Berita tentang virus corona atau yang dikenal juga dengan nama covid-19 saat ini menjadi topik yang trending di berbagai media, baik media offline maupun media online.Â
Tidak hanya sebatas berhenti menjadi trending di media saja, bahkan berita ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan ibu-ibu di berbagai tempat, di pasar, di tempat kerja, atau di teras rumah ketika merumpi. Masyaraat biasa menyebutnya dengan istiah pandei.Â
Pandemi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai wabah yang berjangkit serempak dimana-mana, meliputi daerah geografi yang luas.
Pandemi corona tak kunjung usai. Bahkan data pemerintah yang ditampilkan dalam laman www.covid19.co.id menunjukkan bahwa kasus corona semakin meningkat, yaitu jumlah pasien yang positif mencapai 377.541 orang, jumlah pasien yang sembuh mencapai 301.006 orang, dan jumlah pasien yang meninggal mencapai12.959 orang. Sedangkan data global menunjukkan bahwa 216 negara terjangkit dengan jumlah kasus terkonfirmasi sejumlah 17.660.523 kasus.
Bisa dikatakan pandemi ini memiliki dampak yang cukup besar dalam berbagai aspek yang ada di dunia pada umumnya dan di Indoensia pada khususnya, termasuk aspek pendidikan. Dampak yang paling kentara dalam aspek pendidikan terletak pada pelaksanaan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara langsung (offline), semenjak ada pandemi corona, dilakukan secara tidak langsung (online).
Pembelajaran secara online ini, menurut penulis sebagai seorang guru kurang efektif dibandingkan dengan pembelajaran secara offline, terutama pada siswa usia dini dan anak-anak. Selain itu, infrastktur yang ada di Indonesia belum cukup memadai untuk mendukung pembelajaran secara online.Â
Pembelajaran menurut aliran behavioristik adalah upaya membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan lingkungan dengan tingkah laku si pelajar, karena itu disebut juga pembelajaran perilaku. Maka dalam hal ini menurut penulis, lingkungan adalah salah satu faktor yang penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran siswa usia dini dan anak-anak.
Dalam buku yang ditulis oleh Ahmad Rifai dan Catharina Tri Anni, massa kanak-kanak meiiki beberapa sebutan, yaitu:
- Usia kelompok, dimana anak beajar dasar-dasar perilaku sosial untuk penyesuaian diri pada waktu mereka masuk kelas satu.
- Usia menjelajah, karena anak-anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, perasaannya, dan bagaimana ia bisa menjadi bagian dari lingkungan.
- Usia bertanya, dimana salah satu cara dalam menjelajah lingkungan adalah dengan bertanya.
- Usia meniru, dalam hal ini yang paling menonjol adalah meniru pembicaraan dan tindakan orang lain.
- Usia kreatif, dimana anak lebih menunjukkan kreatifitas dalam bermain selama masa kanak-kanak dibandingkan masa-masa lain.
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran terbaik bagi anak-anak adalah dilakukan dengan cara pembelajaran berkelompok. Akan tetapi, seperti  kita ketahui selama masa pandemi corona, pemerintah memberlakukan larangan mengadakan pembelajaran tatap muka di sekolah bagi daerah zona merah, orange dan kuning. Sedangkan untuk sekolah di daerah zona hijau diperbolehkan mengadakan pembelajaran tatap muka di sekolah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (tirto.id).
Agar pembelajaran tetap berlangsung tanpa melanggar peraturan pemerintah, akan tetapi tujuan dari pembelajaran juga tetap tercapai penulis mengusulkan pembelajaran berbasis lokal, dengan memberdayakan pemuda yang ada di desa. Hal ini juga sejalan dengan peraturan pemerintah tentang adanya system zonasi. Kebijakan ini mulai diterapkan sejak tahun 2017 (Kominfo).Â