Mahasiswa dan dosen di Indonesia pada dasarnya tidak memiliki karakteristik bawaan yang mencerminkan ketidakmampuan intelektual. Setiap individu, baik mahasiswa maupun dosen, yang lahir dalam kondisi normal memiliki potensi luar biasa untuk berkembang menjadi pribadi yang cerdas, kritis, dan memiliki daya tawar tinggi dalam masyarakat. Namun, tantangan utama yang dihadapi bukanlah keterbatasan bawaan, melainkan adanya sistem yang secara struktural melemahkan potensi intelektual tersebut. Sistem ini, secara tidak langsung, dipertahankan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk "pimpinan" (aktor politik) yang bekerja sama dengan kekuatan lain, demi menjaga dominasi kekuasaan serta stabilitas status quo.
Pembodohan ini berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan, terutama melalui sistem pendidikan/pembelajaran dan informasi yang dikendalikan. Proses pendidikan yang masih stagnan daripada pemahaman, sehingga kreativitas dan kemampuan berpikir kritis tersumbat. Kurikulum yang terlalu birokratis dan kebijakan pendidikan yang otoriter tidak berpihak pada pembentukan pemikiran independen merupakan bagian dari upaya ini. Informasi yang disajikan sering memanipulasi realitas dan mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah mendasar yang sedang terjadi.
Saya sebut ini proses pembodohan terstruktur dan sistematis.
Dengan menjaga agar mahasiswa dan dosen tetap pasif dan tidak kritis, mereka bisa terus memanfaatkan sumber daya untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Sebaliknya, jika ada seseorang yang cerdas dan terdidik akan menjadi ancaman bagi kekuasaan mereka karena semakin banyak orang yang sadar akan ketidakadilan, semakin kuat pula dorongan untuk melakukan perubahan sosial.
Oleh karena itu, tantangan utama dalam dunia akademik bukan sekadar ketidaktahuan, melainkan praktik sistematis yang mempertahankan kebodohan melalui pembodohan. Untuk menghadapinya, mahasiswa dan dosen harus memiliki keberanian untuk bersikap kritis, tidak hanya menerima secara pasif atau mengucapkan persetujuan dengan sekadar "nggih/setuju" dan "maturnuwun/terima kasih". Sikap merdeka dalam berpikir dan bertindak harus menjadi landasan utama, dengan mendorong budaya diskusi yang mendalam dan keberanian untuk mengajukan pertanyaan kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H