Gubernur Soerjo dikenal dengan nama Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo. Beliau lahir di Magetan, Jawa Timur. Pada tanggal 9 Juli 1898. Ia dikenal dengan kepribadian yang tenang, penuh kematangan dan tegas. Menantu dari Raden Mas Arja Hadiwinoto.Â
Pada tahun 1938-1943 Suryo pernah menjabat sebagai bupati di Kabupaten Magetan. Setelah menjabat sebagai bupati,ia menjabat sebagai syuchokan (residen) di Bojonegoro tahun 1943-1945. Pada 12 Oktober 1945 ia resmi menjabat sebagai Gubernur karena berurusan dengan Pembentukan Pemerintah RI Daerah Karasidenan, Bojonegoro.
Suryo menyusun staf gubernur untuk membantu menjalankan dan mewujudkan kedaulatan NRI. Doel Arnowo, Roeslan Abdulgani, Mr Dwi Joyosewoyo, Bambang Suparto, Subyantoro dan Residen Sudirman, mereka semua adalah anggota staf dari Gubernur Suryo.
Gubernur Suryo ikut andil di dalam Pertempuran 10 November 1945. Perannya dalam pertempuran Surabaya yaitu melakukan komunikasi intens untuk meminta pertolongan pada pemimpin negri seperti, Bung Karno dan Bung Hatta, ketika inggris mengeluarkan ultimatum pada 10 November 1945.Â
Pada 26 Oktober, Suryo membuat perjanjian gencatan senjata dengan komando pasukan Inggris yang bernama Brigadir Jenderal Mallaby di Surabaya.Â
Tetapi pertempuran di Surabaya tetap terjadi yang membuat pasukan Inggris terdesak. Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk mendamaikan kedua belak pihak . Perdamaian yang terjadi malah menghasilkan gencatan senjata namun kesepakatan itu tidak diketahui oleh pejuang pribumi.Â
Kontak senjata yang terjadi menewaskan Jendral Mallaby hal itu membuat marah pasukan Inggris. Komando pasukan yang bernama Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya agar menyerahkan semua senjatanya atau besok Surabaya akan dihancurkan.Â
Untuk menanggapi ultimatum itu, Presiden Soekarno menyerahkan keputusan ditangan pemerintah Jawa Timur, yaitu menolak atau menyerah. Dengan tegas Suryo berpidato di RRI bahwa arek-arek Surabaya akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.
Terjadi pertempuran antara rakyat Jawa Timur dengan pasukan Inggris di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Selama  tiga minggu pertempuran terjadi, Surabaya menjadi kota mati. Gubernur Suryo menjadi golongan terakhir yang meninggalkan Surabaya dan kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto.
Pada 10 November 1948, mobil Suryo dicegat oleh orang yang tidak dikenal di Hutan Peleng, Kedung Galar, Ngawi. Dua perwira polisi yang lewat dengan mobil itu juga ikut tertangkap. Mereka bertiga di telanjangi, di seret ke dalam hutan dan dibunuh lalu mayat mereka di temukan pada keesokan harinya.Â