Bagaimana saya tidak bingung, di sebagian media massa dikatakan bahwa kompor listrik tersebut diberikan secara gratis kepada masyarakat sebagai ganti kompor gas yang menggunakan gas Elpiji 3 kg. Bukankah gas Elpiji 3 kg dengan tabung berwarna hijau diperuntukkan untuk masyarakat miskin? Bahkan jelas tertulis ditabungnya tulisan "HANYA UNTUK MASYARAKAT MISKIN".Â
Sedangkan, sebagian besar masyarakat miskin menggunakan listrik berdaya 450 VA atau 900 VA. Jadi, bagaimana bisa dikatakan kompor listrik ini digunakan untuk mengganti kompor gas LPG 3 kg?
Secara hitung-hitungan matematika SD saja sudah pasti kelihatan, bahwa hasilnya akan minus. Artinya, kompor listrik tersebut tidak mungkin bisa digunakan oleh masyarakat miskin. Kecuali jika mereka menaikkan daya listrik rumah mereka.
Jadi, secara tidak langsung meskipun pemerintah tidak jadi mencabut listrik 450 VA, pemberian kompor listrik dengan daya 1.000 watt ini adalah bentuk paksaan kepada masyarakat untuk mencabut listrik 450 VA mereka secara mandiri.
Ah, entahlah. Mumet saya kalau sudah bicara kebijakan pemerintah. Kadang saya merasa kebijakan pemerintah ini sering tidak masuk akal.Â
Atau, mungkin otak saya saja yang belum satu frekuensi dengan otak pembuat kebijakan. Jadinya semuanya terlihat tidak masuk akal di otak saya.
Energi Terbarukan
Ohya, satu lagi ketidak-masuk-akalan yang saya dapatkan, di beberapa media (termasuk di postingan indonesiabaik.id sebelumnya), diinformasikan bahwa program kompor listrik ini sebagai komitmen transisi energi terbarukan.Â
Tapi apa buktinya, wong 48% sumber listriknya saja dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU kan sebagian besar menggunakan batu bara. Apakah batu bara termasuk energi terbarukan? Jika kalian lupa, kalian bisa baca lagi buku IPA SD.
Selain PLTU, pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) menyumbang sebesar 22%. PLTMG, PLTG, PLTGU juga berbahan dasar energi yang tidak terbarukan. Sisa 30% lainnya baru disokong oleh pembangkit listrik energi terbarukan.
Jadi pertanyaannya, apakah sesuai jika dikatakan penggunaan kompor listrik sebagai komitmen transisi energi terbarukan?Â
Karena kenyataanya 70% sumber energi listrik sendiri dari energi tidak terbarukan. Saran saja mungkin pernyataan "komitmen transisi energi terbarukan" tidak usah digunakan.Â