4. Transfer ilmu tidak maksimal
Meskipun sebagian golongan mengatakan bahwa melalui pembelajaran online, siswa dapat memperoleh ilmu seperti pembelajaran offline, bagi saya seorang guru - yang sudah mengalami secara langsung - hal itu sangat sulit tercapai. Hal ini dikarenakan melalui pembelajaran online, guru tidak bisa memberikan treatment yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa.Â
Biasanya dalam pembelajaran offline, guru akan memberikan treatment tertentu agar muridnya paham. Misalnya dengan penekanan ucapan, pengulangan penjelasan, penunjukkan spontan, cara penulisan, urutan penulisan, dan lain sebagainya.Â
5. Guru tidak bisa mengajarkan karakter dengan maksimal
Pembelajaran karakter akan lebih mudah diajarkan dan ditiru jika diucapkan dan dilakukan secara langsung di depan siswa. Selain itu pembelajaran karakter perlu pengawasan secara ketat dalam praktek pelaksanaannya. Misalnya saja karakter tanggung jawab, dalam pembelajaran online kita hanya bisa memberikan definisi dan contoh tindakannya. Akan tetapi, pada pembelajaran offline, selain definisi dan contoh, kita bisa terus melakukan pengawasan terhadap prakteknya di pembelajaran. Misalnya anak diberi tugas piket membersihkan kelas, mengembalikan buku ke perpustakaan, tanggung jawab dalam kelompok belajar, dan lain sebagainya.
6. Tidak bisa mengukur kemampuan siswa secara akurat
Jika pembelajaran dilakukan secara online, penilaiannya pun dilakukan secara online. Pada kasus penilaian online, banyak sekali terjadi kecurangan yang menyebabkan nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan kemampuan siswa.Â
Kecurangan-kecurangan tersebut antara lain (a) siswa mengerjakan dengan mencari jawaban melalui google, lebih parahnya lagi bahkan kadang mereka tidak tahu soalnya apa, tinggal copas (copie paste) soal ke google, muncul jawaban lalu mereka langsung copas jawaban ke form soal online. Jadi boro-boro mereka paham, tahu soal dan jawabannya saja tidak, (b) soal penilaian dikerjakan oleh guru les/orangtua. Hal ini juga pernah terjadi di sekolah saya, anak yang sejatinya memiliki kemampuan kurang, ketika pembelajaran online berlangsung selalu menempati posisi nilai tertinggi. Setelah ditelusuri ternyata yang mengerjakan adalah orang tuanya. (c) paling parah, siswa tidak mengerjakan penilaian karena alasan ketiduran atau sedang ada kerja sambilan.Â
Demikian tadi beberapa hal yang terjadi pada kasus pembelajaran online. Sebagai pendidik (baca:guru) saya sangat tidak setuju jika pembelajaran online dikatakan sebanding dengan pembelajaran offline. Hal ini terutama, pada pendidikan jenjang sekolah dasar, dimana peran guru masih sangat dibutuhkan dalam hal siswa memahami suatu ilmu.
Pada jenjang tingkat menengah atas ataupun perguruan tinggi, mungkin pembelajaran online dan offline bisa hampir memiliki kesebandingan, meskipun tetap tidak sebanding, tetapi setidaknya efeknya lebih kecil.
Jadi terkait adanya berita tentang meningkatnya kasus covid - 19 : Omicron, yang menyebabkan pembelajaran akan dilakukan secara online, membuat saya sebagai guru (kemungkinan besar mewakili perasaan guru lainnya) merasa khawatir dengan nasib pendidikan kota di masa ke depan. Terutama nasib peserta didiknya.