Mohon tunggu...
nur
nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu bukan sekadar teori di buku, tapi harus bisa dipahami, dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan dibagikan kepada orang lain dengan cara yang menarik. Ketertarikan terhadap isu-isu sosial dan metode pembelajaran membuat selalu mencari perspektif baru. Belajar bukan sekadar kewajiban, tapi juga proses untuk memahami dunia dengan lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

MAPPASORO: Tradisi Syukuran di Kampung Tantu, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang

6 Januari 2025   15:06 Diperbarui: 6 Januari 2025   15:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gurusiana.id/read/mursalimnawawi/article/mabbaca-doang-t885t131-410018

Mappasoro adalah tradisi unik masyarakat Bugis yang dilaksanakan sebelum panen padi sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan. Ritual ini bukan hanya sekadar kegiatan budaya, tetapi juga mengandung nilai-nilai religius, sosial, dan simbolis yang mendalam. Dalam setiap prosesi, tradisi ini menandai bahwa hasil panen atau "wassele" dianggap cukup dan siap untuk dipanen. Tradisi ini melibatkan simbol-simbol seperti sokko (beras ketan), tallo (telur), pisang, dan tulangbala (sedekah). Setiap elemen memiliki makna filosofis yang mencerminkan nilai-nilai persahabatan, kesatuan, dan kejujuran: Sokko melambangkan persahabatan yang erat dan kesatuan yang tetap terjaga meski melalui banyak cobaan. Tallo menggambarkan persatuan dalam keberagaman, seperti bentuk telur yang bulat tidak ada ujungnya. Pisang merepresentasikan kemurnian dan kejujuran dalam kehidupan bersama. Tulangbala menjadi bentuk sedekah untuk menghindari musibah dan menarik keberkahan. Tradisi ini biasanya diawali dengan doa salama, yang dipanjatkan kepada Allah untuk memohon keberkahan dan keselamatan selama panen. 

Dimensi Religius dan Sosial

Mappasoro mencerminkan integrasi budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Ritual ini sering dipusatkan di masjid, tempat ibadah umat Islam, sehingga memperkuat makna spiritualnya. Selain itu, pelaksanaan tradisi ini menjadi momen berkumpulnya masyarakat, mempererat hubungan sosial, dan menjaga harmoni di antara anggota komunitas. Simbol-simbol seperti sokko dan tallo menegaskan nilai kebersamaan dan persatuan.

Perubahan dan Relevansi Tradisi Saat Ini

Tradisi Mappasoro masih dilaksanakan hingga saat ini, meskipun telah mengalami beberapa perubahan. Di masa lalu, ritual ini dipimpin oleh seorang Indo Kampong yang memiliki peran spiritual dalam komunitas. Tugas menjadi Indo Kampong tidak mudah, sosok ini harus memiliki pengalaman yang mendalam, keberanian, dan kepercayaan masyarakat. Banyak yang mengatakan bahwa menjadi Indo Kampong pasti ada konsekuensinya baik suami maupun istri yang jatuh sakit, sehingga banyak yang tidak bertahan lama dengan peran tersebut. Namun, saat ini, prosesi ini dipimpin oleh tokoh agama di masjid, menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam.

Pelaksanaannya juga bervariasi sesuai kondisi panen:

1. Ketika Panen Berhasil

Dilaksanakan secara kolektif di masjid atau tempat tertentu, dengan simbol-simbol tradisional tetap digunakan. Doa bersama menjadi momen utama untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah.

2. Ketika Panen Gagal

Ritual dilakukan lebih sederhana, biasanya di rumah masing-masing. Meskipun hasil panen tidak memuaskan, doa salama tetap dipanjatkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang masih diberikan Allah.

Mengapa Tradisi Mappasoro Penting Dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun