Tugas Mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Nama Kelompok :
Nur Aida (191011201605)
Sofi Safiyatin (191011200165)
Mahasiswa S1 AkuntansiÂ
Universitas PamulangÂ
Pada tahun 2019-2010 terdapat kasus yang sempat ramai menjadi perbincangan dan menggemparkan Indonesia yaitu kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh salah satu pegawai direktorat jendral pajak yaitu Gayus Halomoan Tambunan atau yang dikenal dengan Gayus Tambunan. Kasus yang menimpa Gayus Tambunan adalah kasus korupsi dan penggelapan pajak. Dikatakan bahwa Gayus Tambunan memiliki rekening sekitar 25 miliar rupiah, sedangkan gaji bulanan Gayus  hanya sekitar 12,5 juta rupiah, sehingga telah menimbulkan kecurigaan tentang penyimpangan ini dan dikabarkan bahwa Gayus menerima suap untuk memanipulasi. Â
Taktik Gayus memanipulasi kasus pajak  adalah  mendorong  wajib pajak yang  keberatan dengan jumlah pajak yang seharusnya mereka bayar untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Lebih lanjut, saat mewakili pemerintah di Pengadilan Pajak, Gayus memberikan gambaran yang justru melemahkan posisi pemerintah. Selama persidangan, Gayus menjadi makelar yang menyelenggarakan persidangan dalam upaya untuk memenangkan pembayar pajak. Hal yang dilakukan Gayus benar-benar menarik bagi pembayar pajak. Buktinya, jumlah kasus yang ditangani Gayus bisa mencapai 51 kasus di tingkat banding dan 40 di antaranya telah dimenangkan oleh  perusahaan. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah karena diduga Gayus masih tidak kooperatif dengan penyidik. Yang pasti dengan menggunakan jasa Gayus, perusahaan tidak hanya menghemat dalam membayar pajak, tetapi kemungkinan sebagian dari perusahaan pengelola pajak  juga akan menerima "durian jatuh".
Dari kasus ini kita dapat melihat bahwa Gayus tidak memiliki sikap kerja profesional  yang dibutuhkan karyawan, tidak memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan tidak dapat bertanggung jawab atas kewajiban  jabatan dan profesinya. Gayus berulang kali melakukan kegiatan menyimpang, yang menunjukkan bahwa dalam menjalankan pekerjaannya  tidak berdasarkan pertimbangan etis dan  profesional, terbukti dengan Gayus menerima suap dan melakukan pelanggaran pajak. Ia terbukti merugikan negara hingga Rp 570 juta dan menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengajukan keberatan dan banding  WP PT. Surya Alam Perkasa selain suap hingga Rp 750 juta, ia memberikan dana ini sebagai dana "buatan" bagi petugas yang melakukan penyidikan dari Bareskrim Mabes Polri, Hal ini dilakukan agar aparat tidak membekukan Gayus. Akun agen juga  tidak akan menyita rumahnya dan memindahkan tempat tesnya dari markas besar polisi nasional ke hotel. Dalam pemeriksaan tersebut, Gayus berbohong tentang keterangan yang dia berikan kepada penyidik.
 Mengenai sertifikat kepemilikan rekeningnya yang bernilai miliaran rupiah agar rekening tersebut tidak dibekukan. Ada juga bukti bahwa Gayus menyuap beberapa petugas penjara  di Brimob Kelapa Dua, Depok dengan nilai nominal Rs 1,5-4 juta. Kasus Gayus melanggar prinsip pertanggungjawaban karena sebagai seorang profesional, ia dapat menggunakan jasa profesionalnya untuk menjaga kepercayaan publik, tetapi ia menyalahgunakannya dengan berbagai cara untuk melakukan penipuan.
Etika merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam suatu profesi, terutama etika professional. Etika professional merupakan etika yang mencakup seluruh prinsip perilaku orang yang professional dalam suatu profesi yang memiliki tujuan praktis dan tujuan idealistis. Namun hal yang disayangkan adalah hingga kini masih banyak terdapat kasus-kasus terkait dengan pelanggaran etika professional.
Etika profesional ini sangat perlu diterapkan bagi setiap individu yang bekerja di bidang profesional, terutama di bidang perpajakan. Penerapan etika ini sangat penting dalam upaya mengontrol para ahli-ahli profesi di lingkup perpajakan negeri ini. Di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013, diatur bahwa salah satu prinsip dari standar umum pemeriksaan pajak adalah pemeriksa pajak harus tunduk pada kode etik yang telah diterapkan oleh DJP yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007. Di dalam peraturan ini, di dalam Pasal 3 nomor 2, disebutkan bahwa setiap pegawai pajak diwajibkan untuk bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel. Kemudian di pasal 4, disebutkan bahwa pegawai pajak dilarang untuk menyalahgunakan kewenangan jabatannya (nomor 3) dan juga melakukan hal yang tidak sesuai dengan norma asusila dan dapat merusak citra martabat Direktorat Jenderal Pajak (nomor 8). Apabila seorang pegawai pajak melakukan pelanggaran kode etik, maka ia akan dikenakan sanksi moral sesuai dengan yang tercantum di dalam Pasal 6 ayat (1).Â
Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagai mana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 71/PMK.01/2007, Menteri Keuangan (Menkeu) menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berlaku mulai tanggal 23 Juli 2007. Kode Etik dimaksud bertujuan untuk:
1. meningkatkan disiplin pegawai;
2. menjamin terpeliharanya tata tertib;
3. menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif;
4. menciptakan dan memelihara kondisi kerja serta perilaku yang profesional; dan
5. meningkatkan citra dan kinerja Pegawai. Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak berisi kewajiban dan larangan pegawai dalam menjalankan tugasnya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dari kasus penggelapan pajak Gayus bahwa hal-hal yang dapat dianalisis dari segi etika profesi adalah:
1. Prinsip tanggung jawab
Melalui kasus ini, dapat diketahui bahwa Gayus tidak memiliki sikap profesional. yang dibutuhkan pekerja, ia tidak memiliki rasa tanggung jawab besar dan tidak mampu menangani kewajiban jabatan dan profesinya. Gayus berulang kali melakukan kegiatan menyimpang yang menunjukkan bahwa dalam menjalankan pekerjaannya tidak berdasarkan pertimbangan etis dan profesional, terbukti dengan Gayus menerima suap pelanggaran pajak. Kasus Gayus melanggar prinsip pertanggungjawaban karena sebagai seorang profesional, ia dapat menggunakan jasa profesionalnya untuk menjaga kepercayaan publik, tetapi ia menyalahgunakannya dengan berbagai cara untuk melakukan penipuan.
2. Prinsip keadilan
Gayus tidak mengutamakan keadilan,  keadilan dalam bekerja harus dilakukan bagi semua orang yang berhak menerimanya, termasuk dalam hal pekerjaannya dan tanggung jawab atas pekerjaannya. Seseorang yang profesional harus mampu menjalankan tugasnya dengan adil dan tidak mencari berbagai celah  untuk kepentingannya.
3. Prinsip otonomi
Gayus tidak dapat melaksanakan pekerjaannya menurut prinsip ini karena ia menggunakan wewenang yang dimilikinya tidak sesuai dengan kode etiknya.
4. Prinsip integritas moral
Gayus tidak memiliki integritas moral dan kualitas moral yang seharusnya dapat ia terapkan ke dirinya dengan konsisten, konsistensi ini merupakan suatu hal yang bersifat krusial karena konsistensi berkaitan erat dengan profesionalitasnya sebagai pegawai pajak.
5. Kepentingan Publik
Dengan Gayus menerima suap dari beberapa pihak, maka otomatis ia telah melakukan pelanggaran terhadap  prinsip ini.
6. Integritas
Gayus menunjukkan pelanggarannya atas prinsip ini karena ia sudah mengutamakan kepentingan pribadinya dibanding dengan kepentingan publik.
7. Perilaku profesional
Gayus Tambunan melakukan pelanggaran etika professional yang membuat DJP terlihat seperti tempat untuk melakukan korupsi, ia tidak konsisten dengan reputasi yang ia miliki dengan melakukan tindakan dan kegiatan yang mendiskreditkan profesinya.
8. Objektivitas
Gayus Tambunan tidak memiliki sikap objektif dalam menkjalankan pekerjaannya sebagai pegawai Dirjen Pajak, hal ini dibuktikan dengan Gayus membantu kliennya untuk mendapatkan kemenangan dalam pengadilan pajak dan menerima imbalan atas jasanya tersebut.
9. Kompetensi dan sifat kehati-hatian
Prinsip ini adalah sikap profesional harus mempertahankan keterampilan profesional dan ketekunan agar klien dapat mendapatkan manfaat yang maksimal dari jasa yang profesional yang telah disampaikan dengan cakap berdasarkan perkembangan praktek, legislasi, dan teknik yang mutakhir.
10. Standar TeknisÂ
Berdasarkan kasus ini kita dapat melihat bahwa Gayus telah melakukan penyimpangan dari standar pekerjaan aparat Dirjen Pajak, karena semua aparat Dirjen Pajak memiliki larangan untuk melakukan pemerimaan suap dari siapapun termasuk Wajib Pajak.
Etika profesional sangat dibutuhkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam melayani para pembayar pajak agar pembayar pajak merasa nyaman dan puas dalam pelayanannya. Setiap pegawai Direktorat Jenderal Pajak diharuskan untuk bertanggung jawab dan memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan Kode etik bagi pegawai DJP yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007.
Etika profesional yang direalisasikan dalam bentuk kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak, seharusnya ditaati oleh seluruh pegawainya karena hal tersebut merupakal hal yang sangat penting untuk diterapkan dan merupakan kunci  utama dalam menghasilkan pelayanan pajak yang baik.
Selain dengan menerapkan kode etik yang telah diatur, pelayanan pajak yang baik bisa dilakukan dengan mengedepankan motto-motto pelayanan perpajakan, yaitu yang pertama adalah kejujuran, setiap kasus pelayanan pajak dibutuhkan kejujuran tidak hanya dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak namun juga dari wajib pajak sendiri, karena kebanyakan kasus pelanggaran pajak merupakan hasil dari kerja sama antara pegawai pajak dan orang yang bersangkutan.
Pemerintah dan juga Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan kode etik yang sejalan dengan etika profesional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seluruh pegawai Direktoran Jenderal Pajak, tak hanya penetapan kode etik, dalam pelanggaran kode etik pun seluruh pegawai akan dikenakan sanksi yang mengikat pegawai Direktorar Jenderal Pajak sendiri.
Sumber :
https://m.antaranews.com/berita/79218/kode-etik-pegawai-direktorat-jenderal-pajak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H