Mohon tunggu...
Nur Aida Nasution
Nur Aida Nasution Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta, dengan minat dalam fotografi, videografi jurnalistik, desain grafis, serta penulisan berita.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI Membentuk Peran Guru di Era Digital

2 Juli 2024   20:30 Diperbarui: 2 Juli 2024   20:51 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital yang dipenuhi dengan kemajuan teknologi, Artificial Intelligence (AI) tidak hanya sekadar inovasi, tetapi sebuah revolusi dalam dunia pendidikan. Peran guru sebagai pilar utama dalam pendidikan menghadapi tantangan besar akibat integrasi teknologi AI. Hal ini memunculkan pertanyaan besar bagi kita, 

"Akankah AI mengubah peran guru di era ini?"

Artificial Intelligence (AI), atau yang sering kita sebut kecerdasan buatan, adalah kemampuan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. AI tidak hanya mencakup mesin pembelajaran, tetapi juga algoritma canggih yang mampu menemukan pola dalam data dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang dianalisis.

Penerapan AI dalam pendidikan membawa perubahan besar dalam cara siswa belajar dan guru mengajar. Bayangkan platform belajar online yang mampu memberikan pembelajaran yang dipersonalisasi, sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, dan kecepatan setiap siswa. AI dapat mewujudkannya!

Guru pun terbebaskan dari tugas administratif yang memakan waktu, seperti penilaian dan pelaporan. Hal ini memungkinkan mereka untuk fokus pada interaksi langsung dengan siswa, membangun hubungan yang lebih personal, dan memberikan bimbingan yang lebih berkualitas, sehingga mencapai potensi penuh mereka.

Lebih keren lagi, AI membuka akses pendidikan yang lebih luas, menjangkau siswa di daerah terpencil atau mereka yang memiliki keterbatasan akses terhadap guru. Teknologi ini pun menjadi alat bantu untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 yang esensial, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah.

Namun demikian, ada perdebatan tentang seberapa jauh AI dapat menggantikan peran guru secara langsung. Michael Barber - Direktur Pendidikan di McKinsey & Company, menegaskan bahwa AI seharusnya dipandang sebagai alat bantu yang memperkuat kualitas pembelajaran, bukan pengganti guru.

Di Indonesia, penggunaan AI dalam pendidikan mulai menunjukkan geliatnya. Aplikasi belajar online seperti Ruangguru dan Zenius memanfaatkan AI untuk merekomendasi materi pembelajaran kepada siswa. Hal ini memungkinkan mereka untuk belajar secara mandiri dengan lebih efektif dan terarah.

Sistem penilaian online seperti Quipper dan Kahoot! pun hadir untuk membantu guru dalam menilai pekerjaan siswa secara otomatis dan memberikan umpan balik yang cepat dan terstruktur bagi siswa, sehingga mereka dapat memahami kesalahan mereka dengan lebih baik dan meningkatkan hasil belajar mereka.

Gemini, chatbot edukasi yang dikembangkan oleh Google, menjadi asisten belajar yang selalu siap membantu siswa. Chatbot ini dapat menjawab pertanyaan siswa terkait materi pelajaran, memberikan informasi tentang berbagai topik edukasi, dan bahkan menemani siswa belajar dengan cara yang interaktif dan menyenangkan.

Peluang Cerdas atau Ancaman Terselubung?

Namun, perlu diingat bahwa AI bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, AI menawarkan segudang manfaat dan merevolusi berbagai bidang. Di sisi lain, AI juga memicu kontroversi dan kekhawatiran, menimbulkan pertanyaan tentang masa depan pendidikan kita, seperti bagaimana sistem pendidikan dapat beradaptasi untuk mempersiapkan generasi penerus.

Dampak Negatif bagi Guru: 

1. Takhta Terancam? 

Kekhawatiran terbesar para guru adalah potensi tergantikan oleh AI. Sistem pengajaran adaptif yang mampu menyesuaikan materi dan kecepatan belajar dengan individu siswa, serta kemampuan AI memberikan umpan balik instan, dikhawatirkan dapat menggantikan peran guru.

2. Devaluasi Profesi? 

Penggunaan AI yang berlebihan dapat membuat tugas guru menjadi monoton dan terkesan mudah digantikan. Hal ini bisa berdampak pada penurunan motivasi dan kepuasan kerja guru, serta berpotensi menurunkan citra profesi guru.

3. Keterampilan Baru Dibutuhkan

Memang benar, guru dituntut untuk beradaptasi dan menguasai teknologi AI. Hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi guru senior yang mungkin kurang familiar dengan teknologi baru.

Di sisi lain, siswa pun merasakan dampak negatifnya. Ketergantungan berlebihan pada AI dikhawatirkan membuat mereka kurang mandiri dan kehilangan kesempatan untuk berinteraksi sosial dengan guru. Tak hanya itu, kesenjangan akses teknologi dan potensi bias algoritma juga menjadi hantu yang menghantui pemanfaatan AI dalam pendidikan.

Lantas, bagaimana cara kita menjembatani kontroversi ini? 

Jawabannya adalah pemanfaatan AI yang seimbang dan bijak.  Perlu ditekankan bahwa AI tidak boleh menggantikan peran esensial guru dalam proses belajar mengajar. Keterampilan interpersonal, dan kemampuan membangun koneksi dengan siswa adalah hal yang tidak dapat digantikan oleh mesin. 

Di tangan guru, potensi setiap anak dapat berkembang optimal. Tidak hanya dibekali dengan pengetahuan akademik, tetapi juga nilai-nilai moral dalam diri mereka, seperti kejujuran, tanggung jawab, rasa hormat, dan kepedulian terhadap sesama. Etika dan kesetaraan adalah kunci dalam pengembangan dan penggunaan AI dalam pendidikan.

Pemerintah dan pihak terkait perlu memastikan ketersediaan infrastruktur teknologi yang memadai agar semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berbasis AI, terlepas dari latar belakang sosial ekonomi atau lokasi geografis mereka. 

AI memiliki potensi besar untuk merevolusi dunia pendidikan. Dengan memanfaatkan AI secara bijak, guru dapat meningkatkan efektivitas pengajaran, mempersonalisasi pembelajaran, dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada siswa. Namun, penting untuk diingat bahwa AI tidak akan menggantikan guru. 

Masa depan pendidikan dengan kehadiran AI menawarkan berbagai peluang, tetapi juga menghadirkan tantangan yang tidak boleh diabaikan. Dengan kolaborasi yang kuat antara guru, siswa, dan teknologi AI yang bertanggung jawab, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan berkualitas bagi semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun