Mohon tunggu...
Nur Aini Rizky Syaban
Nur Aini Rizky Syaban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 20107030112 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Aiini

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Perempuan Berkalung Sorban" Karya Hanung Bramantyo

4 Juni 2024   14:02 Diperbarui: 5 Juni 2024   13:43 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita tarik dari perspektif agama kedudukan perempuan sangatlah di junjung tinggi, ia diberikan kebebasan yang sama seperti laki-laki. Dalam hal memimpin Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa tidaklah diciptakan manusia melainkan menjadi khalifah di muka bumi. Penyebutan khalifah di muka bumi tidak mengenai gender tertentu sehingga menjadi seorang pemimpin bukanlah sahaja tugas seorang laki-laki. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 " Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi". Tidak hanya itu di dalam Al-Qur'an Allah juga menceritakan kisah Ratu Balqis dalam Qs. An-Naml ayat 23-44, yang diceritakan bahwa adanya seorang Ratu yang berhasil dalam memimpin suatu kerajaan.

Masyarakat di lingkungan sekitar selalu berasumsi bahwa kodrat perempuan adalah menjadi istri dan ibu rumah tangga, dalam hal ini tugas perempuan adalah macak, masak dan manak. Pemikiran masyarakat yang sedemikian diakibatkan oleh kontruksi sosial yang telah terbentuk  bertahun-tahun lamanya sehinggga sulit untuk diubah.

Anisa merupakan anak dari salah satu kyai besar sekligus pemilikk pondok pesantren, lahir dari seorang kyai terpandang di kampungnya dan seorang ibu  yang juga menganut pemikiran yang sama oleh suaminya. Nama besar pondok pesantren dan suaminya menjadikan ibu Anisa selalu mengalah dan diam saat berdiskusi dengan sang suami ataupun dengan anak laki-lakinya walaupun yang disampaikan oleh mereka keliru sekalipun. Anisa merupakan anak tiga berasaudara, ia memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Reza dan Wildan. Sejak kecil Anisa dan kedua kakanya diperlakukan dengan cara yang berbeda, kedua kakanya sangtlah di istimewakan, salah satu keistimewaan yang diberikan abahnya adalah menyekolahkan kedua anaknya ke Madinah dan Mekka dengan relah menjual semua tanah yang dimiliki oleh keluarganya. Namun berebda ketika Anisa meminta izin untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya, ia tetap tidak diperbolehkan padahal Anisa tidak meminta beban biaya kepada kedua orang tuanya karena ia mendapatkan beasiswa, dalih yang disampaikan adalah seorang perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seorang mahram takutnya akan menjadi fitnah.

Anisaa dewasa yang selalu dikekang ini kemudian dinikahkan dengan seorang laki-laki pilihan ayahnya yang merupalan sahabat karib ayahnya yang juga berlatar belakang kyai. Laki-laki yang akan menjadi suami dari Anisa merupakan seorang sarjanah lulusan Kairo, Mesir dan merupakan penerus pondok pesantern ayahnya. Anisa pada mulanya menolak pernikahan tersebut, namun akhirnya ia menerima keputusan tersebut dengan alasan bahwa setelah menikah Anisa boleh melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena sudah ada yang menjaga dirinya.

Kisah yang Hanum Bramantyo coba gambarkan ini menunjukan kepada semua pihak, baik perempuan maupun laki-laki bahwa perilaku patriarki yang kolot dan feodal ini bisa di lakukan oleh siapa saja baik perempuan maupun laki-laki setinggi apapun ilmu, wawasan dan pendidikannya. Pendidikan seharusnya menjadi pisau pengikis setan-setan patriarki, namun ternyata kita pun tidak bisa pura-oura buta dan tuli bahwa masih banyak sekali setan-setaan patriarki ini berkeliaran bersembunyi dibalik gelar sarjanah dan ilmunya, bahwa ternyata gelar tidak bisa menjamin seseorang terlepas dari watak dan perilaku patriarkal.

Ironinya, yang selalu menjadi objek sasaran kekejaman perilkau patriarki ini pada umumnya adalah perempuan. Hal ini dikarenakan masyarakat kita menganggap bahwa budaya patriarki ini merupakan hal yang wajar, hal ini kemudian menyebapkan semakin meningkatnya korban kekerasan atas diri perempuan.

Perempuan Berkalung Sorban membawa pesan yangg kuat tentang perjuangan perempuan dalam mendaapatkan hak-haknya. Melalui Anisa kita belajar dan merenungkan bagaimana agama dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari mempengaruhi pemikiran manusia, serta pentingnya pendidikan serta kesetaraan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Beberapa pelajaran yang ada dalam film ini dianataranya :

  • Para pelaku patriarki adalah orang-orang yang insecure atas dirinya sehingga dengan sengaja merawat budaya patriarki untuk melindungi dan mempertahankan kekuasaanya atas manusia yang lain.
  • Marginalisasi dan subordinasi atas diri perempuan bukanlah ajaran agama dan budaya leluhur, sebab agama maupaun adat istiadat menunjung tinggi kemanusiaan.
  • Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan politik. Kodrat perempaun hanyalah ada empat yakni menstruasi, mengandung, menyusui, serta melahirkan. Selain dari empat kodarat lahiriyah tersebut, pekerjaan yang biasanya dikerjakan perempuan bisa dikerjakan oleh laki-laki, begitupun sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun