Mohon tunggu...
nur hanifah ahmad
nur hanifah ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance, Alumni S1 Studi Agama-agama UIN Sunan Kalijaga

Penulis bebas yang sedang belajar di dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

20 Tahun Mahkamah Konstitusi Lingkup Kesetaraan Gender

23 Juli 2023   21:35 Diperbarui: 23 Juli 2023   22:25 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

20 tahun berdirinya Mahkamah Konstitusi di Indonesia telah membawa banyak dampak baik bagi masyarakat Indonesia secara luas. Beberapa dampak baiknya ada pada ketegasan kepada Presiden, Wakil Presiden, Pemilu hingga kesetaraan Gender yang ada di Indonesia. Lingkup Presiden ketegasan tersebut telah berhasil membuat Presiden usai kepemimpinan mantan Presiden Suharto menjadi lebih baik kualitasnya. Pemilu pun dapat berjalan dengan lebih baik dengan pengawasan Mahkamah Konstitusi. Lalu untuk perempuan sudah terwujud kesetaraan gender meski masih perlu menyeluruh dalam penegakannya.

Sosok perempuan bisa menjadi Presiden di Indonesia sudah membuktikan bahwa kepemimpinan tertinggi di Indonesia tidak hanya untuk para laki-laki. Namun perempuan juga bisa. Meski Mantan Presiden Megawati memiliki privillage kuat dari Presiden Pertama Indonesia, tetap saja itu sudah cukup membuktikan kesetaraan gender. Presiden perempuan yang selanjutnya semakin bertambah luas ke lingkup DPR, menteri, pekerjaan PNS, pekerjaan non PNS dan banyak lagi lingkungan di Indonesia yang kemudian menerapkan prinsip kesetaraan gender.

Kesetaraan gender ini telah diresmikan dalam UU Nomor 1 Tahun 2017 yang pada intinya aturan untuk tidak mendiskriminasi kaum perempuan dalam segala bidang, terutama bidang pekerjaan. Maka ketika UU ini telah matang dan di sahkan untuk selanjutnya tinggal evaluasi dan pengawasan lebih jauh kepada pengaplikasian di segala lingkup kehidupan. Baik sosial maupun non sosial. Ketegasan secara merata dan sanksi yang juga merata harus diterapkan.

Diskriminasi kepada perempuan dalam lingkup pekerjaan ini telah penulis temukan dalam beberapa lingkup pekerjaan. Terutama kepada perempuan yang sudah memiliki anak dan memiliki suami atau telah berpisah dengan mantan suaminya. Kriteria tersebut pernah penulis temui di cerita kenalan terkait sulitnya mendapatkan pekerjaan karena pertimbangan perusahaan terkait anak atau pasangan. Padahal perempuan juga berhak untuk mendapatkan kesetaraan dalam pekerjaan sebagaimana dalam UU yang telah disahkan pemerintah, dalam arti lain Mahkamah Konstitusi.

Kasus lain tentang diskriminasi terhadap kesetaraan gender ini contohnya syarat perempuan yang wajib berhijab di sekolah berbasis agama tanpa memandang agama yang dimiliki murid perempuan tersebut. Sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik lebih jauh terkait diskriminasi dan agama. Meski sudah sewajarnya seorang wanita non muslim yang menjadi murid di sekolah berbasis agama untuk menggunakan jilbab. Namun itu tetap salah karena sekolah tidak bisa menghormati perbedaan agama yang ada di Indonesia.

Ketika UU tentang kesetaraan gender telah lahir, maka hukum tegas kepada pelaku pelanggaran harus ditegakkan. Selain itu juga seharusnya Mahkamah Konstitusi memiliki wadah aspirasi masyarakat terkait permasalahan kesetaraan gender. Jika hal ini ada, maka laporan terkait pelanggaran hukum UU kesetaraan gender dapat dengan mudah dilakukan oleh siapapun yang mendapatkan atau menjadi saksi pelanggaran dapat melapor dengan nyaman, aman dan terlindungi.

Lalu pada 20 tahun lahirnya Mahkamah Konstitusi inipun tetap harus berbenah di usia dewasa dalam segala kasus yang ada, sehingga dapat menjadi lembaga pemerintah yang sesuai tujuannya dalam menampung aspirasi masyarakat Indonesia secara luas yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Perbaikan sistem pun harus ada. Perbaikan sistem ini berharap dapat turut serta membuat Mahkamah Konstitusi lebih baik lagi.

Terkait kesetaraan gender, Mahkamah Konstitusi dapat lebih jauh lagi mengawasi dan mungkin mengusulkan jika ada yang perlu diperbaiki di dalam UU Kesetaraan Gender dengan mengacu kembali kepada UUD 1945 yang telah menjadi panduan dalam kehidupan negara republik Indonesia sejak kemerdekaan RI.

Pemilu juga menjadi kaitan yang dekat dengan waktu sekarang. Sebab tahun 2024 sudah masuk pemilu Presiden yang dilanjutkan dengan pemilu anggota lain dalam lingkup pemerintahan Indonesia. Maka tugas Mahkamah Konstitusi akan semakin bertambah lagi dengan mengawasi pemilu selama tahun 2024 dan sebelum tahun 2024 yang bertepatan tahun 2023 ini sebab pada Juli 2023 aroma politik sudah tersebar luas. Bahkan bakal calon Presiden sedang santer terdengar. Ini menjadi tugas Mahkamah Konstitusi untuk mulai mengawasi situasi yang sedang terjadi.

Kedamaian pemilu ini juga sebaiknya menjadi perhatian Mahkamah Konstitusi dalam mengawasi terkait kesetaraan gender maupun lingkup lain. Jika pemilu memiliki kesetaraan gender yang kuat dalam lingkup panitia maupun luar panitia, maka dapat dipastikan pemilu akan aman dalam lingkup kesetaraan gender.

Keseimbangan antara laki-laki dan perempuan ini juga penting diperhatikan dalam pemilu 2024. Berharap tidak ada diskriminasi terhadap pihak yang terlibat dalam pemilu baik calon pasangan ataupun selebihnya. Perempuan juga berhak masuk di dalam kepemimpinan pemerintahan pusat, seperti yang telah terjadi sebelum-sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun