Mohon tunggu...
Nuraini Mastura
Nuraini Mastura Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Suka baca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Era Keuangan Digital: Beradaptasi atau Tergilas

14 September 2024   09:43 Diperbarui: 14 September 2024   19:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua puluh tahun lebih sudah dunia digital menyentuh kehidupan finansial kita. Digagas di AS sejak kurun 1980-an, konsep internet banking baru mulai marak diadopsi oleh perbankan dunia pertengahan 1990-an saat perangkat lunak sudah siap dan penetrasi jaringan internet mulai meluas. 

Awal 2000, ia pun mulai masuk di dunia perbankan tanah air. Seiring kemajuan teknologi telepon seluler, produk perbankan dengan mengandalkan jejaring internet lalu merambah SMS Banking dan Mobile Banking.

Sepuluh tahun kemudian, sebuah entitas baru mulai hadir di ekosistem keuangan dalam negeri--kemunculan bank digital. Bank digital ini menawarkan layanan keuangan tanpa keberadaan kantor fisik dan tanpa kebutuhan tatap muka dengan pelanggan. 

Belakangan, inovasi produk-produk finansial terus bermunculan, mulai dari pembayaran menggunakan QRIS, tap to pay, sampai paylater (pembayaran mengandalkan uang imajinatif yang baru akan diterima di masa datang). Bagi masyarakat urban, semakin dekatlah kita menuju cashless society.

Dua dekade lebih, kini, masyarakat telah berkenalan dan beradaptasi dengan teknologi keuangan digital. Lantas, adakah dampaknya terhadap perilaku kita sebagai pengguna jasa keuangan digital ini?

Sisi Gelap Digitalisasi Keuangan

Orang luput mengira bahwa momentum kelahiran internet-banking merupakan sebuah gebrakan dahsyat yang kemudian mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan uang. Bila dulu setiap transaksi bayar harus mengandalkan uang fisik, kini masyarakat mulai diperkenalkan pada pengalaman membelanjakan barang dan jasa tanpa keberadaan uang fisiknya.

Secara psikologis, membelanjakan uang fisik yang digenggam di tangan dengan uang nominal di layar, sungguh berbeda. Pada situasi kedua, kita akan cenderung lebih boros dalam berbelanja. Apalagi saat ini, proses belanja dibuat serbainstan, ringkas, mudah.

rupixen via unsplash
rupixen via unsplash

Era digital telah berhasil mengubah cara kita membelanjakan duit.

Sayangnya, transaksi cashless dan berbagai toko onlen yang menjamur telah menyuburkan sisi gelap dari kapitalisme. Konsumerisme telah mencapai taraf yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Bila dulu rentenir, lintah darat atau tengkulak sukses mendapat cap negatif, kini berbungkus teknologi, pinjaman berbunga ini justru mendapat wajah yang berbeda di masyarakat. Ya, pinjol (pinjaman onlen) justru makin marak. Dari yang mengaku berbasis OJK sampai yang jelas-jelas ilegal. 

Layanan iklan pinjol begitu masif membombardir calon konsumen lewat kiriman pesan singkat sms, e-mail, telepon hingga di platform tontonan semacam youtube. Bahkan, nyaris seluruh aplikasi belanja besar menghidupkan fitur Paylater untuk proses pembayaran alternatif. Dengan iming-iming voucher tambahan.

Bila di era 80-an, iklan layanan masyarakat di TVRI kerap kali menyiarkan pesan agar masyarakat berbelanja sesuai kemampuan, beda sekali atmosfer pesan iklan yang diterima masyarakat saat ini. "Segera check out timbunan keranjang belanja Anda. Sampai kapan wishlist itu akan dipelototi? Uang bukan masalah. Check-out segera dengan paylater."

Terlepas dari pemerintah yang semestinya turun tangan, kita boleh mengajukan pertanyaan mindful di level individu. Orang-orang impulsif dan konsumtif rentan menjadi korban. Tetapi sampai kapan kita ingin menjadi korban yang sebegitu tak berdaya?

Menjadi Pengguna Cerdas atau Korban dari Teknologi?

Perlu disadari, bahwa produk-produk keuangan digital ini tak lain hanya buah dari teknologi yang bebas nilai. Dampak negatif atau positifnya itu semata bergantung pada perilaku manusia selaku pengguna teknologi. Ambil kendali. Tetapkan pilihan. Akankah kita hendak menjadi pengguna cerdas atau korban yang tergilas oleh pesatnya teknologi digital?

Di luar dari efek buruknya, kemajuan teknologi telah melahirkan banyak hal bermanfaat bagi kebutuhan finansial kita. Selain layanan yang praktis dan mudah --- kita tak lagi perlu mengandalkan ATM untuk mengambil segepok uang, misalnya --- inovasi di bidang finansial telah menghadirkan berbagai layanan digital yang memungkinkan kita untuk belajar mengelola keuangan kita sendiri.

Kita kini disuguhi banyak pilihan aplikasi finansial gratis bagi pengguna IOS ataupun android.

Ada aplikasi pencatat keuangan (budgeting) yang memudahkan kita untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan sehari-hari. Ada layanan bank digital yang memungkinkan kita untuk menyediakan kantong-kantong belanja terpisah. Pos belanja barang konsumtif bisa dibatasi dan tidak mengganggu pos biaya sekolah anak, misalkan. Dengan begitu, kita bisa membangun kebiasaan berbelanja yang lebih sehat dan menghindari spending yang impulsif.

Bila dulu belajar reksadana dan portofolio saham rasanya sungguh njlimet, kini dengan bantuan algoritma komputer, berinvestasi jadi perkara mudah bagi orang awam sekalipun. Passive income sudah menjadi penghasilan alternatif yang lazim. Mencapai kebebasan finansial jadi impian yang sering kali dibincangkan oleh generasi dewasa muda saat ini.

Belakangan, pengembangan Artificial Intelligence mulai diadopsi ke dalam teknologi baru perbankan. Zaman terus bergulir dan kita bisa mengharapkan inovasi-inovasi baru akan terus bermunculan. 

Bagaimanapun, terlepas dari dampak baik dan buruknya, ingatlah, bahwa manusia adalah makhluk yang pintar dan paling adaptif. Bukankah teknologi itu sendiri pun merupakan buah dari kepintaran manusia? Maka ambillah pelbagai peluang yang muncul seiring kemajuan zaman ini untuk menjadi orang yang bukan hanya melek, melainkan cerdas, secara finansial.

Karena sesungguhnya, tak ada pilihan. Entah kita beradaptasi, atau kita tergilas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun