RKS inilah masuk kepada bagian kedua karena hanya bersumber dari sudut pandangan pendapat Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah wa Surur fi Fadhail al-Azminah wa Shuhu, kitab ini berisikan adanya bala dan bencana pada bulan Safar sehingga ritual selametan harus dilakukan, meskipun kitab ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat.Â
Hal ini memperkuat pendapat yang berangapan mubah dalam memperingati Rabon Wekasan yaitu boleh dilakukan boleh tidak, mengatakan bahwa memang kabar adanya balak (bencana/naas) di Rabu Wakasan itu tidak ada di Hadits. Tapi dari ulama-ulama Arifin, dekat dengan Allah.
Di antara yang dikutip adalah ucapan Baba Farid (w. 1266 M, di Punjab India) Mursyid tarekat Chisti, jadi pendapat ini memepercayai bahwa ilham orang sholeh itu boleh, asal tidak disandaran pada Nabi dan tidak bertentangan dengan Syariat.
Bagi yang tidak percaya juga boleh, asal tidak menghina orang sholeh tadi. Sedangkan bagi kalangan yang mengharamkan Rabo Wekasan, bahwa tidak ada riwayat yang dibolehkannya memperingati Rabo Wekasan, berdasarkan sejarah bahwa bulan Safar itu sudah ada sejak zaman Jahiliyah dan telah dihapus oleh Islam, Nabi pun pernah bersabda, tidak ada pertanda buruk/kesialan/pesimisme (Sahih, HR. Muslim), dan Hadits  tidak ada naas di bulan Safar.
Jika diskursus RKS ini singkatnya telah terjawab, bagaimana dengan pendapat Gus Dur terhadap konsep pribumisasi?. Jadi, Pribumisasi adalah istilah yang dipoulerkan pada era 1980-han, yaitu sebuah proses terjadinya nilai-nilai Islam pada suatu komunitas warga atau bangsa, "Beri dan terima" antara Islam dan budaya yakni keduanya sama-sama memiliki nilai akulturasi integritas bangsa.Â
Mengapa demikian,? karena adanya transformasi unsur-unsur Islam pada unsur budaya pribumi (lokal), Sedangkan konsep pribumisasi adalah proses atau rancangan dalam memahami objek pembahasan, yakni aplikasi Rabo Wekasan, subtansinya terhadap nilai peradaban Islam Indonesia melalui pemikiran Abdurrahman Wahid.Â
Menurut Gus Dur, tradisi merupakan sesuatu yang diwariskan dari masa lalu pada masa kini berupa kebiasaan, keyakinan atau tindakan-tindakan.
Oleh karena itu, dijelaskan sebelumnya bahwa RKS telah mengakar dalam jiwa yang meyakininya sehingga teraplikasikan dalam pola fikir, kebiasaan, dan tindakan. Menurut Gus Dur, sebab memang umat Islam di Indonesia terbiasa dengan melaksanakan ritual turun temurun dalam tradisi lokal untuk menjaga konsep keseimbangan hidup.Â
Jadi, berbagai varian dalam memperingati bulan Safar ini sangat mencerminkan dinamika Islam dalam bentuk karakter bagi yang mempercayai hal tersebut. Hemat penulis, mengapa peringatan RKS ini dihubungkan dengan konsep pribumisasi pemikiran Gus Dur? Jawabannya adalah bahwa ruang lingkup pembahasan tersebut meliputi tradisi dan paham keagamaan pada setiap kelompok.Â
Pemahaman akan memicu keyakinan setiap orang, keyakinan juga menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan ajaran doktrin religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia Oleh karena itu, konsep pribumisasi melingkupi dua teorisasi yaitu agama singkretik, dan masyarakat esoteris.Â
RKS bisa saja masuk sebagai agama singkretik karena tradisi tersebut dibahas dalam konteks budaya yang turun temurun bahkan ada sejak masa walisongo seperti Sunan Giri and Sunan Kudus, profesinya sebagai agen pengaruh dalam penyebaran Islam di Indonesia, yang merubah tradisi RKS dari bentuk sesajen menjadi beberapa amalan yang diperbolehkan dalam Islam.Â