Mohon tunggu...
aathifah.nr
aathifah.nr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sedang menghargai waktu

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Belajar Bahagia Bahagia Belajar

21 Juni 2021   03:03 Diperbarui: 21 Juni 2021   06:30 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengawali review buku ini dengan ucapan rasa terima kasih saya kepada sepupu yang kala itu sedang berada di perantauan rela-rela mengirimkan buku ini dengan cuma-cuma. Ketika membuka isi paket, saya terkejut dengan isinya, sebuah buku parenting tanpa ada yang lain menemaninya. Alhamdulillah, walau sederhana tapi ini suatu kesyukuran karena buku ini adalah buku pertama pemberian orang lain semasa hidup saya. Dikarenakan umur saya waktu itu masih terbilang muda, maka buku ini tidak menarik perhatian saya, sehingga hanya memajangnya di lemari. Toh, buku parenting hanya untuk ibu-ibu yang telah menikah atau bagi orang yang sedang mempelajari pola pendidikan kepengasuhan anak.

Singkat cerita, hingga tiba saat saya berada pada kejenuhan dengan segala aktivitas semasa santri dulu, saya yang berada di depan lemari tak sengaja melirik buku bersampul putih dengan paduan warna ungu tersebut masih rapi dengan segelnya.

Sedikit demi sedikit saya baca dengan seksama. Menarik! karena bahasa yang ringan dan tidak bertele-tele juga tiap judul dengan materi singkat yang menjadi moodboster saya ketika membaca buku saat itu hingga kini, serta paduan kisah-kisah nyata yang menurut saya jarang didapati dari buku-buku motifasi yang sering saya baca. 

Buku ini ditulis oleh seorang Ibu lulusan Politeknik dan Teknik Mesin di ITB yang juga merupakan lulusan sastra UNPAD dan telah lama berkecimpung dalam dunia parenting anak. Perubahan yang bertolak belakang ini berawal ketika hadirnya sang buah hati. Saat itu penulis bingung bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Hingga akhirnya tersadar bahwa ia yang Sarjana Teknik Mesin belajar merawat mesin, tapi tidak sama sekali belajar teknik merawat bayi. Ibaratnya untuk merawat benda mati saja perlu ilmu apalagi mengurus makhluk hidup yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Begitulah hingga lahirlah buku ini.

Buku yang disajikan secara singkat ini terbagi menjadi 4 bagian, bagian pertama adalah "Belajar Bahagia". Dari judul saja telah diketahui bahwa tak semua kebahagiaan akan lahir begitu saja, terlebih lagi pada kebahagiaan seorang anak yang ia dapatkan dari orang sekelilingnya terutama dari orang tuanya sendiri. Bagaimana mungkin seorang anak akan bahagia sedangkan orang tuanya sendiri tidak bahagia.

Pada bab ini penulis mengawalinya dengan kisah seorang pewaris tunggal pengusaha Yunani yaitu Christina Onassis yang merupakan orang terkaya di dunia pada saat itu. Ia mewarisi Deposito saham, koleksi seni, danau, pulau pribadi juga perusahaan pesawat terbang dsb. dari sang Ayah. Betapa bahagianya bukan? tapi justru yang terjadi, ia ditemukan tewas bunuh diri. Pangkal keputusasaannya ketika ia pernah berkata "Aku adalah perempuan yang paling kaya tetapi aku tidak bahagia".

Ketidakbahagiaannya datang ketika ia telah menikah empat kali, akan tetapi semuanya gagal dan hanya mendapatkan seorang anak dari hasil pernikahan terakhirnya, sehingga ia bersumpah tak ingin menikah lagi. Kemudian ia bepergian ke kota-kota di seluruh dunia hanya untuk mencari kebahagiaan hingga ajal menjemput. Ia mewariskan seluruh kekayaan pada anak perempuannya tanpa kasih sayang dan perlindungan seorang ibu.

Dari kisah tersebut dapat dipetik bahwa pentingnya kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga, tanpa bahagia segunung harta pun tak akan ada artinya. Begitu juga keharmonisan rumah tangga sangat berpengaruh pada pola kepengasuhan anak.

Selanjutnya adalah bagian "Bahagia Belajar". Di sini penulis banyak mengajak para pendidik agar membuat suasana belajar saat anak-anak tumbuh dalam keadaan senang dan tidak tertekan, sehingga ia dapat menerimanya dalam keadaan optimal dan baik.

Bagian ketiga adalah "Menemukan Makna". Banyak hikmah-hikmah yang saya dapatkan pada bagian ini. Dari hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari penulis mampu mengemasnya sedetail dan seapik mungkin hingga menjadi wawasan yang sangat luas.

Rasulullah bersabda: "Bertafakkur sejenak lebih baik dari ibadah setahun". Dengan berdalihkan hadits tersebut membuat saya mengagumi kejeniusan sang penulis yang mampu menggabungkun antara teori hukum alam dan parenting anak.

Bagian akhir adalah "Memotifasi" yang dirangkai dengan kisah-kisah nyata tiap judulnya. Diantara judul tersebut yang menarik perhatian saya adalah "Indahnya Ilmu Pengetahuan". Dikisahkan dalam sebuah acara, seorang pembicara bertanya, 

"Ibu-ibu kalau telinga jangkrik di mana?" hadirin menjawab serentak "Di kepala..." kemudian sang pembicara bertanya hingga pertanyaan terakhir mereka menjawab dengan serentak sesuai pengetahuan yang ada. Kini giliran sang pembicara menjawab "Maaf Bu, jawaban ibu-ibu semuanya salah" Semua serentak riuh tak percaya "Kalau Ibu rajin membaca buku, akan ibu temukan informasi bahwa telinga jangkrik ada di kakinya, bla bla bla" sang pembicara pun menjelaskan dengan rinci tentang fenomena alam tersebut hingga membuat mereka takjub.

Menilik dari kisah tersebut bahwa banyak hal menakjubkan ketika seseorang mendalami ilmu-ilmu pengetahuan. Sehingga akan menghapus rasa bosan ketika benar-benar telah menyelaminya. Nah, sebagai orang tua harus memiliki rasa ingin tau tersebut, karena gairah dan keingintahuan akan sangat berpengaruh terhadap anak-anaknya. Alangkah indahnya ketika rumah dihiasi oleh diskusi-diskusi ringan tentang ilmu pengetahuan bukan dengan canda dan permainan.

Di sini saya menyimpulkan bahwa mengarungi sebuah rumah tangga bukan hal yang sepele, tak tanggung-tanggung akan banyak orang yang masa depannya di tangan orang tua termasuk seorang ibu. Jika mengawalinya saja tak bahagia, maka bagaimana keadaan cucu-cicitnya sebagai penerus bangsa.

Demikian pe-review an saya dari buku ini, semoga bermanfaat

"Teruslah berbuat kebaikan karena berbuat baik itu mudah sedangkan berbuat jahat itu susah karena ia akan melawan hukum juga nuraninya sendiri"(Ida S. Widayanti)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun