Mohon tunggu...
NUR RAHMAWATI
NUR RAHMAWATI Mohon Tunggu... Guru - guru

saya adalah salah satu guru di SMA N 1 Bukateja, Kab Purbalingga, Jawa Tengah. Selain sebagai pendidik, saya sangat menyukai kerajinan tangan, seperti merangkai bunga, membuat hantaran, mahar, hampers dan lain-lain yang berhubungan dengan kerajinan tangan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesawat Kertas

7 November 2022   20:51 Diperbarui: 7 November 2022   21:01 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu ini ya, rumah dekat dengan sekolah, tapi tiap hari terlambat" bentakan seorang guru piket, pak Agus di pintu gerbang sekolah menggelegar kepadaku.

Saat itu, aku hanya menunduk lesu dan mungkin wajahku terlihat menunjukkan mau nangis tetapi ditahan. Saat itu, guru pembimbingku ada disitu juga, melihat aku yang terlambat lagi dan sudah berapa kali aku dipoin akibat keterlambatan ini.  

Dengan lembut dan sabar dia berkata "kamu kenapa Tito, terlambat lagi-terlambat lagi...nanti istirahat ke satu ketemu ibu ya"

"Baik" jawabku (kemudian aku langsung cepat-cepat lari masuk menuju kelas)

Aku biasa dipanggil Tito, aku memilih salah satu SMA yang dekat dengan tempat tinggal agar bisa mengantarkanku menggapai masa depan yang lebih baik dari orang tuaku, yang seperti saya impi-impikan selama ini.

Aku bukan anak orang kaya, bahkan rumahku juga masih berpagar bambu yang pada saat itu rumah tetangga-tetangga sudah berbeton semua. Hampir dalam setiap minggunya aku terlambat, padahal aku sudah berusaha untuk bangun pagi dan mengurus adik bungsuku, tetapi kadang anak kecil itu tidak pasti, kadang nurut kadang lagi susah diatur.

Aku adalah anak seorang petani, setiap hari, selepas subuh, ayahku selalu berangkat ke sawah, sehingga mau tidak mau aku yang mengurus adik yang masih kecil sebelum berangkat sekolah.

Kalian tanya dimana ibuku? Ibu...mungkin anak-anak lain seumuran ku akan dengan senangnya bercerita tentang ibunya...tetapi aku akan menahan tangis ketika orang lain menanyakan tentang ibuku. Diawal-awal aku tahu, bahwa ibu 'sakit', aku sangat syok dan down, membuatku menarik diri dari pergaulan teman-teman. Aku tetap sekolah, hanya sekedar sekolah, mengerjakan tugas-tugas, ikut kegiatan sekolah, tidak lebih dari itu, pulang sekolah ya aku tetap dirumah, tidak mau main dengan teman-teman seperti biasanya. Dulu, sebelum ibu sakit, biasanya sepulang sekolah aku lebih suka bermain dengan teman-teman atau teman-teman yang main kerumah, tetapi sekarang aku lebih suka sendiri.

Istirahat pertama, aku menemui guru pembimbing, setelah berbasa-basi, ngobrol santai, beliau berkata "Tito, ibu barusan berkunjung kerumahmu, dan...ibu tahu ini sulit bagi seorang anak seusia kamu dan adik-adikmu, tapi To...percayalah Allah SWT tidak akan menguji hambanya diluar kemammpuannya. Yakinlah, bahwa ibumu saat ini 'sakit', dirumahmu sendiri. Tito...kamu tahu...dirumahmu ada bidadari syurga, teruslah kau rawat ibumu, perlakukan beliau dengan baik, cium tangannya setiap kamu keluar rumah ya"

Saat itulah akhirnya tangisku sebagai anak laki-laki yang selalu ditahan saat ditanya "ibu" pecah tak terbendung. Aku menangis sejadi-jadinya, tetapi setelah ku selesai menangis, entah kenapa hati ku menjadi plong, seolah beban yang aku pikul selama ini menjadi ringan dan akhirnya bisa meluapkan semua yang aku rasakan ke guru pembimbing.

Dulu, aku adalah anak yang periang, punya banyak teman dan bisa bergaul bebas dengan siapa saja, tanpa ada rasa minder, dan menarik diri. Meskipun aku bukan dari keluarga yang berada, tetapi aku sama seperti anak-anak lain, ceria dan bebas bermain di kampung di masa kecil. Tetapi keceriaan itu berubah menjadi kemurungan, begitu ku mengetahui bahwa ibuku di fonis mengalami kepikunan dan gangguan jiwa.

Perubahan ibu terjadi setelah ibu melahirkan adik ke dua, diawal-awal aku sangat benci dengan adik ke dua, bahkan aku tidak mau mendekat dengannya apa lagi ketika dia menangis, hatiku sangat teriris, "gara-gara dia, ibu menjadi berubah begini", batinku selalu berontak seperti itu.

Ibu adalah orang paling penting dalam hidupku, beliau dulu sangat baik, perhatian dan pengertian. Aku merasa bahwa keluarga kami, meski sederhana adalah keluarga yang paling bahagia sejagad raya. Pagi-pagi, ibu akan membangunkan aku dan adik perempuanku dengan pelukan dan ciuman, mengingatkan untuk solat subuh, mandi dan bersiap untuk sekolah. Setelah itu, ibu akan ke dapur untuk memasak. Aku sangat senang sekali ketika melihat adegan bapak yang mengganggu ibu saat sedang memasak, mereka tertawa bersama. Bahagia sekali melihat mereka tertawa. Oohhh...masa kecil yang menyenangkan.

*****

Ibu, adalah wanita sederhana yang mencintai keluarganya,

Bapak berulang kali mengingatkan ku dan adikku akan hal itu. "Ibu itu wanita yang spesial, baik dan tangguh. Kalaupun sekarang dia sakit itu ujian untuk kita nak. Bapak ikhlas merawat ibu kalian." Kata bapak ketika itu. 

Dulu, di awal-awal ibu sakit, hampir semua keluarga bapak menyuruh meninggalkan ibu, apalagi ada anak yang masih bayi, butuh perawatan, mereka menyuruh bapak menikah lagi. Aku masih ingat, ingat sekali, bapak yang memarahi bu dhe Bad, kakak sulung bapak. "Astaghfirullah...yuk, apa yayuk sadar sedang ngomong apa?" sambil bapak berdiri dari tempat duduknya. "Yayuk tahu apa yang yayuk katakan. Sudah hampir satu tahun kamu beristri orang gila itu, entah iblis apa yang bersarang di kepalamu sehingga kamu tidak mendengar nasehat kami untuk meninggalkannya." Bu dhe Bad sama marahnya dengan bapak. "Yuk, dia istriku, ibunya anak-anak, jangan sebut dia dengan orang gila! Dia begini ini perjuangan seorang ibu, melahirkan anak kami!" muka bapak memerah menahan marah. "Lho, dia memang gila kan?" sinis sekali nada suara bu dhe Bad. "Yuk, aku tak mau kurang ajar dengan yayuk sendiri, jadi sebelum aku semakin marah, sebaiknya yuk Bad pulang aja, akan ku urus keluargaku sendiri, tak usahlah kau repot-repot kesini, apalagi untuk menghina istriku!" bapak  berkata dengan penuh tekanan. "Oh...kamu mengusir yayuk? Ok, silahkan urus sendiri istri dan anakmu, jangan tolong-tolong jika ada apa dan kenapa-napa, ingat itu!". Bapak diam, lalu menunjuk pintu sebagai jawaban pertanyaan bu dhe Bad. Aku ingat betul wajah marah bu dhe kepada bapak.

Sedang di sudut ruangan itu, ibu sibuk dengan mainan bonekanya. Boneka milik Tanti adikku, yang selalu di gendongnya. Bapak mendekat dan memeluk ibu, aku melihat bapak kala itu menangis. "Aku nggak akan meninggalkanmu, Ti" Suara bapak jelas aku dengar. Dan ibu, mana peduli, dia sibuk bermain sendiri.

*****

Ibuku memang mengalami gangguan jiwa, semua berawal ketika ibu melahirkan adik kedua ku, dia laki-laki, dipanggil Hasan. Bapak sering menguatkanku dengan keadaan ibu sekarang. Memberi pengertian tentang adik, sehingga saya tidak lagi membenci adik bontot lagi, bahkan seiring berjalannya waktu, aku merasa kasihan dan menjadi sangat sayang ke dia.  Masih kecil, tetapi tidak merasakan kasih sayang ibu seperti yang aku dan adik perempuan rasakan dulu.

Bagaimanapun bapak harus tetap bekerja. Mata pencaharian bapak satu-satunya adalah dari sawah, sehingga mau tidak mau, akulah yang pagi-pagi harus mengurus adik ke duaku yang saat ini sudah menginjak usia TK. Dikala bapak selepas subuh pergi ke sawah, adik perempuanku menyiapakan makanan untuk kami, dan saya mengurus adik untuk siap-siap berangkat sekolah. Sehingga setelah semua urusan beres, baru saya berangkat sekolah...itulah yang menyebabkan saya sering terlambat sekolah.

Aku adalah anak yang tetap punya mimpi dan keinginan, melihat keadaan keluarga yang seperti saat ini yang aku pikirkan hanya "semoga hidupku dan rejekiku lebih dari bapak, sehingga aku bisa membantu bapak dan adik-adik". Dengan keadaan keluarga yang seperti itu, saya tetap mengutamakan sekolah dan belajar, aku berusaha agar bisa berprestasi disekolah dan bisa menjadi contoh buat adik-adik.

Guru pembimbingku juga selalu menyemangatiku untuk terus berjuang dan berusaha, dan beliau juga memberikan semangat kepadaku untuk mengikuti seleksi beasiswa masuk kuliah. Awalnya aku ragu dan melihat keadaan bapak, ingin rasanya lulus SMA langsung bekerja saja, tetapi guru pembimbingku sering mengatakan "ini adalah peluang bagus, jangan disia-siakan, jika kamu lulus seleksi beasiswa, mungkin ini jalanmu untuk mengangkat derajat orang tuamu". Akhirnya aku mengikuti seleksi beasiswa KIP Kuliah ke salah satu Pendidikan tinggi Negeri, dan alhamdulillah lolos di Universitas Diponegoro Semarang pada program studi S1 Teknik Perkapalan.

Tak disangka dan tak diduga, mendapatkan amanah beasiswa KIP Kuliah ini membuat aku lebih bersungguh-sungguh menjalani kuliah dan ingin rasanya membuat bangga bapak ibu ku. Semoga adikku juga mengikuti jejakku, bagaimanapun keadaan keluarga, nomor satu adalah tetap sekolah. Ini adalah jejak kehidupanku, apa yang aku lalui akan menjadi pembeda aku dengan orang lain. Aku akan menjadi mahasiswa yang membanggakan, ingin cepat-cepat ku kalungkan logo kampusku di badan ibuku dan ku pasangkan topi toga dikepala bapak, ingin kulihat senyum mereka merekah lagi. Dan yang tak pernah lupa kulantunkan do'a disetiap sujudku "Sembuhkanlah ibuku, kembalikan ibuku yang dulu dan sadarkanlah dia, bahwa anaknya yg selalu dipeluk dan diciumnya tiap pagi...sudah jadi SARJANA"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun