Mohon tunggu...
Padma Radscha
Padma Radscha Mohon Tunggu... lainnya -

pejabat = penduduk jawa barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FAUZI BOWO dan Kemacetan Jakarta

3 April 2009   04:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:14 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala macam studi ilmiah hingga yang ngga ilmiah sudah seringkali kita dengar membahas dan meneliti mengenai kemacetan di Jakarta. Namun tetap juga antara hasil penelitian dan implementasi yang menjadi peran pemerintah masih jauh dari berkaitan.

Di dunia bisnis, solusi terbaik dari setiap masalah akan ditemukan jika sejalan dengan "behavior" para pelaku dan pihak terkait dengan masalah yang akan diselesaikan.

Kebanyakan solusi-solusi yang ditawarkan dari penelitian, artikel dan diskusi ilmiah adalah berpusat pada PUBLIC TRANSPORTATION tanpa "melibatkan" atau "mengendalikan" perilaku dari pihak-pihak terkait dari masalah kemacetan.

Bapak Gubernur dari jaman dulu hingga sekarang pun dibikin pusing dengan kemacetan selain banjir tentunya. Beberapa lama saya memikirkan Bapak Fauzi Bowo dan program kerja beliau dalam mengatasi kemacetan jakarta. Berbagai macam pikiran, asumsi, analisa dan alternatif bersliweran di pikiran saya. Akhirnya saya putuskan untuk sekedar sumbang saran saja dan menghindari melakukan celaan, ejekan bahkan hinaan.

Sebelum membahas sumbang saran, berikut adalah asumsi pemikiran yang saya gunakan:


  1. Bahwa penambahan jumlah kendaraan jauh lebih cepat daripada penambahan jumlah jalan.
  2. Jumlah penggunaan kendaraan pribadi menjadi salah satu penyebab utama kemacetan di jakarta.
  3. Harga bahan bakar mempengaruhi jumlah penggunaan kendaraan di jaan raya.
  4. Kepemilikan kendaraan pribadi di jakarta tidak ada pembatasan.
  5. Pemilik kendaraan pribadi adalah masyarakat yang memiliki penghasilan di atas rata-rata masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan asumsi di atas maka saran saya untuk pemerintah DKI khususnya Bapak Fauzi Bowo adalah:


  1. Kepemilikan kendaraan pribadi harus dibatasi, dengan cara: kepemilikan kendaraan pertama dikenakan pajak dengan tarif normal, namun kepemilikan kendaraan berikutnya dikenakan tarif pajak dua atau tiga kali lipat. Kebijakan ini sudah diterapkan di negara tetangga. POLA PEMBATASAN ini juga dapat diberlakukan untuk kendaraan bermotor / roda dua dengan sedikit penyesuaian dari batasan jumlah kepemilikan.
  2. Harga Bahan Bakar untuk kendaraan mewah (misalkan jenis Pertamax) di naikkan hingga di atas 20% dari harga normal untuk jenis bahan bakar tersebut.
  3. Harga bahan bakar (solar dan premium)untuk kendaraan pribadi adalah ditambahkan 500 - 1000 rupiah perliter dari harga normal. Misalkan: harga eceran saat ini Rp 4.500,- maka harga bahan bakar untuk kendaraan pribadi ditambahkan sebesar Rp 1.000,-  menjadi Rp. 5.500,-. Penambahan ini hanya berlaku untuk kendaraan roda empat.
  4. Sedangkan harga bahan bakar untuk kendaraan umum sesuai dengan harga eceran yang berlaku.
  5. Tarif parkir. Parkir selama ini masih cenderung dipandang sebagai sumber penghasilan semata, padahal bisa menjadi salah satu INSTRUMEN pengendalian kemacetan di Jakarta. Misalkan untuk tarif parkir saat ini (khusus di pinggir jalan non gedung) adalah Rp 2000,- Jika dinaikkan menjadi Rp 5000,- nilai karcis parkirnya maka kendaraan pribadi akan berpikir untuk menggunakan kendaraannya dan parkir sembarang tempat. Namun pemerintah DKI jangan memberlakukan rasio keuntungan kecil bagi penjaga parkir. Coba misalkan nilai keuntungan yang ditawarkan kepada penjaga parkir adalah 50% dari nilai karcis parkir, maka hal ini akan mencegah munculnya praktek parkir non karcis, selain itu juga dapat meningkatkan pendapatan penjaga parkir. ( Sebaiknya pemerintah DKI tidak mengambil keuntungan terlalu banyak dari Tukang Parkir, mengingat TIDAK ADA TUKANG PARKIR JALANAN YANG KAYA)
  6. Barulah setelah 5 hal di atas dapat dijalankan maka Penyediaan Transportasi Public menjadi hal yang benar-benar harus diperhatikan oleh pemerintah DKI. Baik dari segi Jumlah maupun Kualitas transportasi Public. Misalkan pemberlakuan aturan bahwa kendaraan transportasi public wajib di renovasi / overhaul total setiap 3 tahun sekali dan atau dengan standar kualitas 90% dari kondisi BARU! Khususnya mengenai kondisi INTERIOR dan tingkat EMISI KARBONNYA.
  7. KONSISTEN DAN KOMITMEN dalam menjalankan kebijakannya dan ada sanksi hukum baik bagi pegawai pemerintah dan masyarakat yang melanggar / tidak menjalankan aturan / melakukan penyimpangan. Supaya kebijakan pemerintah yang baru tidak menjadi PELUANG BARU untuk melakukan PUNGUTAN LIAR, PENYALAHGUNAAN WEWENANG dan TINDAKAN PENYELEWENGAN LAINNYA.

Inti dari semua di atas adalah lebih memprioritaskan untuk mengurangi ALIRAN JUMLAH KENDARAAN YANG MASUK KE JALAN RAYA dibandingkan  menambah kapasitas luas dan panjang jalan raya karena penambahan kapasitas  jalan cenderung  lebih sulit bin sangat susah serta membutuhkan biaya yang lebih banyak dan juga waktu lebih lama.

Kemacetan iniii...semoga cepat berla-lu.

Hatiku damai..jiwaku tentram bersamamu.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun