakan dan tidur. Inilah yang menjadikan momen lebaran di kampung halaman menjadi spesial. Setelah shalat Id dikerjakan, keluaga besar akan berkumpul, melakukan sungkeman, makan bersama, dll.Â
Yang menjadi pembedah dari hari-dari lain adalah di hari raya biasanya hidangan makanan lebaran menjadi sangat istinewa. Tidak hanya itu ada juga yang juga menjalankan upacara adat, seperti menari tarian tradisional, mengunjungi kerabat dari rumah ke rumah  ziarah ke makam-makam keluarga, biasanya akan membersihkan makam, menabur bunga atau hanya sekedar memanjatkan doa untuk Almahrum dan berbagai cerita lain. Â
Setelah beberapa hari atau minggu menikmati semua kebersaman di kampung halaman, akan tiba saatnya untuk pulang kembali ke kota melanjutkan ritual merantau. Meski dengan berat hati harus kembali meninggalkan keluarga dan sanak saudara, namun kami biasanya akan kembali ke kota dengan semangat dan energi yang lebih baru.Â
Momen -momen yang membakar rasa untuk harus kembali berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga semakin membara, inilah yang menjadi bekal yang memberikan kekuatan dan motivasi untuk kami kembali melanjutkan perjuangan di perantauan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H